24 Oktober nanti, El Clásico pertama di musim 2020-21 akan berlangsung di Camp Nou berdasarkan pengumuman resmi dari LaLiga. Para pendukung setia Barcelona dan Real Madrid pastinya sudah menanti-nanti momen ini, terutama suporter Barcelona mengingat laga terakhir di musim sebelumnya dimenangkan oleh Real Madrid dengan skor 2-0 pada bulan Maret lalu.
Namun ketimbang membahas pertandingannya, saya justru lebih tertarik membahas mengenai bagaimana pihak LaLiga memanfaatkan beragam teknologi untuk menyempurnakan tayangannya selama musim berlangsung secara tidak umum di tengah pandemi.
Buat yang sempat menonton salah satu pertandingan LaLiga di musim 2020-21 ini, Anda mungkin sempat heran atau takjub melihat area tribun yang dipenuhi penonton, sebab itu jelas bertentangan dengan protokol kesehatan yang ditetapkan selama pandemi.
Pada kenyataannya, kursi-kursi penonton tersebut kosong melompong. Yang kita lihat adalah hasil penerapan teknologi virtualisasi, dan LaLiga menganggap ini sebagai aspek yang sangat penting karena mereka ingin penonton di rumah bisa tetap berfokus pada pertandingan tanpa teralihkan perhatiannya oleh tribun kosong.
Misi memanjakan penonton di rumah ini krusial mengingat data internal LaLiga menunjukkan ada peningkatan jumlah penonton sekitar 20-30% selama musim berjalan di tengah pandemi. Selain menampilkan penonton virtual di area tribun, LaLiga juga memanfaatkan porsi lain di tribun untuk menampilkan berbagai konten lain, seperti misalnya pesan kepada penonton di rumah, atau pesan dari sponsor.
LaLiga menyebut inovasi ini dengan istilah virtual stands, dan menariknya, mereka berencana untuk tetap menggunakannya meski pandemi sudah berakhir nantinya. Dalam acara media briefing yang saya ikuti via Zoom, saya sempat menanyakan tentang teknologi-teknologi baru yang dipakai oleh tim produksi LaLiga selama pandemi, yang rencananya masih akan terus diterapkan ke depannya, dan virtual stands ini adalah salah satunya.
Head of Content and Programming di LaLiga, Roger Brosel, menjelaskan bahwa meski awalnya virtual stands ini hanya digunakan untuk mengisi kekosongan di stadion, tim produksi LaLiga sekarang sudah mengeksplorasi berbagai cara untuk tetap mengimplementasikannya ketika semuanya sudah kembali berjalan normal.
Virtualisasi ini tidak akan lengkap tanpa optimasi penempatan kamera. Yang tadinya di pinggir lapangan, sekarang sudah dipindah ke area tribun supaya tayangan replay tidak terlalu banyak menampilkan kursi kosong. Selain itu, Roger mengatakan bahwa di akhir 2020 nanti, bakal ada 16 stadion yang sudah dipasangi dengan sistem aerial camera yang lengkap. Stadion yang dilengkapi sistem Replay360° juga bertambah jumlahnya menjadi 8.
Di samping memberikan ilusi visual, LaLiga rupanya juga menyajikan ilusi aural. Riuh penonton akan selalu terdengar di sepanjang pertandingan, persis seperti ketika stadion memang terisi penuh di kondisi normal. Padahal, sorakan demi sorakan penonton ini sebenarnya adalah hasil rekaman dari pertandingan yang dijalani oleh masing-masing klub.
Lucunya, rekaman audio ini pada awalnya dibuat untuk dipakai oleh EA di game FIFA. Sekarang, semuanya sudah di-remaster untuk dipakai di tayangan LaLiga. Sejumlah sound engineer bertugas layaknya DJ, memutar audio yang tepat dan menyesuaikannya dengan momen yang terjadi. Jadi saat sebuah tim berhasil mencetakkan gol, kita pun juga akan mendengarkan sorakan gembira dari para suporternya.
Roger sempat bercerita sedikit mengenai seorang komentator yang secara tidak sadar sempat mengomentari tentang betapa meriahnya dukungan suporter, sebelum akhirnya ia sadar bahwa semua itu cuma sebatas ilusi.
Namun dari sekian banyak teknologi yang diterapkan, mungkin yang paling menarik adalah implementasi grafik augmented reality (AR). Dari yang sesimpel menampilkan formasi tim langsung di atas lapangan, sampai yang lebih kompleks yang grafiknya benar-benar bisa mengikuti pergerakan pemain, semuanya merupakan inisiatif yang baru diterapkan pada musim 2020-21 ini.
Grafik AR bahkan juga LaLiga tandemkan dengan teknologi prediksi data berbasis AI. Jadi semisal seorang pemain sedang bersiap melakukan tendangan pojok, kamera akan berganti ke tampilan yang lebar, dan grafik AR akan muncul menunjukkan persentase kemungkinan arah tendangan pojok dari sang pemain; apakah melambung ke depan gawang, ke dekat titik penalti, atau operan pendek ke pemain lain yang biasanya bakal dilanjutkan dengan crossing.
Semua ini membuat pertandingan terasa sedikit seperti menonton pertandingan esports FIFA, apalagi ketika melihat indikator nama pemain yang bergerak mengikuti ke mana saja pemain tersebut pergi. Meski demikian, Roger mengaku bahwa penerapannya tidaklah mudah.
Salah satu tantangan terbesar LaLiga adalah bagaimana mereka bisa menyajikan data dalam bentuk grafik AR tersebut secara intuitif. Terlalu banyak data berpotensi mengganggu konsentrasi penonton, jadi LaLiga harus benar-benar mengemasnya dalam bentuk visual yang mudah dimengerti oleh penonton, sebab grafik tersebut mungkin hanya akan muncul dalam hitungan detik saja.
Idenya adalah supaya data dan grafik AR bisa melengkapi siaran pertandingan, bukan malah mengambil alih perhatian penonton. Itulah mengapa LaLiga harus benar-benar menyeimbangkan penyajiannya, sekaligus memikirkan cara yang terbaik untuk menyuguhkan datanya.
LaLiga mengaku menghabiskan waktu sekitar dua bulan dari April hingga Juni untuk mengembangkan teknologi-teknologi yang dapat membantu menyempurnakan tayangannya selama musim pandemi. Tanpa ada keinginan untuk membanding-bandingkan dengan liga sepak bola di negara lain, LaLiga juga optimis bisa menjadi semacam trendsetter terkait penayangan pertandingan sepak bola di masa pandemi ini.