Indonesia adalah negeri kepulauan yang sangat luas, terdiri dari 18.000 ribu lebih pulau. Kalau ada satu hal yang bisa kita banggakan dari negeri ini adalah keindahan alamnya. Terlepas dari permasalahan infrastruktur yang buruk, kita tahu bawa tak semua wilayah indah tersebut tourist friendly. Dan satu hal lagi, Bali bukan satu-satunya kawasan indah di Indonesia.
Mencoba untuk membuka mata dan wawasan orang Indonesia untuk lebih aware dengan tak hanya keindahan alam, namun kekayaan budaya, hingga acara adat yang ada di Indonesia, Amalla Vesta mendirikan LiburanLokal.
Vesta mengakui saat ini sudah banyak entrepreneur yang menawarkan paket liburan. Bedanya yang ditawarkan oleh LiburanLokal adalah paket yang membuat wisatawan bisa berinteraksi dengan penduduk lokal.
“Kalau liburan biasa, biasanya kita mengunjungi daerah wisata, menginap di hotel dan menikmati indahnya alam di Indonesia dan aktifitas yang bisa dilakukan. Kalau ini (LiburanLokal) wisatawan diajak tinggal bersama penduduk lokal, berinteraksi dengan mereka dengan kesehariannya,” ujar Vesta kepada DailySocial di acara Ideafest 2013, minggu lalu.
Dengan mengikuti program mereka, pengunjung bisa juga memelajari keseharian proses sederhana pengolahan biji kopi atau tarian daerah. Dengan interaksi yang dalam, LiburanLokal mengharapkan akan terjadi pertukaran budaya. Sesama orang Indonesia bisa saling lebih mengenal.
Dengan semangat ini, LiburanLokal bekerjasama dengan organisasi SabangMerauke (SM). SabangMerauke merupakan sebuah sebuah organisasi pertukaran pelajar dalam negeri. Visinya mirip dengan LiburanLokal, membuka cakrawala anak Indonesia, dan menanamkan nilai kebhinnekaan.
“Karena LiburanLokal menawarkan deep interaction, maka perlu sekali untuk mengajak wisatawan ke tempat yang pernah LiburanLokal dan SM kunjungi dan kenal baik. Maka kerjasama ini terjalin,” lanjut Vesta.
LiburanLokal dan SM menawarkan sebuah program yang mereka sebut Peta Siar Nusantara. Paket melancong ini akan terdiri dari tiga nilai. Pertama, harus ada nilai pendidikannya. “Artinya pengunjung dan yang dikunjungi sama-sama mendapatkan ilmu,” jelas Putri dari SabangMerauke.
Vesta memberi contoh hal yang paling sederhana, misalnya makan. Karena kita tinggal dengan penduduk lokal maka kita makan bersama mereka dan yang menyediakan masakan tuan rumah. Kalau kebetulan pengunjung bisa masak, mereka bisa membantu proses pengerjaan. Saling tukar resep dan tip memasak. “Kalau penduduk lokal tahunya ikan hanya dibakar, mungkin pengunjung bisa memberi masukan bahwa mengolah ikan bisa dipepes. Ajarin penduduk lokalnya.”
Kedua, harus ada nilai toleransi, yang diharapkan bisa tumbuh dengan berkenalan dengan penduduk lokal secara langsung. “Kalau kita tahu bahwa untuk menghasilkan satu kain tenun itu butuh proses pengerjaan tiga bulan, tentu saja saat membeli kain tenun seharga 500 ribu rupiah, pasti enggak tega nawarnya. Siapa yang mau kerja tiga bulan dibayar hanya segitu?”, ujar Vesta.
Terakhir, yang pasti nilai Indonesianya. Beragam suku yang ada di Indonesia ini bisa menjadi bumerang yang berujung pada perpecahan hanya karena kurang pengetahuan dan pengertian akan perbedaan adat dan cara pandang jika tidak dijembatani. Area ketidaktahuan sebenarnya secara psikologis memicu ketakutan dari dalam diri manusia. Kalau sudah takut, reaksi paling dasar adalah lari atau melawan. Bentuknya bisa menjadi tidak peduli dengan orang-orang yang berbeda latar belakang dengan kita dan menjaga batas dengan mereka.
Ingat pepatah “Tak Kenal Maka tak Sayang”. Pepatah ini merupakan kata bijak yang memiliki makna dalam dan luas dan juga peranan penting dalam persatuan negeri yang isinya sangat beragam ini.
[Ilustrasi foto: Sumbawa Beach from Shutterstock]