Dark
Light

Berkah Marketplace Barang Bekas di Tengah Pandemi

6 mins read
December 8, 2020
DailySocial mencoba mencari tahu perkembangan bisnis layanan marketplace barang bekas selama pandemi. Kami mewawancarai OLX, Thinkerlust, dan Carousell/ Depositphotos
DailySocial mencoba mencari tahu perkembangan bisnis layanan marketplace barang bekas selama pandemi. Kami mewawancarai OLX, Thinkerlust, dan Carousell/ Depositphotos

Indonesia resmi masuk jurang resesi di kuartal ketiga kemarin. Meski demikian, selalu ada titik terang dalam perekonomian. Ia adalah bisnis barang bekas (secondhand/preloved) yang dimanfaatkan banyak orang untuk memperoleh tambahan pemasukan dengan mengurangi isi barang-barang yang tak terpakai di rumah.

Industri ini termasuk bagian layanan e-commerce. Laporan e-Conomy 2020 yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company memperlihatkan GMV industri e-commerce di Indonesia naik 54% menjadi $32 miliar pada 2020, dari sebelumnya $21 miliar pada tahun lalu.

Momentum pertumbuhan drastis ini tercermin dari peningkatan hingga lima kali lipat jumlah supplier lokal yang mencoba berjualan online karena pandemi. Diprediksi pada 2025 mendatang industri ini melejit hingga $83 miliar, naik sebanyak 21%.

Di Indonesia, pemain marketplace barang bekas ini terbagi menjadi dua segmen utama, yakni otomotif dan non otomotif. Mereka yang spesifik masuk ke pasar otomotif bekas ini adalah OLX (membuat unit bisnis baru lewat akuisisi BeliMobilGue / OLX Autos), Mobil123, Carmudi, RajaMobil, Oto.com, Garasi, Momobil, Seva, Carsome, Carro dan masih banyak lagi.

Sementara pemain non otomotif didomimasi mereka yang fokus ke bidang fesyen, kecantikan, kesehatan, perlengkapan anak, bahkan ada yang niche khusus produk high-end dari brand ternama. Nama-nama pemain yang termasuk di area ini adalah Tinkerlust, Carousell, Hunt Street, Banananina, The Brand Buffet, dan Second Chance.

DailySocial berkesempatan mewawancarai tiga pemain marketplace barang bekas, yakni Tinkerlust, Carousell Indonesia, dan OLX Indonesia untuk melihat bagaimana dampak pandemi terhadap bisnis mereka.

Kembali bergairah, meski sempat lesu

Co-Founder dan CEO Tinkerlust Samira Shihab mengaku perusahaan tidak begitu merasakan dampak yang signifikan dari pandemi. Angka listing yang diterima (inbound) berada dalam kategori normal, kecuali pada dua bulan awal pandemi, yakni April dan Mei yang sempat berkurang.

“Namun sekarang sudah kembali normal, bahkan lebih banyak dibandingkan sebelum pandemi. Dari segi sales, kami melihat GMV masih stabil,” ucapnya kepada DailySocial.

Samira berasumsi penurunan itu terjadi karena perusahaan tutup di masa PSSB dan karantina. Setelah perusahaan mengumumkan buka seperti biasa, listing yang masuk kembali masuk ke angka normal. “Kategori listing teratas Tinkerlust adalah pakaian. Top 3-nya di kategori ini adalah blouse, mini dress, dan pants.”

Tinkerlust juga menangkap cara baru konsumen dalam menikmati konten. Samira menuturkan, sebelum pandemi konsumen menikmati cara pemasaran dan konten yang berfokus pada produk atau jasa yang ditawarkan. Namun sekarang, konsumen lebih memerhatikan konten yang engaging dan menghibur.

Dari sana, perusahaan mulai mengubah strategi media sosial dan pemasaran agar tetap relevan dengan ketertarikan audiens. “Kita juga lihat banyak retail yang biasanya lebih fokus di offline, sekarang lebih sering ada online activation dan kerena itu Tinkerlust harus lebih kreatif dengan konten, lebih sering juga dengan online activation yang menarik dan tetap engaging.”

Kondisi yang sama juga terjadi di Carousell. Country Marketing Manager Carousell Indonesia Elsa Indah Pertiwi mengungkapkan pada awal Maret, ketika Covid-19 masuk ke Indonesia, terjadi penurunan jumlah listing karena ketidakpastian pandemi.

Akan tetapi, satu bulan kemudian, terjadi peningkatan traffic yang signifikan dari keseluruhan aktivitas di Carousell. Lebih banyak pengguna yang mencari barang, melihat-lihat, berbelanja, atau membandingkan harga.

“Sejak pertama kali Carousell diluncurkan di Indonesia, kategori fashion menjadi kategori dengan angka listing tertinggi, menyusul kategori health & beauty dan babies & kids. Namun saat ini kami melihat peningkatan yang signifikan juga pada kategori elektronik dan home & furniture,” imbuh Elsa.

Sumber: Carousell
Sumber: Carousell

Kenaikan kategori tersebut, sambungnya, sejalan dengan perubahan kebiasaan konsumen dengan normal baru. Semenjak bekerja dari rumah, banyak pengguna Carousell yang ingin merenovasi ruang kerja mereka jadi lebih nyaman.

Di samping itu, pembelajaran di sekolah kini bergeser ke online mengharuskan siswa memiliki alat elektronik seperti laptop dan meja lipat untuk mendukung aktivitas tersebut.

Elsa tidak memaparkan lebih jauh kontribusi bisnis Carousell di Indonesia dibandingkan tujuh negara lainnya tempat mereka beroperasi. Carousell termasuk salah satu marketplace barang bekas terbesar di Asia Tenggara yang berkantor pusat di Singapura.

Di delapan negara operasional, Carousell mencatatkan lebih dari 250 juta listing dan puluhan juta pengguna sejak dirilis pertama kali pada 2012. Perusahaan masuk ke Indonesia pada 2015.

Sementara itu, OLX Indonesia memaparkan pada Oktober kemarin terjadi kenaikan jumlah listing lebih dari 15% untuk kategiru elektronik & gadget, properti, hobi & olaraga, dibandingkan pada awal pandemi. “Sementara dari sisi permintaan saja, ada kenaikan lebih dari 10% untuk kategori mobil, motor, dan properti untuk periode yang sama,” papar Direktur Marketing OLX Indonesia Ichmeralda Rachman.

Melda, panggilan akrab dari Ichmeralda, lebih banyak menjelaskan bagaimana dampak pandemi dari sisi OLX Autos, ketimbang kategori lainnya di dalam OLX Indonesia. Ia mengutip dari studi yang dilakukan OLX Autos berjudul “Sentiment Monitoring” yang diluncurkan saat pandemi, memperlihatkan ada peningkatan sebesar 15%-20% pada permintaan kategori mobil bekas semenjak relaksasi PSBB.

Masa depan marketplace barang bekas

Melda melanjutkan, dari hasil studi tersebut juga dipaparkan sebanyak 52% responden memiliki keinginan untuk membeli mobil dibandingkan pada masa awal pandemi yang hanya 22%. kemudian, sebanyak 43% responden memilih untuk menggunakan mobil pribadi dibandingkan dengan masa awal pandemi yang hanya 33% saja.

“Jika dilihat dari listing dan demand iklan baris dan juga hasil studi OLX Autos, OLX Indonesia percaya bahwa pada sisi kategori mobil bekas, masih ada potensi besar yang dapat dikembangkan.”

OLX Indonesia berambisi menjadikan OLX Autos pemain terdepan yang spesifik khusus menggarap pasar mobil bekas, sekaligus membangun ekosistem ke arah yang lebih baik. Sejauh ini, inovasi yang mereka hadirkan mulai dari OLX Jual Mobil Instan, OLX Authorized Dealer, dan OLX Autos Jual-Beli-Tukar Tambah.

Inovasi yang terakhir (Jual-Beli-Tukar Tambah) dirilis di tengah-tengah pandemi. Melda menuturkan, fitur ini memfasilitasi pelanggan dalam jual, beli, dan tukar tambah mobil bekas. Sebelumnya pengalaman konsumen dapat melihat inventaris secara online, sekarang pelanggan dapat melihat langsung di toko offline.

Mengutip laporan yang berbeda, “The New Normal of Indonesia Used Car Industry”, ia memperlihatkan lebih dari 60% responden menuturkan pemulihan akan berlangsung lebih dari tiga bulan. Meski demikian, industri mobil bekas diharapkan akan mulai pulih pada 2-3 bulan dengan pemulihan berbentuk V-Shape, yang umumnya ditandai dengan kenaikan tajam ke puncak kurva setelah sebelumnya menurun tajam.

“Pasar mobil bekas masih memiliki market tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Dengan pandemi Covid-19, tidak sedikit pelanggan yang mulai mempertimbangkan untuk memiliki kendaraan sendiri, dibandingkan menggunakan transportasi umum untuk aktivitas sehari-hari.”

Di sisi lain, Samira menjelaskan, selama beberapa tahun ke belakang, tren thrifing kembali menjamur di media sosial, khususnya Instagram dengan ciri khas masing-masing. “Kita juga lihat konsumen lebih aware dengan sustainability and smart shopping. For us, preloved shopping ada banyak sisi positif karena memberikan dampak positif bagi lingkungan, lebih cost-effective, dan memberikan pengalaman yang berbeda dari belanja produk baru.”

Seluruh sisi positif ini dianggap sangat menarik bagi kaum milenial dan tidak menutup kemungkinan bisnis seperti ini akan tetap populer di generasi selanjutnya.

Elsa turut menambahkan, buat penjual barang bekas era pandemi ini membuat ekonomi di Indonesia kurang stabil, ia yakin bisnis preloved akan meningkat karena platform seperti Carousell dapat membantu orang-orang mendapatkan pemasukan tambahan.

“Ditambah lagi adanya keterbatasan ekonomi [yang] membuat produk preloved akan semakin diminati. [Harganya] yang lebih rendah dari harga retail, tetapi bisa mendapatkan kualitas yang tidak jauh berbeda.”

Mendalami proses bisnis

COO Tinkerlust Aliya Amitra dan CEO Tinkerlust Samira Shihab / Tinkerlust
COO Tinkerlust Aliya Amitra dan CEO Tinkerlust Samira Shihab / Tinkerlust

Dibandingkan pemain sejenisnya, pendekatan yang diambil Tinkerlust sedikit berbeda. Proses bisnis perusahaan mirip dengan konsep yang dipakai oleh pemain preloved marketplace Amerika Serikat, thredUp, karena mereka mengurusi proses kurasi yang ketat, memiliki gudang sendiri untuk pengadaan, dan melakukan pengiriman ke pembeli.

Samira menerangkan siapapun bisa “menitipkan” barang kepada Tinkerlust. Caranya bisa drop-in langsung ke kantor atau dijemput kurir. Skema pick-up memiliki ketentuan khusus. Bila berlokasi di Jabodetabek minimal 15 potong, sementara di Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan minimal 20 potong.

Berikutnya, barang yang masuk akan dikurasi. Jika tidak lolos akan dikembalikan ke penjual. Sementara untuk yang lolos akan masuk ke studio untuk difoto. Setelah itu barang akan disimpan di warehouse yang terletak di kantor mereka.

“Produk yang lolos kurasi akan diberikan rekomendasi harga. Jika seller merasa harganya kurang sesuai, seller bisa mengubah harga langsung di seller dashboard. Setelah harganya ditentukan, produk akan segera live di website Tinkerlust.”

Setelah barang terjual, dana akan diberikan ke penjual pada minggu kedua dibulan selanjutnya. Pembagian komisi disesuaikan dengan rentang harga dari barang tersebut.

DailySocial juga turut mewawancarai salah seorang pengguna jasa Tinkerlust. Corry yang bergabung sebagai penjual di Tinkerlust sejak 2019 merasa sangat terbantu dengan jasa mereka. Model bisnis Tinkerlust cocok untuk orang-orang yang sibuk, tidak sempat untuk mantau penjualan onlinenya, apalagi harus kirim ke kurir logistik.

“Simpel, soalnya enggak repot, model bisnisnya cocok sama gue. Dari kirim barang sampai muncul di website, semua diurusin sama Tinkerlust.”

Ia menyadari, semua kemudahan tersebut membuat komisi yang dikutip Tinkerlust tergolong besar. Barang yang ditolak akan dikirim kembali oleh tim Tinkerlust tanpa biaya tambahan. Dari sisi kurasi pun tergolong sangat ketat. Sebuah noda kecil bisa membuat barang ditolak.

Terlepas dari semua kelebihan dan kekurangannya, Corry tetap memilih Tinkerlust sebagai pilihan utama ketimbang platform marketplace atau lewat Instagram.

“Enggak perlu mikir apa-apa, tinggal cek saja sudah berapa banyak barang yang terjual. Tiap bulan tinggal terima revenue. Kalau jual sendiri, foto produk dan kurasinya saja sudah makan waktu, belum lagi running akunnya biar dilihat pembeli.”

Sementara itu, konsep Carousell sama seperti kebanyakan marketplace barang bekas lainnya. Pengguna dapat me-listing sendiri produk yang akan dijual dan tersedia pilihan iklan berbayar jika ingin masuk urutan teratas.

Elsa menjelaskan, perusahaan telah mengamati bahwa penggunanya di Indonesia cenderung membeli dan menjual listing-nya antar kota. Tidak memaksakan transaksi harus terjadi di dalam platform Carousell.

“Kami memberikan kebebasan untuk menangani pengiriman mereka sendiri dan membayar melalui transfer bank. Semua itu bertujuann untuk mempermudah pembeli dan penjual saling terhubung di platform dan memiliki fleksibilitas untuk menangani hal tersebut sesuai keinginan mereka.”

Perusahaan sebenarnya sudah bekerja sama dengan layanan logistik dan memberikan voucher diskon yang dapat dipakai untuk mengurangi biaya pengirimannya. Selain bank transfer, sebenarnya metode cash on delivery (COD) juga masih populer digunakan.

Hanya saja, menurut Elsa, biasanya metode ini digunakan untuk pembelian yang berhubungan dengan barang-barang dengan harga tinggi, seperti elektronik dan furnitur. Kecenderungan konsumen memilih untuk memeriksa barang tersebut sebelum membelinya.


Gambar header: Depositphotos.com

Pendanaan Seri D Carsome
Previous Story

Carsome Dapatkan Pendanaan Seri D 424 Miliar Rupiah, Segera Perluas Model Bisnis

cloud
Next Story

Melihat Efisiensi dan Optimalisasi Penggunaan Teknologi Cloud untuk Startup

Latest from Blog

Don't Miss

Blibli rayakan ulang tahun ke-12

Ulang Tahun ke-12, Blibli Hadirkan Program “Blibli Annive12sary”

Dengan persaingan yang semakin ketat, eksistensi sebuah e-commerce di Indonesia
TikTok Shop

TikTok Shop Tingkatkan Fitur dan Fasilitas Menjelang Tahun Ketiganya di Indonesia

TikTok merupakan salah satu media sosial yang paling digandrungi saat