Dark
Light

[Manic Monday] Pertemuan Musik, Kewirausahaan dan Teknologi

1 min read
April 22, 2013

Hari Sabtu kemarin, tanggal 20 April 2013, saya dan beberapa teman-teman berkesempatan untuk membuat kumpul-kumpul kecil-kecilan untuk berdiskusi soal musik, kewirausahaan, dan teknologi. Pertemuan ini dimulai dari berkumpulnya beberapa orang dalam grup yang berjudul sama di Google+, yang dimoderatori oleh Robin Malau dan Widi Asmoro. Melihat ramainya diskusi di grup ini, dan begitu beragamnya topik yang sudah dibahas dalam umur grup yang masih dalam hitungan beberapa minggu, saya pun menawarkan untuk membuat pertemuan pertama grup ini di kantor Think Web, yang merupakan tempat kantornya Wooz.in juga. Terima kasih pada Ramya Prajna yang sudah menyediakan tempat dan peralatan audiovisual.

Yang hadir tak sampai 20 orang, tapi materi yang dibahas semuanya sangat menarik.

Hang Dimas, dari jadwalnya yang sangat sibuk menyempatkan diri datang dan membahas soalnya pentingnya bisnis penerbit musik, dan bagaimana membuat pola industri musik yang akan memberikan manfaat jangka panjang pada pelaku intinya, yaitu musisi dan pencipta lagu. Adityo Pratomo berargumen tentang betapa teknologi seharusnya memberikan cara baru untuk menikmati musik – misalnya, musik tidak melulu harus berdurasi tetap, atau musik dan visual dapat dijadikan sebuah komposisi yang harmonis dan interaktif. Musik seharusnya bisa dipresentasikan dalam format yang baru.

Yohan Totting bercerita soal pentingnya database lagu seperti Gracenote dan Music Brain, karena kedua layanan music database ini digunakan oleh begitu banyak layanan untuk membantu orang mencari musik. Yohan mengajak semua musisi Indonesia untuk memasukkan data lagunya ke kedua database ini, dan juga menjelaskan caranya; bahkan Yohan mengusulkan bahwa Indonesia membuat sendiri sebuah Digital Music Database. Wiku Baskoro memaparkan soal benturan antara media teknologi dan musik, dan bagaimana benturan tersebut dapat bermanfaat untuk industri musik secara umum. Noor Kamil mengungkapkan bahwa industri musik bukan hanya industri musik rekaman, dan banyak jalur untuk mendulang emas bagi musisi yang ingin bekerja keras. Bergabung atau tidak ke major label? Itu optional saja…

Tentunya pertemuan seperti ini tidak melulu hanya mengenai beberapa orang presentasi. Yang dirasakan sangat menarik buat saya dan beberapa orang yang datang adalah diskusi yang muncul seiring dengan presentasi-presentasi tersebut, yang harapan saya dapat memberikan ide atau inspirasi bagi semua yang datang untuk melakukan sesuatu. Bertahannya industri musik secara berkesinambungan akan bergantung pada munculnya banyak hal kecil baru, bukan “the next big thing“, dan semakin banyak orang yang terlibat dalam eksplorasi dan pembangunan industri musik ke berbagai arah yang baru, semakin baik.

Tentunya ini bukan solusi, karena tetap saja belum tuntas atau #unresolved – tapi dengan semangat itu kita bisa melangkah terus untuk berkarya dengan lebih baik. Rencana bisnis yang baik itu juga bisa disebut karya kan 🙂 Nah, kalian punya ide apa?

Ario adalah co-founder dari Ohd.io, layanan streaming musik asal Indonesia. Ario bekerja di industri musik Indonesia dari tahun 2003 sampai 2010, sebelum bekerja di industri film dan TV di Vietnam. Anda bisa follow akunnya di Twitter – @barijoe atau membaca blog-nya di http://barijoe.wordpress.com.

[Gambar oleh Pugar Restu Julian – Komunitas Musik, Wirausahawan, Teknologi]

Previous Story

[Manic Monday] Music, Entrepreneurship And Technology Gathering

Next Story

TouchTen Kembangkan Bisnis Game Publishing, Terbitkan Dua Permainan Buatan Tinker Games

Latest from Blog

Don't Miss

The Beatles pakai AI untuk rilis lagu baru

Berkat AI, The Beatles Siap Rilis Lagu Baru dengan Vokal John Lennon

Haruskah penggunaan AI dilarang di industri musik? Jawabannya sudah pasti
Google MusicLM

Google Pamerkan MusicLM, AI yang Mampu Menyulap Teks Menjadi Musik

Kemunculan DALL-E, Midjourney, dan sederet artificial intelligence (AI) jago gambar