Bagi pelaku startup, metode agile bukan lagi hal baru. Startup telah terbiasa menerapkan metode ini dalam pengembangan produknya. Metode ini memungkinan startup untuk lebih luwes dan dinamis dengan keterbatasan SDM dan pendanaan.
Namun lain cerita jika startup menerapkan agile di situasi pandemi sekarang ini. Ini bukan lagi masalah keterbatasan SDM dan pendanaan, tetapi kondisi semacam ini semakin mempersulit ruang gerak startup–terutama tahap pemula atau early stage–untuk bisa bertahan.
Pada sesi #SelasaStartup kali ini, Founder dan CEO Qlue Rama Raditya berbagi tips bagi startup yang dapat menjadi pelajaran di situasi semacam ini ke depannya.
Menanam mindset disiplin keuangan
Ibarat menabung, disiplin keuangan juga wajib dilakukan oleh pelaku startup. Mindset ini idealnya ditanamkan sejak awal membangun bisnis. Jika situasi semacam ini terjadi di masa depan, startup sudah lebih dulu menyiapkan cadangan.
Salah satu bentuk disiplin keuangan ini, misalnya, jangan terburu-buru menghabiskan belanja modal (capex) di awal. Tipsnya, startup dapat mengalokasikan modal per bulannya selama beberapa bulan ke depan.
Contoh lainnya, startup perlu berhati-hati dalam menyepakati kontrak penagihan pembayaran dengan klien enterprise. Jika tidak disepakati sesuai kondisi keuangan, bisa-bisa runway startup keburu habis karena klien tidak kunjung membayar.
“Jangan berekspektasi investor selalu menyelamatkan. Kita mungkin berpikir investor selalu ada. Tapi, seiring waktu, investor akan semakin selektif meskipun punya modal besar. Mereka harus exit dalam 3-4 tahun,” ujar Rama.
Jangan “kepepet” galang pendanaan baru
Menggalang dana baru membutuhkan waktu lama. Menurut Rama, due diligence-nya saja bisa memakan lima bulan. Maka itu, startup sebaiknya jangan baru menggalang dana ketika modalnya sudah mau habis. “Selalu raise money saat tidak butuh, kalau perlu sembilan bulan sebelum habis,” tambahnya.
Ia juga merekomendasikan pelaku startup yang baru mengantongi pendanaan untuk menyisihkan modal dalam 5-6 bulan ke depan dan kalau perlu dalam bentuk mata uang dollar.
Trik ini akan membantu startup mengingat situasi sekarang tidak banyak memberikan opsi. Seluruh pelaku bisnis mengalami kondisi keuangan serupa sehingga sulit bagi startup untuk menjaga kinerja keuangan.
“Satu hal, startup early stage selalu maintain hubungan baik dengan bank. Ketika investor tidak bisa membantu dan klien sulit ditagih, kita punya opsi untuk menarik pinjaman dari bank,” jelas Rama.
Jangan terpaku pada pengembangan satu produk
Rama juga menekankan pentingnya melakukan diversifikasi produk dan ekosistem. Hal ini dapat berguna di kemudian hari apabila ada satu layanan utama startup terdampak besar dari situasi semacam ini .
“Kita bisa manuver lebih lincah karena terbantu dari diversifikasi layanan. Untuk mengembangkannya, coba cari masalah yang ingin diatasi,” ungkap Rama.
Tentu untuk melakukan strategi ini, startup perlu menganalisis sejumlah metrik untuk memilah seberapa besar masalah yang ingin diatasi. Hal ini dapat membantu pelaku startup untuk lebih fokus tanpa perlu melibatkan banyak SDM terlalu banyak.
“Situasi ini dapat menjadi momentum bagi startup untuk bertumbuh, karena setelah pandemi berakhir, solusinya akan tetap berjalan. Pada intinya, setiap entrepreneur yang committed harus mencari jalan keluar di setiap situasi. ini menjadi momen pengujian agar founder lebih mantap,” tutupnya.