Pada tanggal 16 September 2020 kemarin League of Legends: Wild Rift (akan disebut Wild Rift sepanjang artikel ini), yang merupakan versi mobile dari LoL, rilis secara terbatas untuk pemain yang berada di Indonesia. Pada perilisan terbatas, hanya media, content-creator, dan tamu VIP yang mendapat akses saja untuk bisa bermain.
Saya, yang mewakili Hybrid.co.id, kebetulan cukup beruntung mendapatkan akses closed-beta tersebut, sehingga bisa lebih dulu mencicipi salah satu MOBA di mobile yang cukup diantisipasigamers tanah air. Jujur, saya senang sekali ketika mendapatkan akses ini. Penyebabnya ada beberapa hal, pertama karena memang saya cukup suka dengan gameplay League of Legends. Kedua karena saya merasa ada banyak fitur tambahan hadir di Wild Rift, melengkapi kekurangan pada MOBA mobile lain.
Namun demikian, mendapat akses lebih dulu sebenarnya tidak sepenuhnya menyenangkan. Saya jadi punya tanggung jawab untuk bisa menemukan, apa apa saja yang masih kurang dari Wild Rift versi closed-beta. Jadi tanpa berpanjang-panjang lagi, mari simak impresi pertama saya terhadap Wild Rift closed-beta.
Wild Rift Adalah League of Legends dengan Visual Serba Mini
Saya baru bermain sekitar dua sampai tiga game ketika mulai menulis artikel ini (16 September 2020). Impresi singkat saya atas Wild Rift adalah, rasanya seperti League of Legends versi mini!
Ini bukan kiasan, tapi memang benar-benar dan senyatanya saya lihat dengan mata kepala saya sendiri (lebay banget sih cil!), bahwa ukuran elemen-elemen gameplay League of Legends menyusut di Wild Rift. Mulai dari Hero… Eh, Champion maksudnya (maaf Riot Games, kebiasaan… Hehe), Monster Jungle, Turret, sampai Baron, dan Dragon, semuanya terlihat jadi kecil-kecil.
Garen yang biasanya terlihat gahar dengan baju zirah khas Demacia, rambut serta pedang dari Yasuo si Ronin asal Ionia yang biasanya megah dan menawan, sampai tombak serta pose bertarung Xin Zhao yang biasanya terlihat mematikan, jadi terlihat mini di dalam Wild Rift.
Tapi mini bukan berarti buruk kok, kebanyakan elemen visual di Wild Rift masih mirip seperti versi PC. Elemen visual tersebut termasuk detil bangunan Nexus, Turret, sampai detil-detil visual berupa tumbuh-tumbuhan yang menempel di bagian Wall Wild Rift, membuat saya tetap merasa seperti bermain League of Legends.
Pendapat ini muncul, mungkin karena saya terlalu terbiasa main League of Legends di monitor PC/Laptop, yang membuat Wild Rift jadi terasa kecil sekali di mata saya. Walaupun demikian, entah kenapa saya tetap merasa Wild Rift beda jika dibanding dengan League of Legends. Mungkin karena penggambaran Champion di Wild Rift yang cenderung lebih sederhana, dan berwarna cerah. League of Legends sendiri memang cenderung lebih dewasa secara visual, karena penggambaran Champion yang lebih detil, dan warna yang cenderung sedikit lebih gelap.
Namun saya jadi ingat lagi dengan penjelasan Brian Feeney atau Riot Feralphony, pada saat preview–event terhadap Wild Rift, yang dilakukan secara eksklusif kepada media dan konten kreator, termasuk saya mewakili Hybrid.co.id. Alasan beberapa perubahan tersebut salah satunya karena memang Riot Games ingin mengajak pemain baru, yang mungkin tidak pernah main game PC sebelumnya, atau mungkin pemain yang lebih muda, agar bisa mencicipi pengalaman bermain League of Legends.
Gameplay – Tak Beda Jauh League of Legends di PC
Setelah visual, mari kita beralih ke gameplay. Untuk urusan gameplay, baru saya bisa bilang bermain Wild Rift terasa seperti main League of Legends betulan. Kebetulan saya mencoba-coba bermain sebagai Jungle, dan sedikit banyak memahami ilmu dasar bermain Jungle. Ternyata transfer ilmu bermain Jungle dari League of Legends ke Wild Rift, sangat mudah, bahkan hampir tidak ada bedanya.
Contoh, jika ingin bergerak ke arah Dragon Lane (Bot lane versi Wild Rift), rute jungling yang dilakukan persis dengan di League of Legends. Jika berada di Blue Side, Anda mulai dari Blue Golem, lanjut Raptors, Wolf, lalu Red Brambleback, maka Anda akan berakhir di Dragon Lane. Jika Anda berada di Red Side, jalur tinggal dibalik, dan Anda akan berakhir di lane atas (Dragon Lane-nya Red Side).
Oh iya, soal mekanik dasar, Riot Games terbilang sangat baik dalam memberi tutorial kepada pemain-pemain baru di Wild Rift. Bot Lane dan Top Lane diubah menjadi Dragon Lane dan Baron Lane, agar tidak membuat bingung pemain ketika map di-Mirror saat berada di Red Side. Pemain juga selalu diberitahukan di awal permainan ketika berada di sisi Mirror, yang bisa dinonaktifkan jika Anda merasa sudah menjadi bang jago. Pada setiap game, Anda juga akan diingatkan lane mana yang merupakan dual-lane (biasanya bawah) dan solo-lane (biasanya atas).
Soal tempo permainan, Riot Feralpony menjelaskan bahwa Wild Rift akan memiliki durasi gameplay sekitar 15 – 25 menit. Setelah mencoba untuk beberapa game, ternyata benar, memang durasi permainan ada di kisaran angka tersebut. Kalau dibandingkan dengan MOBA lain yang ada di mobile seperti MLBB atau AOV, saya merasa Wild Rift hanya sedikit lebih lambat saja.
Beda dengan MLBB, yang biasanya ada pertempuran cukup besar di area midlane sejak awal permainan, Wild Rift cenderung aman tentram di menit-menit awal. Kehadiran sistem last–hit sepertinya berhasil ‘menjinakkan’ jiwa-jiwa barbar para pemain, memaksa mereka jadi patuh dengan pembagian role, dan fokus untuk last-hit di lane tempat role yang dimainkan berada.
Sama seperti League of Legends, pertempuran kecil atau skirmish biasanya terjadi setelah sang Jungler menyelesaikan rute farming pertamanya. Dalam Wild Rift, mungkin sekitar menit 2 atau 3. Setelahnya sekitar menit 5 jumlah pertarungan akan sedikit memanas, dengan kemunculan Dragon ataupun Rift Herald yang tentunya menjadi rebutan.
Mencapai menit 10, Turret dari salah satu pihak biasanya sudah mulai runtuh satu per satu. Baron atau Elder Dragon juga sudah muncul pada kisaran menit 10, sehingga permainan sebenarnya sudah hampir selesai pada menit tersebut. Jika skenario pengambilan Baron atau Elder Dragon lancar, maka permainan harusnya bisa selesai jelang menit 15.
Tetapi memang, selama bermain, saya belum merasakan pertarungan yang benar-benar sengit. Penjelasan sebelumnya adalah gambaran durasi permainan jika Anda dapat mendominasi permainan. Jika pertandingan berjalan alot, mungkin pertandingan bisa berjalan sampai dengan 25 menit atau lebih.
Selain itu, bagi Anda yang datang dari MOBA mobile seperti MLBB atau AOV, ada beberapa catatan penting soal gameplay. Pertama, Wild Rift mengharuskan Anda untuk last-hit dan tidak keluyuran. Jika last-hit, Anda akan mendapat sekitar 60an Gold, namun jika tidak Anda cuma akan dapat sekitar 10-20 Gold saja.
Kedua, Anda harus Recall atau pulang ke base untuk membeli item. Anda kaget? Tenang, Anda tidak sendirian, saya juga sempat kaget kok. Saya pernah bermain League of Legends di PC, tapi tetap bingung sejenak ketika tidak bisa membeli item di Lane. Maklum, kebiasaan dengan MOBA mobile yang lain.
Ketiga, jangan lupa pasang Ward! Wild Rift memiliki fog of war, jadi tanpa Ward, Anda tidak bisa melihat posisi musuh yang berada di balik tembok atau semak. Untungnya ada fitur Ward Aim Assist, sehingga Anda cukup tap ikon Ward, maka sistem akan secara otomatis menempatkan Ward di tempat paling strategis.
Keempat, jangan terlalu sering mati! MOBA mobile lain mungkin terbilang lebih ramah pemula, dengan tidak menghukum kekalahan di lane secara kejam. Dalam Wild Rift, mati dua sampai tiga kali di awal permainan bisa berarti bencana. Ketinggalan Gold dan XP membuat kemungkinan Anda untuk kalah jadi semakin besar.
Champion – Mudah Diadaptasi Para Pemain MOBA Mobile
Saat ini ada 42 Champion di dalam Wild Rift, termasuk 6 Champion baru yang rilis khusus untuk menyambut fase closed-beta regional, yaitu Amumu, Singed, Varus, Sona, Dr. Mundo, dan Jarvan IV. Sepanjang saya bermain, saya baru mencoba 8 Champion saja, yaitu Miss Fortune, Xin Zhao, Jhin, Blitzcrank, Aurelian Sol, Malphite, Ahri, dan Jinx untuk tutorial.
Dari 8 Champion yang saya gunakan, hampir semuanya terasa begitu intuitif dikendalikan. Riot Games berhasil menyajikan Champion League of Legends, yang sebenarnya datang dari PC, terasa seperti Champion yang asli rilis di mobile. Kontrolnya sangat familiar bagi Anda yang hanya bermain MOBA di Mobile saja. Untuk skillshot, Anda cukup swipe saja seperti pada MLBB atau AOV. Sementara Skill yang ditarget ke unit datang dengan fitur tambahan berupa crosshair kecil jika tombol Skill Anda tahan. Namun demikian, salah satu yang saya cukup takjub adalah cara aktivasi ultimate Jhin, Curtain Call, yang beda namun memudahkan.
Awalnya saya berpikir, cara mengeluarkan Skill-nya mungkin akan mirip seperti Elsu di AOV, atau Granger di MLBB. Tapi ternyata tidak. Setelah Curtain Call dibuka, kamera akan menjadi lebih jauh, sama seperti di PC. Setelahnya, Anda tidak perlu swipe untuk mengarahkan Skill. Cukup sentuh ke arah Anda ingin menembak. Setelahnya peluru demi peluru dari Jhin pun akan ditembakkan. Jika Anda ingin menutup Curtain Call, ada tombol X besar di pojok kanan atas.
Selain itu, hal yang juga saya sukai adalah fitur Aim Panning, yang akan otomatis menggeser kamera sedikit untuk beberapa Skill yang jaraknya memang jauh. Skill Ultimate Miss Fortune atau Aurelian Sol misalnya, yang jaraknya memang jauh, sehingga kamera akan bergeser untuk melihat sesuatu yang ada di ujung dari jarak skill tersebut. Skill seperti Comet of Legend dari Aurelian Sol juga terasa sama dengan versi PC, otomatis zoom-out kamera ketika diaktifkan.
Sayangnya saya belum sempat mencoba Champion dengan cara aktivasi skill yang sedikit lebih rumit, seperti Camille, Yasuo, Zed, atau Twisted Fate. Bukannya tidak mau, tapi karena saya baru mencapai level 7, dan tidak punya cukup Blue Motes (seperti Blue Essence di League of Legends) untuk unlock Champion yang saya inginkan.
Selain dari Champion, Wild Rift juga sudah menyediakan 41 skin untuk kalian miliki. Ya, Anda tidak salah baca, Anda sudah bisa top-up untuk beli skin pada masa closed-beta. Anda dapat membeli Wild Core (mata uang premium di dalam game), untuk unlock skin yang Anda inginkan. Tapi tenang, di sini skin tidak menambah stat di dalam permainan kok.
Sejauh yang saya lihat, harga skin di Wild Rift adalah 525, 725, dan 990 Wild Core. Harga Wild Core adalah Rp149.000 untuk 1350 Wild Core. Lalu bagaimana dengan reset akun setelah closed-beta selesai di awal Oktober nanti? Untungnya Riot cukup berbaik hati dalam hal ini. Mereka akan mengembalikan skin yang telah Anda beli dalam bentuk Wild Core, dengan ditambah bonus 20%, setelah Wild Rift rils nanti.
Online Closed-Beta Experience
Pengalaman closed-beta pada Wild Rift terbilang sudah cukup mulus, walau tentunya tidak 100% mulus. Mungkin bisa dibilang, sekitar 80% mulus, tinggal sedikit optimasi lagi agar game ini jadi lebih sempurna. Jadi bagi Anda yang sudah tidak sabar dan belum kebagian akses, Anda tidak perlu khawatir. Melihat dari apa yang disajikan pada closed-beta terbatas, mungkin bisa saja Wild Rift akan rilis akhir Oktober nanti.
Matchmaking berjalan dengan cukup cepat, dan seimbang untuk awal-awal. Saking cepatnya, saya jadi ragu, lawan saya dengan orang betulan atau hanya bot AI saja ya? Beberapa kali saya dipertemukan dengan pemain yang berpengalaman, dan menggunakan ilmu League of Legends ke dalam Wild Rift. Beberapa kali juga saya bertemu dengan pemain yang masih kebingungan, bahkan sering sekali mati konyol hanya karena terlalu agresif.
Setelah sesaat main dan saya teliti lagi, ternyata memang pemain juga dipertemukan dengan bot, walaupun telah memilih Normal Matchmaking. Ketika sore tadi (17 September 2020) saya coba bermain, saya dipertemukan dengan bot pada matchmaking pertama. Baru pada matchmaking kedua, dan setelahnya saya dipertemukan dengan pemain sungguhan.
Apakah ada lag atau delay? Tentu saja, karena ini closed-beta. Saya mencoba Wild Rift pada dua device, Pocophone F1 milik saya, dan Black Shark 3 yang tempo hari saya review. Dari sisi optimasi game, saya sempat merasakan stutter dan frame drop ketika bermain menggunakan Pocophone F1 dengan menggunakan pengaturan grafis Performance dan 60 fps – on. Hal tersebut terjadi terutama pada pertarungan skala besar, ketika semua efek Skill dari kedua tim dikeluarkan.
Pada Black Shark 3 saya mencoba menggunakan pengaturan grafis Ultra High Definition dengan 60 fps – on juga tentunya. Ternyata game bisa berjalan mulus, dengan minim gangguan stutter ataupun frame drop. Dari sini, saya berkesimpulan bahwa optimasi game engine terbilang sudah cukup baik, terutama bagi device dengan spesifikasi tinggi seperti Black Shark 3.
Tapi saya belum bisa berkesimpulan apapun, terkait percobaan saya bermain Wild Rift dengan Pocophone F1. Berhubung sudah 2 tahun lebih Pocophone F1 itu saya gunakan, bisa jadi frame drop dan stutter terjadi karena masalah di device saya.
Ada juga soal optimasi server yang cukup membingungkan. Beberapa kali saya bermain dengan indikator sinyal berwarna hijau, tapi entah kenapa saya masih merasakan sedikit delay. Pergerakan karakter terasa agak sedikit telat jika saya memutar-mutar virtual joystick. Begitu juga dengan skill, yang terasa delay, walaupun sudah berkali-kali menyentuh Skill yang ingin saya keluarkan.
Sayangnya indikator sinyal di dalam pertandingan tidak memberikan informasi lebih lanjut soal berapa besaran ping koneksi saya ke server Wild Rift. Jadi misalnya batas atas indikator sinyal hijau adalah 100 ms, makan indikator tersebut akan tetap berwarna hijau jika ping saya adalah 99 ms. Jika benar demikian, maka delay yang saya alami jadi wajar.
Pada closed-beta terbatas yang dilakukan tanggal 16-18 September 2020 kemarin, Wild Rift juga sudah merilis beberapa Mode lain selain Normal Matchmaking. Riot sudah menyediakan juga Mode Ranked yang tersedia untuk akun level 10, Leaderboard, bahkan custom game dengan mode Blind Pick dan Draft Pick.
Sayang, saya tidak sempat mencoba Ranked Mode karena saya baru level 7 saat menulis artikel ini. Saya juga tidak sempat mencoba mode custom, karena kebetulan tim editorial Hybrid yang seharusnya mendapat 4 akses tambahan closed-beta terbatas (selain saya sendiri), masih belum bisa mengakses Wild Rift juga hingga artikel ini ditulis.
Terlepas dari itu, kehadiran fitur custom game selama masa closed-beta tentu membuka kesempatan bagi komunitas yang ingin mencoba mengadakan turnamen Wild Rift semasa closed-beta. Jika mengutip dari laman resmi Riot Games, closed-beta mulai dibagikan secara acak kepada lebih banyak orang di 5 negara SEA mulai tanggal 18 September, dan akan ditutup pada awal Oktober 2020.
Jadi… Kurang lebih ada sekitar 2 pekan, jika Anda ingin mengejar Top Global di Leaderboard, atau ingin mencoba mengadakan turnamen sebagai langkah awal memvalidasi skena esports Wild Rift lokal.
Tampilan Antar-Muka yang Segar dengan Translasi Bahasa Indonesia yang Apik!
Setelah soal visual, gameplay, dan champion, kini kita beralih ke bagian terakhir, yaitu soal experience Wild Rift secara keseluruhan. Terkait user-interface atau tampilan antar-muka, salah satu yang saya suka dari Riot saat menyajikan game mobile adalah rancangan menu yang terasa menyegarkan. Hal tersebut sudah terasa sejak Riot pertama kali merilis game untuk mobile, yaitu Legends of Runeterra pada bulan Mei 2020 lalu.
Tetapi, walau tampilannya menyegarkan, Riot selalu terjebak pada kesalahan yang sama, yaitu menyajikan ikon tanpa ada deskripsi yang kadang bikin bingung. Pada Wild Rift, kebingungan tersebut terasa saat melihat ikon kecil yang ada di bagian bawah halaman menu utama. Menurut saya, ikon tersebut jadi membingungkan karena tidak melambangkan apa yang ada di balik ikon tersebut.
Saya sering tertukar antara ikon pedang yang berisi menu Loadout, dengan ikon buku berbintang yang berisi menu Collection. Seringkali saya malah menyentuh ikon Loadout untuk mencari nama skill Champion, karena gambarnya pedang. Padahal, menu Loadout berisi kustomisasi item build masing-masing Champion. Skill Champion sebenarnya bisa dilihat di menu Collection, yang bisa diakses dengan tap ikon buku berbintang.
Selain itu, Riot juga berhasil memberikan pengalaman bermain Wild Rift layaknya bermain League of Legends dari segi tampilan menu. Hal tersebut terasa mulai dari Anda bersiap di Lobby mencari teman main, memilih Champion, ataupun ketika loading, tentunya dengan sedikit perbedaan pada beberapa aspek. Terlepas dari itu, interface di Wild Rift terasa menyegarkan karena cenderung beda dari kebanyakan game mobile, dan animasi-animasi ciamik ketika memilih menu yang diinginkan.
Experience lain yang juga saya sukai dalam Wild Rift adalah… Bahasa Indonesia! Ya benar, Wild Rift menghadirkan bahasa Indonesia untuk menu in-game, hingga deskripsi skill, Champion, dan item. Riot memang sudah menyajikan bahasa Indonesia sejak perilisan VALORANT pada awal Juni 2020 lalu.
Menurut opini saya pribadi, kehadiran bahasa Indonesia jadi bentuk pengakuan Riot terhadap pentingnya komunitas gamers Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia yang ada di dalam game juga tersaji dengan cukup baik. Penjelasan skill jelas dan mudah dipahami.
Malah saya jadi belajar padanan bahasa Indonesia yang tepat dari istilah game, yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh saya. Translasi “Don’t fight, I’m split pushing” menjadi “Jangan lawan, aku mau mendesak sendiri” jadi salah satu contoh translasi bahasa Indonesia yang tidak hanya baik dan benar, tapi juga sederhana dan mudah dimengerti.
Tapi, tentunya translasi tersebut tidak 100% bagus. Satu yang aneh adalah translasi bahasa Indonesia terhadap istilah, yang sebenarnya fitur dalam game. Istilah yang saya maksud adalah Wild Core, mata uang premium di dalam Wild Rift yang ditranslasi menjadi “Inti Liar” jika Anda menggunakan Bahasa Indonesia.
Sebagai seorang penulis bahasa Indonesia, saya merasa senang dengan kehadiran translasi Bahasa Indonesia yang disajikan. Selain bisa belajar padanan bahasa terhadap beberapa istilah game, saya juga berharap translasi ini bisa membantu kawan-kawan yang belum begitu mahir berbahasa Inggris, namun memiliki semangat tinggi bermain bermain Wild Rift.
Kesimpulan – Closed-Beta yang Justru Terlalu Mulus?
“Jadi bro, Wild Rift menurut lo gimana sih?”
Tergantung. Di sini saya mencoba memberikan pendapat dari dua sudut pandang berbeda.
Jika saya menempatkan diri sebagai seseorang yang hanya kenal MOBA di mobile saja, saya harus mengatakan bahwa Wild Rift sedikit terlalu ribet. Harus last–hit, pulang ke base untuk beli item, pembagian role yang fixed, sistem fog-of-war dan ward, memang membuat pemain dari generasi muda dipaksa lebih tekun belajar untuk beradaptasi dan bisa bermain Wild Rift dengan benar.
Sudah jelas Anda tidak bisa sembarangan lari ke mid-lane atau mencuri monster buff, ketika menggunakan Champion Marksman. Bisa-bisa Anda kena marah teman, atau malah kena report massal. Namun demikian, dengan tutorial ekstensif, kehadiran bahasa Indonesia di dalam game, dan gameplay yang secara umum mirip dengan MOBA mobile yang sudah ada, maka pemain generasi baru sekalipun harusnya bisa adaptasi main Wild Rift dengan mudah.
Durasinya permainan Wild Rift juga cenderung agak lama untuk ukuran MOBA di mobile. Gara-gara durasinya, saya kadang enggan main Wild Rift di kala istirahat kerja; takut kena tegur mas Yabes (Chief Editor Hybird) karena keasyikan main… Hehe.
AOV dan MLBB bisa selesai di bawah 10 menit, jika musuh yang Anda hadapi cenderung mudah. Wild Rift? Rasanya agak sedikit sulit. Keharusan kembali ke base untuk membeli item bisa dibilang jadi salah satu alasan kenapa Wild Rift jadi punya durasi permainan sedikit lebih panjang.
Lalu jika saya menempatkan diri sebagai seseorang yang pernah bermain League of Legends, entah kenapa saya justru merasa kurang puas kalau bermain Wild Rift. Bukannya game ini tidak bagus, hanya saja bermain Wild Rift justru bikin tangan gatal ingin berlaga seperti Faker di League of Legends PC; walaupun sebenarnya saya pemain rank Iron abadi.
Namun demikian, saya tetap merasa gameplay dan fitur yang disajikan Wild Rift cenderung lebih lengkap dibanding dengan MOBA mobile yang sudah-sudah. Ditambah lagi, Wild Rift juga tidak kehilangan identitasnya sebagai “adik” dari League of Legends, yang membuat saya jadi bisa main League of Legends dengan kawan yang tidak punya PC.
Terkait closed-beta, saya merasa Riot Games telah memberikan jerih payah terbaiknya untuk Wild Rift, sehingga menghasilkan produk yang sudah baik secara umum. Saya sadar betul bahwa closed-beta tidak selalu berjalan mulus. Sedikit delay, lag, stutter, atau frame-drop sih tidak terlalu masalah buat saya, toh namanya juga closed-beta.
Meski demikian, secara umum saya merasa sesi closed-beta terbatas Wild Rift seperti memainkan game yang sudah 80% selesai. Matchmaking berjalan mulus, perpindahan menu antar-muka juga berjalan mulus, pertandingan pun hampir tanpa ada halangan bug atau glitch yang mengganggu. Gara-gara itu, sejenak saya jadi lupa, bahwa Wild Rift sebenarnya masih dalam fase closed-beta.
Setelah closed-beta terbatas untuk Indonesia pada tanggal 16 dan 17 September 2020, Wild Rift akan berlanjut ke fase closed-beta regional, yang menyertakan Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, dan Thailand mulai tanggal 18 September 2020. Beberapa dari Anda yang sudah melakukan pre-register mungkin akan terpilih untuk bisa memainkan Wild Rift mulai tanggal 18 atau setelahnya. Selamat bermain, sampai bertemu di Wild Rift!