Era digital secara perlahan telah menggerus dan merubah kebiasaan konvensional masyarakat dalam berbagai aspek, termasuk dalam aspek keuangan. Perlahan, masyarakat pun mulai merubah kebiasaan ke arah digital dalam hal pembayaran, atau lebih dikenal sebagai cashless. Di seminar IDByte hari kedua, Deputi Direktur Bank Indonesia Ricky Satria, Senior EVP Transaction Banking Bank Mandiri Rico Usthavia Frans, dan CEO Kartuku Niki Luhur mendiskusikan tentang “Future Payment and Currency” di Indonesia.
Mau tak mau, harus diakui bahwa kini era digital semakin kental dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam keuangan, dompet yang dahulu hanya berisi uang tunai kini telah bercampur dengan berbagai macam kartu, mulai dari kartu kredit, hingga kartu yang disebut e-money. Bahkan, pembayaran melalui perangkat mobile pun mulai mendapat popularitas di Indonesia, melalui produk dompet digital.
Semua tak terjadi begitu saja, menurut Ricky, ada proses edukasi ke masyarakat yang telah berjalan selama bertahun-tahun sebelumnya. Selain itu, popularitas dari industri e-commerce yang terus naik juga turut andil bagian dari naiknya popularitas alat dan solusi pembayaran digital di Indonesia. Menurut Niki, alat dan solusi pembayaran digital juga dapat memberikan dampak pada ekosistem yang lebih besar, seperti industri e-commerce.
Semakin dikenalnya alat dan solusi pembayaran digital ini, tentu membawa dampak yang positif bagi pihak-pihak terkait yang menggunakannya. Menurut Rico, di sisi para pemangku kepentingan, penggunaan layanan digital ini bisa turut menghemat biaya yang harus dikeluarkan untuk mencetak dan menghancurkan uang. Sedangkan dari sisi pengguna akhir, sudah jelas ini dapat memudahkan segala bentuk aktivitas transaksi dan menghemat waktu.
Masa depan alat dan solusi pembayaran serta kesiapan pemerintah Indonesia
Dengan kemudahan yang ditawarkan, popularitas yang menanjak, tak sedikit yang beranggapan bahwa ke depannya cashless payment dapat menggantikan alat dan solusi pembayaran konvensional. Tapi, tak seperti itu pandangan yang diungkapkan oleh Niki Luhur. Menurutnya, meski popularitas cashless semakin menanjak, pembayaran konvensional tidak akan hilang begitu saja.
Niki mengatakan, “Kami percaya akan ada banyak adopsi ke depannya [untuk alat dan solusi pembayaran digital], seperti [adopsi pada perangkat] mobile yang penetrasinya tinggi. Tapi, bukan berarti tunai, kartu kredit, kartu debit, dan lainnya akan menghilang.”
“Kami percaya dengan pengalaman yang saling menyilang (cross channel experience). […] Ini tentang bagaimana Anda [sebagai penyedia alat atau solusi pembayaran digital] dapat membuat pengalaman [transaksi] online menjadi lebih baik,” tambahnya.
Namun, keuangan adalah sektor yang sangat sensitif. Meski inovasi yang ditawarkan ataupun yang tersedia mulai menjamur, tidak mudah untuk dapat melewati regulasi yang dibuat oleh para pemangku kepentingan. Mulai dari keamanan sistem, hingga perlindungan konsumen adalah beberapa elemen yang menjadi pertimbangan para pemangku kepentingan, menurut Ricky.
Saat ini, demi menjangkau pengguna lebih luas lagi, ada banyak insentif yang dilakukan oleh para penyedia alat maupun solusi pembayaran digital ini. Salah satu contohnya adalah dengan memberdayakan UKM sebagai agen payment point. Hal ini sudah dilakukan oleh Kartuku beberapa waktu silam, juga oleh Kudo dan Ruma meski mereka tidak sepenuhnya fokus pada solusi finansial.