Di era pemerintahan yang baru ini, banyak sekali pemain industri teknologi yang menumpu harapan akan tercipta ekosistem industri yang nyaman dan kondusif untuk para startup bisa berkembang pesat. Selama ini ,tren masuknya investor (VC) asing jarang dibahas di tingkat pemerintahan, dan selama ini pula ekosistem startup di Indonesia makin menunjukkan taringnya di kancah internasional. Dan tentu saja, mulai banyak pihak yang gerah dengan banyaknya pemain asing di Indonesia.
Pada dasarnya, entrepreneur Indonesia tidak begitu peduli harus berurusan dengan pemodal asing maupun lokal, hanya saja, tidak banyak pemain lokal yang bisa diajak bekerjasama, setidaknya jika dibandingkan dengan pemain asing. Pada kenyataannya, lebih mudah untuk meyakinkan pemodal asing ketimbang pemodal lokal. Tentu saja ada pemodal lokal yang memang sudah mengerti, namun jumlahnya masih sangat sedikit.
Bisnis internet bukan bisnis mudah, barrier-to-entry yang relatif rendah membuat bisnis online yang sukses akan kebanjiran pesaing dalam waktu yang tidak begitu lama. Kecepatan menjadi faktor penentu yang bisa membedakan startup yang sukses dan gagal, inilah sebabnya bisnis internet termasuk bisnis dengan resiko yang tinggi dibandingkan bisnis sektor lain. Pemodal merupakan kunci penting untuk pertumbuhan, dan dalam beberapa kasus memastikan pemain lokal memiliki cukup resource untuk bersaing dengan pemain asing yang masuk ke pasar lokal.
Donald Wihardja, pemodal dari Convergence-Accel, berpendapat “Kita membutuhkan pasar yang vibrant, jadi tidak bisa over-protective. Harus ada aturan yang jelas dan masuk akal untuk para pemodal lokal dan asing bermain secara adil.” Untuk internet bisa menjadi industri, kita harus memiliki perusahaan lokal yang menjadi besar dan masuk ke ranah persaingan regional dan global. Uang juga memegang peranan penting dalam pertumbuhan sebuah startup, namun kontrol, menurut Donald, jauh lebih penting.
Agak tergelitik dengan polemik pemodal lokal vs asing, William Tanuwijaya, pendiri dan CEO Tokopedia ikut angkat bicara. William yang hampir sejak awal berdirinya Tokopedia telah berhasil meyakinkan 7 pemodal raksasa asing berharap bahwa pemerintah benar-benar memikirkan betul ekosistem startup yang kondusif ketimbang fokus ke masalah pemodal lokal vs asing. “Berkaca dari pemerintah Tiongkok yang protektif, akses terhadap produk asing dibendung, namun investasi asing justru didorong masuk untuk meningkatkan daya saing”, William mereferensikan Alibaba yang sejak dini didukung oleh raksasa asing Yahoo (A.S.) dan Softbank (Jepang).
“Ketika memilih membangun perusahaan internet”, lanjut William, “sejak hari pertama, kita sudah harus siap bersaing secara global. Segala aturan yang menghambat daya saing perusahaan lokal terhadap global adalah usaha untuk membunuh mimpi Indonesia untuk satu hari nanti punya perusahaan kelas dunia.” Namun William juga menekankan pada keterbatasan akses ke pendanaan yang nantinya justru menekan posisi startup yang mencari modal. “Ini masalah demand and supply” pungkas William.
William memiliki pandangan bahwa nasionalisme adalah tentang bagaimana kita sebagai entrepreneur di Indonesia bisa mendirikan startup yang memiliki produk yang mampu bersaing secara global. Masalah entrepreneur lokal bukan hanya di kekurangan akses terhadap pemodalan saja, masalahnya adalah akses terhadap know-how, kualitas SDM yang masih kalah bersaing secara global, akses ke network global. Masalah ini salah satunya bisa diatasi dengan masuknya pemodal asing yang tidak membawa kapital beserta pengetahuan.
Jadi untuk menjawab pertanyaan: Masihkah kita butuh VC asing? Sangat. Mungkin ini adalah saat kritis dimana kita harus benar-benar dibantu untuk transfer kapital dan know-how, dan jika pemerintah tidak bisa mengakomodir hal ini, maka VC asing mungkin jadi satu-satunya jawaban untuk akselerasi industri yang lebih menjanjikan.