Baru-baru ini saya membuka-buka ulang kembali buku terbaru tulisan Steve Blank dan Bob Dorf: The Startup Owner’s Manual. Untuk yang belum tahu Steve Blank, silahkan google namanya dan baca blognya. This guy is the real startup guru.
Salah satu bagian yang saya baca ulang adalah definisi Steve & Bob tentang startup, yang sedikit banyak mengingatkan saya kepada post pertama Suzuki di DailySocial ini. Pengalaman saya bertemu dengan para pebisnis cukup konsisten dengan banyak orang lain dan sampai pada kesimpulan yang sama: bagaimana nasib sebuah bisnis sangat berbanding lurus dengan mindset atau alasan mengapa si pendiri memulai bisnis tersebut.
Satu contoh yang sangat dekat dengan saya pribadi adalah bisnis istri saya: QM Financial. Istri saya, Ligwina, mendirikan bisnis ini dengan beberapa partner lain, tetapi dia menjadi pemegang saham mayoritas di sana. Dia mengakui, pada saat mendirikan bisnis dan di awal bisnis ini berjalan, mindset-nya menjadikan ini sebagai sampingan. Baru sekitar lima tahun lalu dia mengubah mindset-nya setelah melihat bahwa bisnis ini sangat tergantung kepada pendirinya, bahkan saat itu sudah ada beberapa karyawan yang bekerja fulltime dan menggantungkan pendapatannya di sana.
Meminjam kata-katanya, yang terjadi saat itu adalah perubahan mindset untuk “menjadi CEO dan pemilik bisnis, bukan ibu rumah tangga yang punya mainan sampingan”. Mulai saat itulah pertumbuhan bisnisnya semakin cepat, bahkan mempermudah keputusan saya untuk meninggalkan pekerjaan dan memulai bisnis saya sendiri, karena pendapatan dari bisnis ini sudah sebanding dengan gaji bulanan saya dulu. Sekoci sudah siap sebelum membakar kapal.
Yang pernah saya pelajari dari para business coach, apa yang kita miliki (Have) dalam bisnis -ataupun hidup- akan sangat tergantung dari bagaimana persepsi kita terhadap diri sendiri (Be) dan bagaimana usaha kita (Do)
Be x Do = Have
Kembali ke pertanyaan yang sama dengan Suzuki, mengapa Anda sudah/ingin memulai bisnis? Menurut Steve Blank, ada beberapa tipe startup yang menurut saya sangat terhubung dengan mindset para pendirinya:
- Small Business: menurut statistik di buku ini, 99.7% dari bisnis di US masuk dalam kategori ini. Bisnis kecil yang cukup menguntungkan untuk pemiliknya dan menyerap tenaga kerja, tetapi bukan tipe yang akan menaklukkan industri, mengubah dunia, atau akan berharga ratusan juta dollar. Menurut saya, untuk mencapai titik ini juga tidak mudah. Dan untuk beberapa orang, memiliki bisnis tipe ini yang bisa menghasilkan pendapatan layak, sudah cukup. Tidak semua kesuksesan diukur dari uang, kan? Bukan dosa juga kalau Anda sudah puas dengan bisnis tipe ini, bahkan mungkin lebih baik kalau Anda juga punya target dampak positif ke lingkungan sekitar. Daripada bisnis besar tetapi menyengsarakan jutaan orang?
- Scalable Startups: bisnis yang awalnya mungkin kecil, tetapi punya potensi mengubah dunia. Inilah bisnis-bisnis yang berpotensi dijadikan buku dan case study di mata kuliah entrepreneurship. Apple, Microsoft, Google, Facebook di sektor digital dan bisnis riil seperti Ford, McDonald, Disney, Toyota. Bisnis seperti inilah yang paling menarik untuk investor tipe angel investor dan Venture Capital. Dari 20 yang mereka investasikan, mungkin hanya 1 yang menjadi besar, dan yang lain berakhir tragis, bangkrut sebelum ‘jadi’. Tapi inilah model investasi mereka: mencari home-runs. Resiko sangat tinggi dengan gain yang juga sangat tinggi
- ‘Buyable’ Startups: bisnis yang sulit untuk mendapatkan keuntungan jika berdiri sendiri, dan baru akan menguntungkan pendirinya (dan para investor awalnya) jika dibeli oleh perusahaan lain. Contoh paling mudah adalah Instagram. Bisnis yang sulit menghasilkan pendapatan sendiri tetapi memiliki strategic fit dengan banyak perusahaan besar (mis. Google, Apple dan Facebook yang akhirnya membeli mereka). Menurut saya ini contoh yang buruk untuk startup Indonesia. Instagram hanyalah satu dari ribuan startup serupa yang berakhir happy ending. Dan secara prinsip ini sangat bertentangan dengan prinsip saya prbadi: bisnis adalah untuk memecahkan masalah dan menghasilkan nilai ekonomis, apa pun itu. Kalau Anda memulai bisnis dengan tujuan dibeli perusahaan lain tanpa memikirkan bagaimana bisnis akan berkembang secara organik (menghasilkan keuntungan), Anda berada di sisi seberang samudera dengan saya
Kembali ke pertanyaan di awal, apa tujuan Anda mendirikan startup? Kalau sekedar ingin kaya, lupakan. Kalau Anda ingin membuat bisnis tipe pertama atau kedua di atas (bahkan tipe ketiga juga..), Anda harus serius menjalankannya. Jangan pikir menjalankan bisnis itu mudah, selalu fun, dan selalu berakhir happy ending. Ini jauh dari film Hollywood dan Bollywood/ Seoullywood. Di blog pribadi saya bulan lalu juga baru menuliskan betapa sulitnya mengatur cashflow sebagai darah dalam bisnis, yang akhirnya kembali ke mindset.
So if you think being an entrepreneur is ‘cool’, start another discussion with the person in the mirror.
Setelah 12 tahun berkecimpung di dunia perbankan, Dondi Hananto mendirikan Kinara Indonesia, sebuah inkubator bisnis di Indonesia yang memiliki visi untuk membangun ekosistem kewirausahaan di Indonesia. Ia juga merupakan salah satu pendiri Wujudkan, sebuah platform crowdfunding untuk merealisasikan berbagai macam proyek kreatif di Indonesia. Anda dapat follow Dondi di Twitter, @dondihananto.
[ilustrasi foto dari Shutterstock]