Free Fire Indonesia Masters 2019 Season 2 telah selesai digelar. Tim Dranix Esports berhasil menjadi juara, setelah 7 ronde pertarungan pada map Bermuda dan Purgatory. Di tengah euforia selebrasi kemenangan Dranix Esports, saya menemui Muhammad Darmawan, shoutcaster Free Fire yang lebih dikenal dengan nama ManggisKun oleh komunitas.
Dalam perbincangan singkat tersebut, kami membahas soal kemenangan Dranix Esports di Free Fire Indonesia Master, serta fenomena star syndrome yang pasalnya menjangkiti para pemain Free Fire Indonesia. Berikut hasil perbincangan saya dengan Muhammad “ManggisKun” Darmawan.
Akbar (A): Halo bro ManggisKun, boleh perkenalan terlebih dahulu mungkin.
ManggisKun (M): Halo semua, nama gue Muhammad Darmawan, biasa dipanggil ManggisKun. Gue adalah shoutcaster Free Fire.
A : Oke, pertanyaan pertama nih, menurut lo sendiri, apa sih faktor kemenangan Dranix Esports di Free Fire Indonesia Masters 2019 Season 2?
M : Memang menurut gue karena gameplay Dranix Esports selalu konsisten. Ini dimulai sejak dari ESL Jagoan Series tempo hari. Mereka bahkan sempat mengamankan kill lebih dari 15 kill di dalam satu ronde. Hal itu membuktikan bahwa mental kompetisi mereka sudah terbentuk dari awal.
Di Grand Final FFIM 2019 Season 2, jadi lebih gila lagi. Mereka dapat Booyah 3 kali, walau sempat too soon, tapi poin mereka tetap sulit dikejar. Ini karena mereka bermain tanpa ragu, jadi kalau Booyah, mereka juga memastikan untuk dapat kill yang sangat banyak.
Hal itu berhasil mereka pertahankan sejak dari ESL Jagoan Series tempo hari, yang membuat mereka jadi juara di Free Fire Indonesia Masters 2019 Season 2.
A: Bicara soal scene kompetisi Free Fire, kita melihat fenomena tim yang sebelumnya juara, malah jadi ciut di kompetisi berikutnya. Apa sih penyebab hal tersebut?
M: Mungkin sedikit kasar sih ya….menurut gue, mereka terlalu fokus untuk kejar pamor. Akhirnya fokus untuk latihan hilang, lalu mereka terlalu mengejar exposure dan cuma ingin terkenal aja. Jadi mereka sudah di atas, lupa fokusnya di mana, dan malah tidak mengejar kewajiban utama mereka (sebagai pro player).
Menurut gue ini faktor utama yang membuat tim-tim juara jadi jatuh. Hal ini, bukan masalah mereka saja, tapi juga jadi hal yang perlu kita atasi bersama. Ini tentunya juga jadi PR buat teman-teman survivor yang ingin jadi seperti Dranix Esports. Karena tanpa juara, pemain itu bukan siapa-siapa. Sudah jadi juara pun, kita tetap bukan siapa-siapa jika tidak bisa mempertahankannya.
A: Bicara soal Dranix, menurut lo apakah mereka akan terjebak di siklus yang sama seperti EVOS Capital atau tim Island of Gods?
M: Menurut pendapat gue, jika melihat anak-anaknya, harusnya nggak sih. Empat orang ini adalah tipikal orang yang tidak suka bermain media sosial, dan memang pekerja keras di kancah Free Fire.
Gue beberapa kali main bareng sama mereka, knowledge in-game mereka sangat baik sekali. Bahkan kadang-kadang pengetahuan gue bisa kalah jika dibanding mereka. Jadi menurut gue mereka itu pemain dengan kualitas paket lengkap.
A: Lalu menurut ManggisKun, bagaimana potensi Dranix Esports untuk Free Fire World Series 2019 nanti?
M: Kalau menurut gue pribadi, selama mereka masih bisa konsisten dengan performanya seperti di FFIM 2019 Season 2 ini, harusnya itu bakal jadi gampang banget buat mereka.
A: Terima kasih banyak ManggisKun atas waktunya
M: Sama-sama, terima kasih juga atas wawancaranya.
—
Soal star syndrome mungkin memang jadi salah satu masalah yang cukup menggerogoti scene esports. Hybrid juga sempat membicarakan ini dalam topik regenerasi di ekosistem esports. Mungkin karena pelakunya yang memang masih belum dewasa, baik secara usia ataupun mental. Tapi apa yang saya setuju dengan ManggisKun adalah, bahwa masalah ini adalah sesuatu yang perlu kita selesaikan bersama.