Sebagai co-founder dan CEO Razer, Min-Liang Tan masuk ke dalam daftar 50 orang terkaya versi Forbes. Perusahaan yang dia pimpin sukses untuk menjual berbagai perangkat gaming, mulai dari mouse, keyboard, sampai aksesori.
Sejak dia masih muda, Tan memang senang bermain game. Sama seperti kebanyakan gamer, Tan sering kena marah oleh orangtuanya karena menghabiskan waktu terlalu lama di depan komputer. Dua saudaranya menjadi dokter sementara satu lainnya menjadi pengacara. Ini membuat Tan didorong untuk mengikuti jejak saudaranya. Faktanya, dia memang sempat menjadi seorang pengacara properti intelektual, walau pada akhirnya dia memutuskan untuk berhenti dan membangun Razer bersama Robert Krakoff.
Satu hal yang menginspirasi Tan untuk menjadikan Razer sebagai merek gaming adalah ketika dia pergi menonton turnamen esports di Korea Selatan pada 1998. Ketika itu, dia rela menginap di internet cafe alias warnet demi menghemat ongkos hotel. Di sana, dia memerhatikan peralatan yang digunakan oleh para pemain, yang membuatnya sadar bahwa bagi para pemain profesional, perangkat yang mereka gunakan memengaruhi performa mereka. Menariknya, meski Razer menyasar komunitas gamer, yang identik dengan anak muda, Tan mengatakan bahwa itu bukan berarti Razer akan menurunkan kualitas produk demi membuat produk berharga terjangkau.
“Kami fokus ke kota-kota besar tempat para pemain high-end berada,” kata Tan pada situs teknologi asal Tiongkok, 36kr. “Ketika saya membangun Razer, tujuan saya bukan untuk uang… Saya adalah seorang gamer, saya senang bermain game. Jika Anda mendesain produk untuk diri Anda sendiri, Anda akan membuat produk terbaik. Anda tidak akan mau mengorbankan kualitas, dan akan menggunakan material serta teknologi terbaik.”
Keputusan Tan untuk menjadikan Razer sebagai merek gaming sukses memenangkan hati komunitas gamer. Ini menguntungkan Razer, terutama karena kini, industri game telah berkembang menjadi industri bernilai miliaran dollar. Sebagai produsen perangkat gaming, masuk akal jika Razer melebarkan sayap ke ranah esports dengan menjadi sponsor tim esports. Saat ini, Razer mensponsori 18 tim, termasuk Evil Geniuses, Alliance, dan Top Esports dari Tiongkok.
Kebanyakan gamer dan fans esports adalah generasi muda — generasi milenial dan generasi Z. Dan mereka adalah konsumen yang sulit untuk dijangkau oleh sebuah merek karena mereka jarang mengonsumsi media trandisional seperti televisi. “Anak-anak muda adalah segmen yang sulit dijangkau dan penting bagi Anda untuk tampil otentik agar bisa memenangkan hati milenial,” kata Tan, dikutip dari South China Morning Post.
Meskipun dia telah berumur 41 tahun, jauh lebih tua dari umur rata-rata target konsumen Razer, Tan mengaku bahwa dia masih senang bermain game. Dia juga ikut mencoba game seperti Apex Legends. Salah satu koleganya mengatakan bahwa bermain game adalah satu-satunya hobi Tan, walau, seperti yang disebutkan oleh Abascus News, tidak diketahui apakah itu hanya cara Tan untuk memenangkan target konsumen Razer atau dia memang hanya senang bermain game.
Walau cukup sukses di bisnis gaming, Razer tak ingin berhenti di situ. Mereka kini juga mulai masuk ke bisnis finansial dengan menyediakan Razer Gold, platform item dalam berbagai game. Menurut laporan keuangan terbaru dari Razer, platform tersebut telah digunakan oleh lebih dari 19 juta orang. Menariknya, Anda bisa mengisi dompet digital tersebut di toko di dunia nyata. Mengingat banyak anak muda di Asia Tenggara dan Amerika Latin yang tidak memiliki kartu kredit, ini akan sangat memudahkan mereka.
Saat ini, penjualan hardware gaming masih menjadi kontributor utama dalam pendapatan Razer dengan kontribusi sebesar 85 persen. Sementara layanan dan software hanya memberikan kontribusi 15 persen. Namun, pertumbuhan pendapatan dari layanan dan software terbilang cepat karena tiga tahun lalu, 99,5 persen pendapatan Razer berasal dari penjualan perangkat gaming.
Sumber header: Abascus News / Thomas Leung