Dark
Light

Tutupnya Stoqo dan Siasat Bertahan Pelaku B2B Commerce

2 mins read
April 28, 2020
Covid-19 memaksa Stoqo berhenti beroperasi. Platform B2B Commerce lain bersiasat agar tak mengalami nasib serupa di masa pandemi ini.
Covid-19 memaksa Stoqo berhenti beroperasi. Platform B2B Commerce lain bersiasat agar tak mengalami nasib serupa di masa pandemi ini.

Pandemi virus korona memukul bisnis kuliner Tanah Air. Redupnya bisnis ini tak terhindarkan lantaran bahaya penyebaran corona virus disease 2019 (Covid-19) yang sangat mudah sehingga memaksa sebagian besar orang hanya bisa beraktivitas dari rumah.

Sejak kasus Covid-19 pertama muncul pada awal Maret lalu, bisnis makanan dilaporkan terus menyusut. Kerugian tak hanya ditanggung para pelaku seperti restoran menengah ke atas dan pengusaha kuliner kelas mikro dan kecil. Platform digital penyedia kebutuhan bisnis kuliner pun kena imbasnya. Hal ini sudah terjadi pada Stoqo.

Stoqo resmi mengumumkan mereka berhenti beroperasi. Beberapa hari sebelumnya, startup yang dinahkodai Co-Founder & CEO Aswin Andrison ini hanya mengumumkan berhenti beroperasi untuk sementara waktu. Namun pandemi akhirnya memaksa mereka gulung tikar.

“Sejak tahun 2017, kami membangun STOQO untuk melayani dan memberdayakan UKM dalam bidang kuliner di Indonesia. Namun, situasi yang dipicu oleh pandemi COVID-19 telah menyebabkan penurunan pendapatan secara drastis bagi kami,” tulis Stoqo dalam situs mereka.

Pengumuman resmi berhenti beroperasi di situs Stoqo.
Pengumuman resmi berhenti beroperasi di situs Stoqo.

Ancaman yang membayangi

Stoqo adalah platform yang fokus menyediakan kebutuhan bahan pokok bagi tempat makan, khususnya restoran, kafe katering, dan usaha kuliner rumahan. Stoqo menyuplai berbagai bahan makanan mulai dari daging, sayur-mayur, tepung, kopi, dan lain-lain.

Sedari awal Aswin memang menyatakan Stoqo fokus bermain di segmen B2B. Mereka mewujudkan platformnya sebagai hub pemenuh kebutuhan pebisnis kuliner. Dengan prospek yang dianggap cukup cemerlang maka tak heran Stoqo berhasil meraih pendanaan seri A dari Monk’s Hill Partners dan Accel Partners India pada akhir Desember 2018.

Namun kenyataan berakhir pahit untuk Stoqo. Banyaknya restoran, kafe, dan rumah makan yang berhenti beroperasi merenggut pendapatan mereka. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia mengatakan bahwa setidaknya ada ribuan restoran yang tutup akibat wabah Covid-19.

Pahitnya bisnis B2B commerce seperti Stoqo ini juga dirasakan oleh Eden Farm dan Wahyoo. Kendati begitu mereka mengklaim skalanya masih belum mengkhawatirkan. Founder & CEO Eden Farm David Gunawan mengatakan ada dua segmen yang umumnya mereka layani yakni restoran dan warung kelontong. Dari keduanya, David menyebut restoran lah yang kena imbas lebih besar.

“Memang benar restoran mewah dan yang di mal itu pada tutup atau setidaknya jadi delivery, setengah klien kita di segmen itu tutup,” ungkap David kepada DailySocial.

Sementara itu Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer bercerita pengalaman serupa. Sejumlah warung yang berafiliasi dengan Wahyoo sudah berhenti beroperasi terutama yang berlokasi di area perkantoran. Peter juga tak menyebut berapa jumlah pastinya. Namun ia memastikan warung-warung lain tak terkena dampak serius dari wabah ini, terutama yang berlokasi di area perumahan dan perkampungan.

Siasat bertahan

Meskipun dampaknya tak separah Stoqo, pandemi berkepanjangan dapat menjadi momok bagi keberlangsungan bisnis Wahyoo dan Eden Farm. Strategi khusus pun diperlukan agar mereka terhindar dari nasib serupa Stoqo.

Peter menjelaskan bahwa masalah yang ada sekarang adalah menjaga permintaan terjaga. Kiat menjaga permintaan dari Wahyoo sejauh ini adalah membantu warung-warung agar dapat berjualan di platform digital seperti Go-Food. Di saat yang bersamaan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di banyak daerah sudah mengeser pola belanja di Wahyoo.

“Positifnya secara tidak langsung dengan adanya PSBB dan Covid-19 ini memaksa adaptasi pemilik warung makan terhadap digital jadi lebih cepat,” imbuhnya.

Di lain tempat, Eden Farm yang kliennya sebagian besar adalah toko kelontong punya siasat lain untuk tetap bertahan selama pandemi ini. David mengatakan mereka kini mengandalkan sistem keagenan untuk menjangkau pembeli yang enggan keluar rumah.

David menolak sistem baru ini sebagai B2C. Ia menyebut pihaknya hanya mereaktivasi model pembelian secara berkelompok yang sejatinya sudah ada sejak tahun lalu namun baru dihidupkan kembali tiga pekan lalu.

Perubahan komposisi segmen juga membantu Eden Farm dari mayoritas klien mereka restoran dan rumah makan menengah ke atas menjadi mayoritas UKM. David menyebut saat ini klien mereka 80% berasal dari pebisnis menengah ke bawah.

“Kita tetap dapat customer baru, pertumbuhan pembelian customer pun masih berjalan. Memang di awal-awal [pandemi] berkurang, tapi lewat seminggu balik [normal] lagi,” ucap David.

Wakil Ketua Umum PHRI Bidang Restoran Emil Arifin menyebut sudah ada ribuan restoran yang berhenti beroperasi di seluruh Indonesia. Perkiraan angka itu berasal dari jumlah restoran yang tersebar di 327 mal yang sudah tutup dari total 700-an mal. Dengan kata lain sudah 8.000 lebih restoran yang tutup.

“Itu belum termasuk resto di gedung perkantoran, stand alone, di taman wisata dan di fasilitas lainnya di luar mal. Kalau mau ditotal semua, saya kira dua kalinya,” terang Emil kepada DailySocial.

Dengan keadaan itu, Emil memperkirakan bisnis kuliner di Tanah Air sudah merugi sekitar Rp2,5 triliun per bulan dengan 200 ribu orang yang kehilangan pekerjaannya.

Previous Story

Strategi ESPL Dalam Buat Turnamen Esports Amatir

Next Story

Smartwatch Huawei Watch GT 2e Hadir, Punya 100 Deteksi Olah Raga

Latest from Blog

Don't Miss

Perubahan Perilaku Gamers Selama Pandemi Menurut Data dari Unity

Ketika pandemi COVID-19 dimulai, banyak negara yang menetapkan lockdown. Pada
Here are our picks (handpicked by our own editors) for Indonesia's most impactful startups that help bring positive changes to grassroots communities

Editors’ Picks: Indonesia’s Most Impactful Startups

Impact investing can be a powerful instrument of change. —