Dark
Light

Menemukan Model Bisnis yang Efisien Terhadap Modal

2 mins read
June 15, 2015

/ Shutterstock

Menjamurnya bisnis yang erat hubungannya dengan dunia teknologi dewasa ini sejatinya tak lepas dari pesatnya laju pertumbuhan teknologi itu sendiri. Dari sekian banyak pelaku bisnis teknologi yang baru, tak sedikit pula yang tidak memiliki model bisnis yang efisien untuk usahanya, padahal itu salah satu poin utama yang dilihat para penanam modal. Lalu seperti apa bisnis model yang efisien itu dan mengapa itu menjadi hal yang masuk akal di masa sekarang ini bagi para penanam modal?

Founder BOLDstart Ventures Ed Sim dalam tulisannya menyebutkan:

“Menurut perspektif saya, bisnis model yang efisien terhadap modal adalah salah satu yang memungkinkan perusahaan untuk menggunakan kasnya seminimal mungkin untuk menghasilkan pertumbuhan yang signifikan sehingga dapat menjadi perusahaan yang mandiri dan menguntungkan.”

Lebih jauh ia menjelaskan bahwa jika seorang pengusaha lebih mementingkan pertumbuhan di atas segalanya tanpa mempertimbangkan sisi profitabilitas, ia tidak akan sampai pada titik di mana perusahaannya dapat menjadi mandiri. Begitu juga jika hanya mementingkan profitabilitas tanpa mempertimbangkan pertumbuhan. Menurut Ed, menemukan keseimbangan yang tepat untuk keduanya adalah hal yang terpenting.

Ed sendiri sudah memiliki pengalaman lebih dari 18 tahun di bisnis venture capital. Selama 18 tahun mengarungi bisnis ini, Ed sudah banyak memimpin putaran pendanaan, seed dan first round investment, di sejumlah perusahaan software dan Internet. Di samping itu, Ed juga sudah merasakan masa-masa di mana bubble terjadi pada bisnis internet dan teknologi.

Dengan latar belakang tersebut dan juga keadaan terkait dengan pencarian keseimbangan antara growth dan profitabilitas usaha,  pertanyaan yang sebenarnya bagi Ed adalah bagaimana VC menghasilkan 10 kali return?

Untuk menjawab hal tersebut, menurut Ed pengusaha harus berkaca pada keadaan di tahun-tahun di mana bubble terjadi, yakni saat exit dengan nilai $500 juta hingga $1 miliar untuk sebuah perusahaan adalah hal yang wajar. Bahkan, adalah hal yang buruk bagi VC jika penjualannya hanya menyentuh angka $100 juta saat itu.

Perlu diingat, banyak perusahaan perangkat lunak selama tahun bubble memerlukan $50 juta atau lebih untuk menciptakan nilai exit yang bermakna dan dalam banyak kasus, perusahaan (tersebut) masih tidak menguntungkanNamun untuk hari ini dan ke depannya, Ed optimis keadaan akan menjadi lebih normal, yakni di mana exit besar untuk para penanam modal akan berada di nilai $100-$200 juta.

Ed menegaskan, “Jika dibutuhkan $50 juta atau lebih untuk sampai ke sana (exit), Anda berbicara tentang 2-4 kali untuk kesepakatan besar. Itu tidak terlalu menarik. Sebuah model bisnis software yang efisien terhadap modal hanya memerlukan $20-$25 juta untuk mendapatkan keuntungan. Dengan angka-angka tersebut VC bisa mendapatkan 4-10 kali investasi mereka, bahkan pada nilai-nilai yang berkurang saat ini.”

Berdasarkan perspektif Ed, ultimate exit values akan berkaitan erat dengan pengusaha dan investor di mana mereka harus berusaha dengan baik untuk melakukan sebanyak yang mereka bisa dengan sedikit modal. Tapi, itu bukan berarti hanya bergantung pada growth saja. Menurut Ed, ada empat hal lain yang dibutuhkan perusahaan untuk itu, yaitu:

1. Fokus pada produk untuk sampai ke tangan pelanggan di awal daripada mengulurnya untuk membuat produk yang sempurna.

2. Tumbuh dengan hati-hati, jangan terlalu mendorong pegawai dengan dalih pendapatan

3. Memanfaatkan sumber daya offshore sesuai dengan kebutuhan

4. Memanfaatkan reseller dan hubungan OEM, karena penjualan langsung terlalu mahal.

Tiap poin yang disebutkan di atas sejatinya dapat didiskusikan lebih jauh menurut Ed. Yang menjadi hal terpenting di sini adalah dampak yang akan di timbulkan ke depannya, baik untuk para penanam modal (venture capitalist) maupun pengusaha.

“Dampak yang akan terjadi pada industri yaitu venture capitalist akan butuh modal yang lebih sedikit untuk tiap perusahaan yang berarti pendanaan lebih kecil dan kemampuan lebih baik untuk menghasilkan kelipatan uang yang diinvestasikan oleh investor. Untuk pengusaha di masa ini, itu berarti mereka akan memikirkan kembali strategi go-to-market miliknya dan ingat untuk menyeimbangkan pertumbuhan dengan mendapatkan profitabilitas lebih cepat,” tutup Ed.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

GetHere Berkomitmen Hubungkan UKM di Makassar dengan Konsumen Online

Next Story

Zomato Indonesia Perkenalkan Djunadi Satrio Sebagai Country Manager Baru

Latest from Blog

Don't Miss

Belajar Mobile Photography, Kiat Memotret dengan Kamera Smartphone

Belajar Mobile Photography, Kiat Memotret dengan Kamera Smartphone

Mobile photography adalah salah satu skill penting yang perlu dikuasai

Tips Streetphotography dengan Ponsel 

Kami berbincang dengan mentor dari acara workshop foto Hybrid tentang