Saya masih ingat pada saat acara hands-on TWS Huawei Freebuds SE, saya bertanya kepada Edy Supartono selaku Country Training Manager Huawei Indonesia. Pertanyaan tersebut bukan pada Freebuds SE, namun pada sebuah TWS dari Huawei yang sudah mendukung codec LDAC. Beliau meminta saya untuk menunggu tanggal mainnya. Dan benar saja, TWS bernama Huawei Freebuds Pro 2 pun diluncurkan di Indonesia.
Bagi Anda yang belum tahu, LDAC merupakan teknologi codec audio yang dikembangkan oleh Sony yang bisa mentransfer data audio hingga 990 Kbps melalui bluetooth. Biasanya, TWS yang ada saat ini hanya mendukung AAC yang memiliki 250 Kbps dan SBC yang mendukung hingga 320 Kbps. Akan tetapi jangan salah, AAC masih memiliki suara yang lebih bagus dari SBC karena algoritma kompresinya yang lebih baik dan efisien. Namun untuk suara yang lebih penuh, LDAC memang kerap dijadikan pilihan banyak orang.
Perangkat pendengar suara dengan konektivitas bluetooth yang menggunakan LDAC kerap memiliki suara yang penuh. Apalagi, file musik yang sedang dimainkan memiliki kompresi lossless yang sama dengan rekaman aslinya seperti FLAC dan ALAC. Akan tetapi dengan tingginya data yang ditransfer membuat koneksinya lebih sering tidak stabil, dan membuat suara terputus-putus. Oleh karena itu, sistem Android sering menurunkan bitrate hingga 330 Kbps dari 990 atau 660 Kbps agar menjadi stabil.
Huawei Freebuds Pro 2 memiliki spesifikasi sebagai berikut
Spesifikasi | Huawei Freebuds Pro 2 |
Bobot | 6,1 gram per earbuds, 52 gram case |
Chipset | Bestechnic Shanghai BES2700 |
Versi Bluetooth | 5.2 |
Ukuran Driver | ⌀11 mm dynamic + planar diaphragm driver |
Dimensi | 29,1 x 23,7 x 21,8 mm (earbud), 67,9 x 47,5 x 24,5 mm (case) |
Kapasitas Baterai | 55 mAh (per earbud), 580 mah (case) |
Codec | LDAC, AAC |
Huawei Freebuds Pro 2 juga memiliki segudang fitur premium dari sebuah TWS. Sebut saja Intelligence Active Noise Cancelling, Awareness, HD Voice, Equalizer dengan 4 profile, Clear voice, dan wireless charging. Dengan LDAC, TWS ini juga sudah memiliki sertifikasi dari HWA dan Hi-Res Audio Wireless. TWS ini juga lahir dari kerjasama antara Huawei dengan Devialet.
Pada perangkat yang satu ini, Huawei menggunakan chipset Bestechnic BES2700 dari Bestechnic Shanghai. Chipset ini sendiri masih menggunakan proses pabrikasi 12 nm sehingga membuat TWS ini lebih hemat daya. Cip ini sendiri memiliki kemampuan untuk memberikan latensi yang kecil sehingga cukup cocok digunakan dalam bermain game. Dan uniknya lagi, TWS ini bisa dihubungkan ke 2 perangkat sekaligus.
Desain
Sepertinya Huawei Freebuds Pro 2 ini juga menggunakan model semi in-ear. Earbuds-nya yang terbuat dari silikon memenuhi rongga telinga sehingga membuat tiap eartips-nya melekat pada telinga. Jika Anda menggoyang-goyangkan kepala, kedua eartips tersebut tidak akan jatuh. Hal ini berarti pula bahwa semua suara yang keluar dari driver-nya akan terhantar langsung ke rongga telinga dan tidak akan mengganggu suara musik.
Sama seperti TWS yang Huawei keluarkan hingga saat ini, Freebuds Pro 2 masih menggunakan bahan plastik polikarbonat yang tebal. Saat dipegang, TWS ini memang terasa kokoh sehingga saya tidak terlalu khawatir jika perangkat ini jatuh dari telinga. Charging case-nya juga memiliki build yang kokoh sehingga saya cukup yakin perangkat ini tidak akan rusak pada saat ditaruh pada kantung belakang dan tertimpa beban tubuh saat duduk.
Pada charging case ini terdapat sebuah lampu LED yang terletak dekat konektor USB-C di bagian bawahnya. Lampu LED juga akan ditemukan pada saat membuka tutup bagian atas dari charging case ini. Pada bagian kanannya terdapat sebuah tombol yang digunakan untuk melakukan pairing. Selain bisa diisi ulang dengan menggunakan kabel USB-C, Huawei Freebuds Pro 2 ternyata juga mendukung pengisian melalui Qi wireless charging.
Pada setiap earbuds-nya terdapat sebuah speaker, microphone, serta beberapa sensor. Pada bagian atas batang setiap earpiece-nya terdapat sensor sentuh yang bisa dikonfigurasi fungsinya dari aplikasi AI Life yang cukup sensitif. Dan pada bagian bawah dari batang TWS ini terdapat konektor untuk mengisi ulang baterai dari case-nya. Untuk mencegah salah posisi pada telinga, pada bagian dalam batangnya juga sudah terdapat tanda R dan L.
TWS yang satu ini sudah menggunakan driver dengan dimensi 11 mm yang lebih besar dari kebanyakan perangkat sejenis. Selain itu, Huawei juga menambahkan UHF planar diaphragm driver yang bakal meningkatkan kualitas suara lebih baik lagi. Huawei Freebuds Pro 2 juga memiliki ANC yang pintar, di mana akan mendeteksi tipe kebisingan sehingga bisa mengatur tingkat hening pada telinga penggunanya.
Baterai yang ditanamkan pada kedua buah earpiece ini memiliki kapasitas 55 mAh. Dengan kapasitas ini, Huawei menjanjikan pemakaian hingga 6,5 jam tanpa ANC dan 4 jam jika ANC dinyalakan. Untuk Charging case-nya sendiri sudah ditanamkan baterai 580 mAh yang membuat total pemakaian bisa mencapai 30 jam tanpa ANC atau 18 jam dengan ANC pada setiap pemakaian. Pengisian baterai dari charging case itu sendiri membutuhkan waktu sekitar 2 jam jika earbuds-nya ada di dalam.
Sama seperti kebanyakan TWS Huawei, software pendukungnya memiliki nama Huawei AI Life. Aplikasi tersebut akan menampilkan semua informasi yang ada pada Huawei Freebuds Pro 2. Selain itu, aplikasi ini pula yang bakal mendeteksi adanya firmware baru, bisa mengubah gesture, dan juga menyalakan fungsi LDAC pada beberapa smartphone lawas.
Sebulan penuh dengan musik
Saya merupakan orang yang percaya tentang sistem burn-in pada sebuah driver musik. Termasuk pada TWS Huawei Freebuds Pro 2, suara yang dikeluarkan juga berubah dari pertama kali saya pakai hingga seminggu setelah melakukan burn-in. Perangkat ini pun saya gunakan hampir setiap hari jika sedang bekerja di rumah menyambi melakukan review perangkat lainnya. Beberapa kali saya bawa pula untuk bepergian dan Alhamdulillah hingga sekarang kedua eartips-nya tidak hilang karena jatuh.
Pertama kali perangkat ini saya hubungkan ke smartphone, ternyata tidak terdeteksi adanya fungsi LDAC pada menu bluetooth. Ternyata setelah melihat aplikasi AI Life, perangkat ini baru bisa menggunakan LDAC setelah pilihannya dinyalakan. Setelah beberapa hari, ternyata masuk sebuah notifikasi firmware baru yang membenahi masalah tersebut. Sekarang, fungsi LDAC sudah tersedia setelah saya pairing ulang.
Untuk mencoba earbuds yang terpasang, saya mencoba memakainya saat sedang ada suara ribut. Saya mencoba mendengarkan musik pada saat anak-anak saya sedang bermain bola. Namun memang, suara yang ada masih terdengar masuk walaupun sangat kecil sekali. Saat itu pula saya mencoba menyalakan ANC dan ternyata suara yang masuk dari luar teredam dengan sangat baik.
Pengujian berlangsung dengan menggunakan aplikasi Apple Music yang sudah memiliki codec ALAC atau lossless. Tentunya, dengan codec ini suara yang dihasilkan jauh lebih detail serta penuh tanpa adanya kompresi yang menurunkan kualitas suaranya. Saya juga memasang pilihan 990 Kbps untuk bitrate LDAC pada developer options agar bisa mendapatkan transfer data yang paling tinggi. Untuk menjaga kestabilan, saya menjauh dari router agar koneksi 2,4 GHz antara WiFi dan bluetooth tidak terganggu.
Sebagai informasi saja, penggunaan bitrate 990 Kbps memang kerap terganggu jika ada koneksi 2,4 GHz dari perangkat lainnya. Hal tersebut membuat suara menjadi choppy dan lag. Secara default, Android akan memasangkan pada mode adaptive sehingga akan meningkatkan dan menurunkan bitrate sesuai dengan keadaan. Pada kondisi di mana banyak bentrokan gelombang 2,4 GHz, bitrate pasti akan turun hingga 330 Kbps yang sebenarnya masih cukup bagus dalam memancarkan suara.
Untuk menguji suara dari TWS ini, saya kembali mencari The Ultimate Demonstration Disc yang memang khusus dibuat untuk melakukan benchmark suara. Dalam lagu If I Could Sing Your Blues dari Sara K., saya bisa mendengar jarak antara satu alat musik dengan musik lainnya dengan jelas. Apalagi suara terompet yang jelas terdengar cukup jauh dan di sebelah kanan belakang.
Dalam mencoba transparansi suara, saya mencoba memainkan Played Twice dari The Fred Hersch Trio. Sayang memang, dengan profile default, suara simbal tidak terdengar dengan penuh. Setelah menggunakan profile Treble Boost, suaranya memang menjadi lebih nyata. Hal ini ternyata tidak mengurangi suara bas yang ada seperti kebanyakan TWS yang ada di pasaran.
Mendengarkan Dive dari Ed Sheeran memang biasa saya lakukan untuk menguji suara bass dari sebuah TWS. Banyak TWS yang akan over saat dentuman bass pada awal lagu dimainkan. Namun ternyata Huawei Freebuds Pro 2 bisa memberikan suara yang pas dan “nendang”. Jika kurang, profile Bass boost bisa menjadi pilihan yang tepat.
Selanjutnya, saya menggunakan TWS ini untuk melakukan panggilan melalui Google Duo. Aplikasi ini saya pilih karena codec-nya yang bernama Lyra mampu memberikan suara lebih jernih pada bitrate yang lebih rendah dan lebih jernih dari Opus. Ternyata, suara yang dihasilkan memang sangat baik dan terdengar dengan jelas. Sayangnya, saya tidak sempat mencoba mengujinya untuk menelpon di pinggir jalan raya yang penuh dengan mobil.
Lalu bagaimana jika perangkat ini digunakan untuk bermain game? Untuk ini saya menggunakan laptop dan bermain game Valorant yang membutuhkan ketepatan suara. Untuk hal ini, jangan lupa untuk menyalakan low latency pada Huawei AI Life di smartphone. Hasilnya memang memuaskan di mana semua suara bisa terdengar dengan jelas dan nyaris tanpa jeda sama sekali.
Saya bermain Valorant pada jam 10 tepat dan mendapatkan peringatan bahwa baterai hampir habis pada jam 1:15. Hal ini dimainkan dengan ANC yang menyala secara otomatis. Pada saat mencoba mendengarkan musik seharian tanpa ANC, perangkat ini bisa bertahan hingga 6 jam 10 menit saat peringatan baterainya menyala. Saya pun cukup nyaman menggunakan TWS ini tanpa adanya khawatir akan kehabisan baterai dalam waktu sehari.
Pengisian baterai dari charging case-nya memang cukup lama. Dari benar-benar kosong, saya membutuhkan waktu lebih dari 1 jam. Untuk tiap eartips itu sendiri, pengisian baterai dari benar-benar habis sekitar 40 menit dengan mendeteksi via buka tutup charging case dan melihat statusnya di AI Life. Saya cukup menyarankan untuk melakukan pengisian baterai pada saat eartips-nya digunakan untuk mendengarkan musik saat di rumah atau kantor.
Verdict
Mencari perangkat TWS yang memiliki konektivitas LDAC di Indonesia memang cukup terbatas pilihannya. Padahal, LDAC menawarkan suara penuh yang seringkali lebih baik jika dibandingkan dengan AAC atau SBC yang banyak ditemukan di Indonesia. Huawei pun akhirnya menambah pilihan TWS dengan codec LDAC di Indonesia. Perangkat tersebut adalah Huawei Freebuds Pro 2.
Oleh karena hadir dengan codec LDAC, maka suara yang diberikan oleh Huawei Freebuds Pro 2 memang sangat baik. Saya pun sangat puas dalam mengujinya dengan waktu sekitar 1 bulanan dan hampir tidak pernah pindah ke koleksi headphone yang saya miliki. Hal ini saya lakukan pada saat mendengarkan musik serta bermain game. Sayang memang, ANC membuat daya tahan baterainya lebih cepat habis.
Huawei menjual perangkat TWS Freebuds Pro 2 dengan harga Rp. 2.799.000. Pengguna juga tidak perlu membeli keseluruhan paket jika salah satunya ada yang hilang. Jika earbud-nya hilang, maka pengguna bisa membelinya dengan harga Rp. 1.310.000 per perangkat. Sedangkan jika charging case-nya rusak atau hilang setelah masa garansi, bisa dibeli dengan harga Rp. 918.000.
Sparks
- Suara mantap dengan LDAC
- Latensi yang kecil, sangat cocok untuk bermain game
- Memiliki desain yang membuatnya tidak bisa jatuh dari telinga
- ANC otomatis yang mendeteksi keadaan
- Banyak fitur yang membuat suaranya lebih baik lagi
Slacks
- Daya tahan baterai saat ANC menyala kurang panjang
- Ada fitur yang hanya bisa digunakan pada EMUI saja