Mulai tahun ajaran 2015 ini, Kementerian Pendidikan menghadirkan dua opsi untuk pelaksanaan UN (Ujian Nasional), yaitu UN berbasis kertas (seperti yang dilakukan di tahun-tahun sebelumnya) dan UN berbasis komputer (Computer-based Test/CBT). Model berbasis komputer untuk UN merupakan pengalaman yang pertama, sebanyak 585 sekolah yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia serentak mencicipinya.
Esensi Komputasi Untuk Memudahkan
“Cepat dan mudah karena tidak usah urek-urek di kertas. Tinggal klik,” begitulah ungkap siswa kelas 12 IPS I SMAN 18 Surabaya Zulfa Ainur Rifki, saat mengikuti UN CBT di sekolahnya. Ya, pada dasarnya tujuan utama mengkonversi yang manual ke dalam sistem berbasis komputer adalah untuk efektivitas dan efisiensi. Meskipun pada kenyataannya selalu ada tantangan untuk berpindah dan memulai komputasi tersebut.
Hal baru memberikan pengalaman baru. Dalam pelaksanaan UN CBT ini masih ditemui isu-isu teknis seperti gangguan jaringan yang menyebabkan penundaan. Pendundaan memberikan keresahan kepada siswa, terlebih UN diadakan secara runtut di hari dalam minggu yang sama. Hal seperti ini yang kadang menjadi landasan opini pihak yang ‘kontra’ dengan dilansirnya suatu kebijakan.
Namun pada kenyataannya jaman menuntut kita untuk bisa terus melangkah maju. Pemanfaatan teknologi menjadi implikasi dari keadaan tersebut. Maka sudah selayaknya kita mengatakan ‘wajar’ tentang terjadinya isu-isu teknis tersebut, karena memang sebelumnya sekolah dan pengelola kebijakan belum memiliki pengalaman praktik riil dari keadaan di lapangan. Dan wajib hukumnya untuk menjadi pembenahan dan perbaikan di masa yang akan datang.
Komputasi Menghemat Akomodasi
Sebelum ada teknologi untuk telekonferensi, sebuah pertemuan haruslah menguras effort untuk melakukan perjalanan dan pertemuan. Namun dengan teknologi yang saat ini ada, sebuah pertemuan dapat dijalin di depan komputer, di mana pun dan kapan pun. Tren komputasi yang ada saat ini benar-benar memberikan banyak celah untuk membuat berbagai kebutuhan menjadi efisien. Harusnya pemanfaatan komputasi dalam UN juga mendapatkan goal tersebut.
Proses distribusi soal UN CBT ialah melalui sinkronisasi data dari Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) ke komputer server yang ada di sekolah. Kemudian data yang ada di server didistribusikan ke komputer klien yang digunakan oleh peserta UN. Peserta akan memulai dengan login menggunakan identitas yang sudah diberikan.
“Soal ujian yang masuk ke software nggak bisa dibuka sampai ujian dimulai. Nanti peserta membuka soal dengan password peserta yang diberikan saat ujian,” terang Anies Baswedan memberikan penjelasan tentang UN CBT.
Anies melanjutkan, “Jika mati lampu software otomatis mengamankan datanya. Jika mengerjakan soal lalu mati di nomor 30, data tidak hilang. Jika listrik menyala mereka memulai lagi di soal nomor 31 dan waktu juga sesuai sisa waktu ujian.”
Setiap tahun saat UN selalu ada isu terkait dengan distribusi logistik soal. Dengan sistem berbasis online, setidaknya isu tersebut dapat lebih teratasi, dan dari sisi risiko terjadinya kebocoran juga dapat lebih terpantau.
Kekhawatiran Akan Persebaran Sistem Berbasis Komputer
Persebaran soal untuk UN CBT membutuhkan jaringan internet untuk sinronisasi. Berbicara tentang jaringan internet, mungkin sebagian dari kita akan mengerucutkan alis sambil berkata “Yakin mau mengadakan serentak di Indonesia?”. Mungkin sebagian dari kita juga mengira, bahwa persebaran internet masih mendominasi di wilayah barat saja, namun jangan salah, wilayah timur Indonesia tercatat memiliki peneterasi internet yang bagus.
Dan justru dengan tantangan pemerataan ini pemangku kebijakan juga bisa membuka mata lebih lebar melihat kondisi secara menyeluruh di wilayah di Indonesia dan dapat memeratakannya dengan memberikan suntikan perbaikan infrastruktur dan perbaikan sumber daya manusia yang ada.
Mempersiapkan Sejak Dini
UN CBT membawa siswa, guru dan sekolah kepada model pendidikan yang lebih modern dengan melibatkan teknologi, mau tak mau tugas pendidik sekaligus pemangku kebijakan di bidang pendidikan untuk mulai memperkenalkan pola ajar berbasis teknologi kepada siswa. Teknologi berbasis pendidikan sudah banyak dikembangkan, baik oleh vendor perangkat lunak dunia atuapun oleh pelaku industri startup dalam negeri.
Sebut saja karya dari Winatswan Gora dan tim yang mengembangkan sebuah media sosial edukasi bernama Kelase. Portal tersebut memungkinkan guru dan siswa menciptakan ruang kelas maya untuk mendukung berbagai aktivitas komunikasi dan kolaborasi di luar jam kelas. Tren penggunaan gadget dan internet yang terus berkembang disiasati dengan baik, terlebih dibubuhi bumbu-bumbu ala media sosial yang saat ini sangat mudah dan menarik untuk diadaptasi pengguna teknologi secara umum.
Selain Kelase, masih banyak starup lokal yang siap dan bisa sigap untuk mulai merapatkan diri, mulai dari Berguru, HarukaEdu, IniBudi, Kursus MariBelajar dan sebagainya.
Cara Baru, Kesempatan Baru
Komputerisasi UN bisa dilihat dari pandangan tentang hadirnya sebuah kesempatan baru untuk pengembangan suatu produk berbasis IT. UN CBT akan membuat masyarakat berbondong-bondong untuk mulai mempersiapkan diri dalam menghadapinya. Sebut saja sistem Try Out Ujian Nasional, simulasi yang sebelumnya dilakukan secara manual mengikuti tata cara pelaksanaan UN nantinya pasti juga akan beradaptasi dengan model pelaksanaan UN yang baru. Layanan online seperti Try Out Simulasi UN bisa jadi akan menjadi produk yang banyak diminati konsumen di sektor edukasi.
Sebagai sekolah dan pendidik yang baik, juga pasti akan mengatur pola untuk membiasakan siswa-siswinya tak asing dengan model belajar berbasis komputer. Pendidikan jarak jauh yang mulai dirumuskan kebijakannya dan dipraktikkan untuk uji coba kelayakan adalah salah satunya. Model pendidikan ini melibatkan teknologi telekonferensi untuk pelaksanaan sebuah kelas virtual. Bagi sekolah akan memberikan berbagai keuntungan strategis, seperti memungkinkan untuk bisa berkomunikasi antar sekolah atau guru di daerah lain atau bahkan di luar negeri secara mudah, siswa-siswi dapat berkolaborasi secara mudah dengan siswa-siswi di sekolah lain. Dan bagi pelaku industri IT, kesempatan juga terbuka lebar, untuk memfasilitasi aktivitas yang akan menjadi tren pendidikan di masa yang akan datang ini.
Masa Depan Yang Lebih Baik
Layanan publik yang terus dipadukan dengan teknologi akan memberikan kemudahan penggunaan bagi masyarakat. Beberapa waktu lalu kita disibukkan untuk melaporkan pajak pribadi, dengan sistem e-Filing yang telah dikembangkan memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat sebagai pelapor. Terhidar dari kemacetan di jalan, antrian yang panjang dikarenakan budaya melaksanakan sesuatu ketika mendekati deadline oleh masyarakat kita, dan kesalahan pengisian formulir berbasis kertas.
Begitu juga dengan pelaksanaan UN dengan menggunakan komputer. Isu tentang lembar jawaban yang rusak, pembagian soal yang tidak merata, kebocoran soal yang disebabkan saat distribusi dan sebagainya setidaknya bisa diminimalisir dan terpantau lebih rapi, karena dengan sistem komputer semua dapat dikelola dan dipantau secara mudah dan terpusat.
Jadi sudah selayaknya sebagai masyarakat kita ‘welcome’ dengan berbagai pembaruan yang mengikuti perkembangan jaman ini. Toh pada akhirnya kita di masyarakat juga akan ditutut untuk bisa beradaptasi dengan modernisasi ini. Kembali di awal terkait dengan esensi penggunaan teknologi, bahwa teknologi diciptakan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan, UN CBT bisa menjadi awal yang baru.