Dark
Light

Ketika Harus Mengambil Keputusan Demi Menyelamatkan Bisnis Perusahaan

2 mins read
August 28, 2015

/ Shutterstock

Membangun startup tidaklah mudah dan tak pernah ada resep ajaib untuk itu. Sebagai seorang pendiri, Anda akan menemukan drama di tiap kelok jalan pertumbuhan dari startup yang Anda bangun. Tiap ceritanya akan berbeda, tak terduga, dan mungkin akan menempatkan Anda pada salah satu situasi tersulit yang pernah Anda alami dalam hidup, seperti yang terjadi pada Eric Bieller. Namun, akan selalu ada pelajaran yang dapat dipetik dan tak jarang kalimat “Habis Gelap Terbitlah Terang” menjadi kenyataan.

Seperti kebanyakan Co-Founder lain, Eric dan pendiri lainnya memulai startup Sqwiggle dengan sebuah misi sederhana, yakni untuk membantu tim yang bekerja berjauhan merasa seperti mereka berada di ruangan yang sama, bahkan jika mereka tersebar di seluruh dunia.

Semua baik-baik saja di awal mereka membangun bisnis. Sqwiggle pun mampu menarik perhatian investor dan mendapatkan pendanaan sebesar $1,1 juta dengan status sebagai startup pertama yang memanfaatkan fitur baru AngelList Syndicates. Dana tersebut pun seolah menjadi bahan bakar untuk membuat kapal mereka melesat ke angkasa.

Ketika cakrawala yang cerah mulai menjadi mendung

shutterstock_200797052

Dengan dana yang baru baru diperoleh, Sqwiggle mulai tancap gas dalam hal perekrutan tenaga kerja. Tim yang terkumpul pun membawa energi positif yang membuat Eric dan pendiri lainnya percaya bahwa ada masa depan cerah menanti Sqwiggle. Namun tanpa disadari, ini juga menjadi akar dari semua adegan drama yang akan terjadi babak demi babak.

Babak pertama dimulai dari sulitnya Sqwiggels menemukan tenaga ahli yang dapat bantu membangun platform video yang stabil dan dapat diandalkan karena itu adalah inti dari bisnis Sqwiggle. Meski mereka telah tancap gas merekrut banyak pekerja dan mencoba mendelegasikan pada karyawan teknis yang ada, hasil yang didapat nihil. Ini berakhir pada biaya yang dikeluarkan menjadi percuma, penurunan moral, dan yang paling penting, terbuangnya waktu.

“Dan sementara kami memiliki sejumlah besar pengguna loyal (yang menggunakan Sqwiggle) setiap hari, kami juga berjuang untuk dapat mengadopsi tim yang lebih besar dan pasar yang lebih luas pada umumnya.”

Seiring berjalannya waktu, babak selanjutnya pun dimulai dan membuat cakrawala Sqwiggle yang semula terlihat cerah menjadi gelap. Babak ini dimulai dengan terjadinya perbedaan pendapat antar tiga pendiri Sqwiggle, dari yang wajar hingga masalah sepele. Berikutnya pendapatan Sqwiggle juga mulai menunjukkan penurunan tiap bulannya.

Ketika pertumbuhan Sqwiggle mulai terlihat datar, Eric dan pendiri lainnya sadar bahwa mereka harus segera mengambil tindakan untuk perubahan, secepatnya.

Tiga keputusan yang diambil untuk menyelamatkan perusahaan

shutterstock_215293090

Dengan kondisi yang tak kunjung membaik, Eric dan pendiri lainnya segera mengambil tindakan. Singkat kata, ada tiga tindakan yang mereka ambil sebagai upaya untuk menyelamatkan perusahaan.

Pertama, Eric dan pendiri lainnya mencoba memecahakan masalah perbedaan pendapat di antara pendiri dengan berdiskusi panjang lebar. Pada akhirnya, Co-Founder Sqwiggle ketiga Matt memutuskan bahwa yang terbaik bagi perusahaan adalah jika dirinya meninggalkan Sqwiggels untuk mengejar hal-hal yang lebih besar dan lebih baik.

Kedua, mereka memutuskan untuk membuat perubahan dalam tim internal Sqwiggle dan mengambil pendekatan dengan berbicara secara individual kepada tiap-tiap karyawan. Pada akhirnya, sebagain besar berpisah dan Sqwiggels tampil lebih ramping dengan empat orang yang keahlian utamanya di bidang engineering dan product design.

“Jangan salah paham, kami bekerja dengan beberapa orang yang benar-benar menakjubkan. Tapi, kami merasa telah menempatkan kereta di depan kuda, terlalu fokus pada pertumbuhan dan pemasaran, dan kurang memperhatikan rekayasa (engineering) dan produk.”

Ketiga, Eric dan rekannya juga memutuskan untuk membuat suatu perubahan pada produk mereka, namun tak tahu harus mulai dai mana. Berbagai upaya dilakukan, mulai dari mencari tahu apa yang diinginkan konsumen hingga meminta saran dari salah satu investor mereka di San Fransisco. Pada akhirnya mereka merasa butuh sebuah merek baru, dari sini lah Speak lahir.

Pelajaran yang dipetik oleh Eric

Menurut Eric, jika melihat lagi ke belakang, beberapa keputusan yang diambilnya adalah beberapa keputusan paling sulit yang pernah dia buat dalam hidupnya. Terkadang Eric masih berharap bahwa mereka dapat bertindak lebih cepat, tetapi dia juga yakin jika dia tidak bertindak saat itu, mereka akan kehilangan perusahaan.

Bagi saya, pelajaran di sini adalah sederhana. Jika ada masalah dalam tim, perbaiki. Jangan biarkan bernanah. Sebuah tim yang bahagia dan kohesif dapat membangun bisnis yang bahagia dan kohesif. Mempekerjakan (orang baru) perlahan, pecat dengan cepat (jika tak satu visi)  dan jangan jadi putus asa. Jangan pernah berhenti iterasi dan menguji asumsi Anda, tidak peduli seberapa besar bisnis Anda.

Previous Story

Heybeb Terapkan Konsep Belanja Online Terkurasi

Next Story

Siap-siap, Apple Akan Gelar Event di 9 September!

Latest from Blog

Don't Miss

Indigo Impact Report 2021

Laporan DSInnovate: Dampak Program Inkubator dan Akselerator untuk Ekosistem Startup Indonesia

Menurut data terbaru yang dirangkum laporan e-Conomy SEA 2021, ekonomi
Jefrey Joe berbagi pengalamannya dalam membantu founder mencari dan mengeksekusi model bisnis

Mengupas Serba-Serbi Model Bisnis pada Startup

Startup tak melulu bicara soal merealisasikan ide menjadi sebuah produk.