Seiring dengan berkembangnya ekosistem esports, hal ini ternyata tidak hanya menarik perhatian para pelaku bisnis saja, tetapi juga dari institusi pendidikan. Dengan proyeksi nilai industri mencapai US$3 miliar pada tahun 2022, tak heran jika berbagai pihak ingin mendapatkan bagian dari kue besar tersebut.
Maka dari itu baru-baru ini Kansas University mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan varsity team divisi League of Legends pada tahun 2020 nanti. Tim ini masih dengan nama Kansas Jayhawks, merupakan branding tim varsity sports milik Kansas University. Bagi Anda yang mungkin masih awam, Varsity merupakan istilah untuk menyebut klub (biasanya olahraga) intra kampus yang sudah didanai oleh kampus untuk bertanding mewakili nama universitas.
Mengutip ESPN, dalam pembentukan roster ini, KU akan mengandalkan organisasi mahasiswa internal, KU Gaming Community. Mereka akan melakukan uji coba mulai dari tanggal 17 November 2019 mendatang, dan nantinya tim mereka akan tergabung ke dalam National Association of Collegiate Esports (NACE).
“Ini adalah kesempatan untuk menambahkan esports ke dalam salah satu program milik Kansas University (KU) akan. Dengan ini maka KU nantinya akan memberikan para siswa program latihan resmi, yang tak hanya untuk mendukung minat bakat para siswa, tapi juga memperluas kesempatan bagi generasi mendatang.” Ucap Michelle Compton-Munoz, pelatih esports Kansas Jayhawks
Perkembangan varsity esports di Amerika Serikat terbilang cukup pesat. Beberapa tahun belakangan sudah ada beberapa kampus mencetuskan program esports internal, seperti Ohio State, Missouri, Utah, Boise State, Akron, dan University of California Irvine (UCI). Kalau Indonesia punya SMA 1 PSKD sebagai pionir program esports untuk siswa, Amerika Serikat punya UCI yang menjadi pionir program esports untuk universitas.
Universitas di Ekosistem Esports Indonesia
Dari kancah esports Indonesia, Universitas sudah mulai dilirik karena bisa menjadi ladang pemain-pemain potensial. Sebagai fondasi dari ekosistem esports kampus, terakhir kali ada IEL University Series, sebuah liga esports Universitas besutan Indonesia Esports Association (IESPA).
Fondasi tersebut ternyata cukup berhasil menumbuhkan bibit-bibit komunitas esports di Universitas. Salah satunya ada Universitas Ciputra Surabaya, yang komunitasnya kini sudah naik tingkat jadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) resmi yang dinamai Universitas Ciputra Esports (UC Esports). Membahas soal ini, saya bicara dengan Angeline Vivian, General Manager Dranix Esports, yang menjadi founder dan kini jadi pembina UKM UC Esports.
Toska, sapaan akrab Angeline Vivian di antara komunitas gamers, bercerita suka dukanya demi membuat esports menjadi bagian dari salah satu program kampus. “Awal-awal pembentukan, jujur kita banyak mendapat penolakan. Wajar, mungkin karena banyak petinggi kampus yang belum terpapar oleh esports. Hal terberatnya adalah menghilangkan pandangan bahwa esports itu sekadar main game, karena instansi pendidikan harus bisa tanggung jawab kepada orang tua murid juga.” Toska memulai ceritanya.
“Tapi berhubung dengan jalannya waktu, atasan kampus mulai melihat dan menyaksikan esports, yang sedikit demi sedikit memudarkan pandangan ‘sekadar main game’ di esports. Salah satu petinggi kampus malah sempat mengatakan, bahwa esports punya banyak aspek yang bagus untuk dipelajari mahasiswa, seperti: teamwork, public speaking, commitment, communication, dan lain sebagainya.”
Berkat IEL University Series juga, UC Esports berhasil mendapatkan pengakuan dari kampus, setelah tim Dota 2 mereka mendapatkan peringkat 3 dari kompetisi tersebut. “Sekarang UC Esports sudah menjadi UKM Eksklusif. Maksudnya eksklusif adalah, mahasiswa harus melewati proses seleksi untuk bisa masuk UKM ini, agar UC Esports dianggap serius. Seleksi sendiri termasuk screening pertama dari sisi statistik di dalam game, lalu dilanjut dengan uji coba, baru setelahnya mahasiswa tersebut bisa masuk UC Esports.”
Selain dari itu, satu yang menarik adalah integrasi UC Esports terhadap sistem kurikulum di Universitas Ciputra Surabaya. Untuk dapat melakukan sidang kelulusan, Universitas Ciputra mewajibkan mahasiswa mengumpulkan 100 poin keaktifan mahasiswa, yang bisa didapatkan dari mengikuti kegiatan kampus; UC Esports salah satunya.
Jadi, jika mereka bertanding membawa nama kampus, maka sang mahasiswa mendapat benefit seperti: dispensasi kelas yang memungkinkan siswa ikut bertanding tanpa kehilangan absensi, dan mendapat poin keaktifan mahasiswa tadi. Ini tentunya menjadi satu keuntungan tersendiri bagi para mahasiswa yang ingin mencicipi berkarir di dunia esports mulai dari kegiatan UKM. Karena selain bisa mencurahkan minat dan bakatnya, sang mahasiswa juga mendapatkan keuntungan dari sisi akademis.
Toska juga bercerita, bahwa kini pihak kampus juga memberikan fasilitas berupa bootcamp. “Kampus sekarang memberikan kita fasilitas bootcamp yang hanya bisa diakses oleh manajemen dan pemain. Juga kalau semisal kita ikut kompetisi, kampus akan menanggung biaya registrasinya. Jadi sekarang ini kampus betul-betul mendorong kita untuk terus aktif berkegiatan.”
Ekosistem esports universitas menjadi satu hal yang menurut saya juga perlu dikembangkan di Indonesia. Selain bisa menjadi sarana mahasiswa menyalurkan minat dan bakatnya, ekosistem esports universitas juga bisa menjadi ladang bagi ekosistem esports profesional untuk menemukan bakat-bakat baru di dunia kompetitif esports.