Siapa sangka, solusi digital untuk kesehatan merebak pesat saat pandemi Covid-19. Visi dan misi yang digagas Halodoc sejak lima tahun lalu menjadi pembuktian bahwa ‘healthtech is here to stay in Indonesia’. Di saat yang sama, mereka juga belajar banyak dari pandemi dan bagaimana bereaksi dalam memberikan dampak lebih jauh buat Tanah Air.
Co-founder & CEO Halodoc Jonathan Sudharta menceritakan banyak hal mengenai startup yang ia rintis sejak awal ini di rumah kediamannya di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
“Saat itu [saat baru beroperasi] kita bangga-bangganya punya 4 ribu dokter, di bulan pertama kita punya 100 ribu user, tapi rating aplikasinya 1,9. Awalnya kita anggap punya ribuan dokter itu bagus. Akhirnya kita berbenah dan mendapat insight bahwa kita perlu proper product that solving the right pain. Dan dalam proses solving pain, kita perlu gabungkan produk, operasional, dan teknologi,” ujar Jonathan memulai perbincangan.
Ia melanjutkan, “Kita menemukan hal-hal kecil yang sebelumnya tidak terpikirkan, ternyata fokus on the right problem is not the solution. Mantra kita adalah ‘don’t falling in love with solution, tapi falling in love with the right pain’. Dari situ kita mulai eksperimen untuk hanya mengaktifkan lima dokter yang selalu aktif buat menjawab keluhan pengguna. [..] Dengan perubahan itu rating naik jadi ke 4.”
Upaya memahami ‘passion pain’, istilah yang ia sebut, membawa banyak dampak bagi keseluruhan pendekatan produk di Halodoc, terutama saat pandemi. Solusi tes drive thru untuk tes Covid-19 dan vaksin adalah salah satu realisasi perusahaan yang diambil dari pendekatan tersebut dan masih beroperasi hingga saat ini.
“Sekilas kami sudah bantu lebih dari 630 ribu orang untuk vaksin drive thru, mungkin ini tidak seberapa dibanding populasi di Indonesia. Tapi secara private, kita salah satu yang terbesar. Misi kami adalah simplifikasi layanan kesehatan yang enggak hanya bicara tentang bisnis saja.”
Tak hanya masyarakat yang berbondong-bondong menggunakan layanan telemedis, dari sisi suplai para dokter juga turut menunjukkan ketertarikannya. Disebutkan saat Covid-19 pertama kali merebak, terdapat lebih dari 500 dokter per minggu yang onboard ke dalam aplikasi Halodoc. Hingga kini, Halodoc memiliki lebih dari 20 ribu dokter.
Sedari awal, Halodoc menempatkan diri sebagai startup telemedis yang memiliki solusi telekonsultasi dengan jaminan 15 detik langsung direspons oleh dokter dan layanan pembelian obat di apotek dengan jaminan 15 menit sampai di rumah. Kedua layanan tersebut menjadi sumber monetisasi perusahaan karena ada komisi yang didapat dari setiap transaksinya.
Jonathan mengklaim kontribusi dari keduanya cukup imbang porsinya, mampu membuat perusahaan masuk dalam posisi yang sudah cetak untung. Akan tetapi, ia masih berusaha untuk meningkatkan volume transaksi dari kedua kanal tersebut agar Halodoc dapat menjadi perusahaan yang berkelanjutan ke depannya.
“Kita enggak bohong masih mencari cara buat sustain. Ada pepatah di dunia digital ‘kalau enggak bisa bangun 10x experience, jangan harap kamu jual service kamu’. Tapi kalau sudah sampai di titik itu, buktikan kalau sudah punya product market fit, di mana orang mau bayar service kamu.”
Meski tidak disebutkan jumlah pengguna Halodoc, Jonathan merinci bahwa sebanyak 30% berada di Jabodetabek, dari angka tersebut pengguna dari Jakarta hampir mendominasi sekitar 20%. Kemudian, sisanya dari luar Jabodetabek dan 50% di dalamnya berada di luar Pulau Jawa.
Aplikasi Bidanku
Hal menarik lainnya yang disampaikan Jonathan dalam kesempatan tersebut adalah cerita bagaimana ia mampu menarik pasangan Bill Gates dan Melinda Gates untuk berinvestasi di Halodoc. Singkat ceritanya, Jonathan terpilih sebagai salah satu delegasi untuk program pelatihan yang diadakan oleh yayasan filantropi tersebut beberapa tahun pada beberapa tahun sebelumnya, hingga akhirnya resmi suntik Halodoc pada 2019.
Dalam salah satu kesempatan, seluruh peserta mendapat kesempatan untuk makan siang bersama Bill Gates. Jonathan tampil dengan pakaian yang berbeda dengan persyaratan yang waktu diberikan panitia. Ia berhasil menarik perhatian Bill Gates dan melakukan pitching yang intinya mengajukan bagaimana yayasan filantropinya dapat membantu masyarakat Indonesia.
“Waktu itu saya langsung pitching yang intinya ingin mengajak kerja sama, bukan untuk funding. Tapi dari mereka akhirnya ada pendekatan yang berbeda untuk menyelesaikan isu kesehatan dibutuhkan teknologi digital, keputusan inilah yang membuat akhirnya mereka berinvestasi ke Halodoc.”
Bentuk realisasi dari investasi tersebut adalah aplikasi Bidanku. Aplikasi ini murni untuk sosial, bersifat gratis diperuntukkan buat para bidang di daerah terpencil. Bidan menjadi perpanjangan tangan Halodoc untuk masuk ke daerah terpencil, populasi bidan di Indonesia saat ini sekitar 240 ribu orang.
Halodoc ingin menyelesaikan bagaimana bidan bisa menangani pasien lebih baik dengan output angka kelahiran lebih baik, tingkat kematian rendah, dan sebagainya. Aplikasi ini fokus menyelesaikan masalah administrasi yang sebelumnya para bidan harus melowongkan waktu setidaknya dua jam setiap harinya untuk mengurusnya.
Tak hanya itu, aplikasi ini dapat mengelola data dan kartu digital pasien, akses riwayat kunjungan pasien dengan terangkum otomatis dalam laporan Puskesmas digital, dan mengirim pengingat kunjungan ke WhatsApp, dan cek rekap praktik untuk kelola & kembangkan praktik. “Para bidan yang sebelum dan setelah pakai aplikasi, jumlah kunjungan naik dua kali lipat karena sebelum ada app banyak yang jadwalnya tidak terkontrol.”
Ia melanjutkan, “Halodoc enggak semuanya penuh ‘daging’, banyak faktor kemanusiaan yang kami kerjakan. Ini bagian dari sociopreneur, ada bagian entrepreneur yang harus sustain. Tapi enggak lupa dengan panggilan kita untuk bantu orang lain.”
Rencana berikutnya
Healthtech merupakan industri yang baru lahir semenjak pandemi. Produknya benar-benar baru tervalidasi ketika pandemi. Untuk itu, banyaknya pemain healthtech yang menyajikan solusi serupa, tidak dianggap sebagai kompetitor oleh Jonathan. Ia justru melihat bahwa di dunia kesehatan semakin banyak solusi maka akan semakin banyak orang yang bisa mendapat akses kesehatan.
Halodoc termasuk ke dalam salah satu startup healthtech yang tergabung dalam Aliansi Telemedik Indonesia (ATENSI) bersama dengan 30 perusahaan lainnya. Asosiasi ini baru berdiri akhir tahun lalu, di tengah-tengah pandemi. Perusahaan lainnya ada Alodokter, Good Doctor, Klikdokter, Homecare24, dan masih banyak lagi.
“Di dunia kesehatan kita enggak boleh melihat pemain lain sebagai kompetitor, justru memacu kita buat tumbuh lebih baik.”
Rencana berikutnya perusahaan setelah pembelajaran dari pandemi ini adalah fokus pada tindakan preventif. Hal tersebut dapat terlihat dari sejumlah fitur di aplikasi yang masuk ke dalam kolom Penunjang Kesehatan, seperti fitur paket asuransi kesehatan bersama Asuransi Astra, risiko diabetes, kalender menstruasi, kalkulator BMI, kalender kehamilan, risiko jantung, pengingat obat, hingga donasi.
“Kami berharap Halodoc bisa menjaga pasien tetap sehat. Kami menjaga mereka dengan fitur-fitur, seperti tes singkat risiko diabetes karena kami berusaha untuk menjaga mereka sehat dan menjadi bagian dalam sehatnya orang-orang,” tutupnya.