Influencer di dunia marketing telah menjadi kekuatan yang diakui, serta terbukti dapat menghasilkan tingkat konversi yang tinggi. Hal ini juga berlaku dalam industri video game. Sudah bukan rahasia bahwa banyak penerbit ternama yang gemar membayar influencer terkenal untuk memainkan game baru mereka lewat platform streaming Twitch, contohnya EA ketika merilis Apex Legends beberapa waktu lalu. Di zaman sekarang, popularitas suatu game di Twitch bahkan dapat menjadi indikator kuat akan kesuksesannya di pasaran.
Yang jadi pertanyaan bagi kita adalah seberapa efektif kekuatan influencer itu, dan berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk menggunakan influencer marketing? Wall Street Journal (WSJ) mengungkapnya dalam artikel yang diterbitkan pada tanggal 18 Mei 2019 kemarin. Menurut laporan WSJ tersebut, streamer terkenal di Twitch bisa mendapatkan kontrak untuk memainkan game dengan nilai hingga US$50.000 per jam, atau sekitar Rp724,1 juta per jamnya. Luar biasa!
WSJ menyebutkan bahwa beberapa penerbit yang sudah sering menggunakan jasa influencer ternama antara lain Activision Blizzard, Take-Two, Ubisoft, serta tentu saja Electronic Arts. Menariknya, angka US$50.000 itu bukan angka terbesar di dunia streaming. Menurut sumber-sumber yang dikontak oleh Kotaku, tawaran streaming itu bisa mencapai US$60.000, bahkan lebih. Untuk kontrak jangka panjang, nilainya bisa mencapai ratusan ribu bahkan jutaan dolar.
Ninja (Tyler Blevins) adalah salah satu streamer yang dikabarkan pernah menerima kontrak tujuh digit tersebut. Menurut laporan Reuters, Ninja menerima bayaran sebesar US$1.000.000 dari EA untuk mempromosikan Apex Legends di Twitch dan Twitter. EA juga mengontrak beberapa streamer lain, contohnya Shroud (Michael Grzesiek). Strategi ini terbilang sukses, karena Apex Legends sempat menjadi game paling populer di Twitch untuk waktu yang cukup lama. Nilai saham EA pun meningkat hingga sekitar 10% karenanya.
“Game Anda menduduki peringkat atas di Twitch sekarang punya nilai yang besar,” kata Adam Lieb, CEO perusahaan marketing Gamesight, dilansir dari Kotaku. Menurutnya, dengan biaya yang sama, pemasangan iklan di Twitch atau IGN tidak akan menghasilkan dampak yang sama besarnya. Akan tetapi penentuan nilai kontrak streamer ini cukup rumit karena tidak semua streamer dapat memberi hasil yang sama.
Sebagai contoh, ketika audiens seorang streamer sudah sangat besar, bisa jadi banyak dari audiens itu terdiri dari pemirsa muda. Artinya kemungkinan mereka berinteraksi dengan konten game yang disiarkan lebih kecil. Kita tidak bisa mematok perhitungan harga sederhana, misalnya US$1 untuk 1 viewer per 1 jam.
Efektivitas influencer salah satunya datang dari kedekatan personal antara influencer dengan audiens mereka. Ketika audiens modern melihat iklan konvensional, mereka cenderung kurang percaya karena mereka tahu iklan sudah dirancang oleh perusahaan untuk menunjukkan keunggulan produk. Tapi ketika melihat influencer, mereka menemukan sosok yang lebih terpercaya, apa adanya, dan dapat menjadi rujukan rekomendasi yang lebih baik. Influencer yang terikat kontrak pasti memiliki aturan-aturan tertentu (misalnya tidak boleh berkata kasar ketika streaming), tapi mereka masih dipandang sebagai sosok yang jujur ketimbang iklan konvensional.
Dengan semakin membesarnya pasar industri streaming, para selebritas internet telah menjadi sarana pemasaran yang efektif dan relatif murah. Nanti mungkin akan tiba waktunya di mana kita tak lagi bisa membedakan mana konten video yang jujur dan mana yang sebenarnya iklan. Tugas para streamer dan influencer adalah menjaga integritas mereka agar mereka tetap objektif terhadap produk yang mereka iklankan, dan tidak berubah menjadi perpanjangan mulut korporasi saja.
Sumber: Kotaku, Wall Street Journal