Dark
Light

Ekosistem Adalah Kunci Dalam Industri Mobile dan Nokia Memiliki Elemen Yang Tepat Untuk Mengambil Peran

3 mins read
November 26, 2011

Kamis kemarin saya menghabiskan sebagian besar waktu saya dengan beberapa manajer produk serta agen humas untuk Nokia Indonesia bersamaan dengan peluncuran ponsel qwerty + touchscreen andalan Nokia, Asha 303. Ponsel yang saya pikir akan menjadi pesaing yang cukup kuat di pasar ponsel seperti Indonesia. Ponsel ini mengusung sistem operasi S40 tetapi menawarkan kemampuan populer yang dicari dari smartphone yang memiliki harga lebih mahal. Saya dan pihak Nokia membahas banyak poin tentang posisi Nokia di Indonesia maupun di antara para pesaing.

Ya, Nokia telah jatuh pada masa-masa sulit, pencipta kategori produk smartphone ini sedang dirundung berbagai masalah. Penjualan menyusut, pangsa pasar menukik tajam, keuntungan raib, sahamnya tidak lagi diperdagangkan di banyak pasar saham terbesar di dunia.

Di tangan saya ada sebuah Nokia N9 yang baru saja kembali dari koma. Dalam perbincangan dengan pihak Nokia, kami juga berbicara tentang strategi musik Nokia dan pasar ponsel di Indonesia. Saya telah menggunakan Nokia Music di N9 saya dan saya pikir, saya bisa memberikan beberapa pikiran saya tentang layanan ini secara langsung.

A foot in the door

Tanpa masuk pada hal yang spesifik, saya akan mengatakan bahwa Nokia berada di posisi terbaik di antara semua pemain lain dalam industri yang bisa membawa era musik digital di Indonesia secara benar. Perangkat yang tersedia semakin baik, layanan musik serta toko aplikasi dari Nokia adalah fondasi dari sebuah ekosistem yang baik. Nokia hanya perlu menyelesaikan pekerjaan mereka di berbagai hal detail lain.

Banyak orang mengatakan jangan berfokus pada detail, tetapi saya pikir Anda perlu memberikan perhatian lebih pada detail. Jika Anda melihat gambaran besar, penting bagi Anda untuk dapat meminimalkan hal-hal kecil yang dapat merusak atau mengubah pengalaman menakjubkan menjadi pengalaman yang biasa-biasa saja, seperti layaknya mengemudikan mobil kemudian Anda mendapati bahwa spion depan Anda telah hilang.

Nokia juga perlu untuk lebih fokus. Dalam lima atau lebih tahun terakhir, Nokia telah memiliki produk yang memenuhi setiap pangsa pasar. Alih-alih berfokus membuat beberapa produk yang benar-benar hebat, Nokia justru menghabiskan semua usahanya untuk meluncurkan segala jenis produk yang bisa mereka bayangkan.

Awal tahun Nokia telah berkomitmen akan fokus pada sembilan kategori produk, mulai dari seri 100 Nokia sampai dengan seri 900. Nokia juga telah berkomitmen untuk menggunakan Windows Phone untuk smartphone dan S40 untuk ponsel non-smartphone. Nantinya S40 akan dikembangkan menjadi hal yang lebih baru, namun Nokia belum mengumumkan hal ini lebih lanjut.

Pada saat ini saya pikir Nokia terlalu fokus pada semua opsi yang mereka pikir konsumen mungkin inginkan, bukan apa yang seharusnya konsumen butuhkan.

Para manajer lokal jelas tidak memiliki kontrol atas keputusan-keputusan ini tetapi sejauh ekosistemnya berjalan, apa yang berkembang bisa benar-benar dibangun dan ditumbuhkan. Pembuat ponsel tradisional mulai kalah atas gempuran perusahan teknologi yang memiliki ekosistem, seperti Apple dan Google yang kini mengambil pasar perusahaan yang dulunya adalah raja dari pembuat ponsel. Ekosistem adalah masa depan perusahaan mobile. Bukan lagi hanya tentang perangkat, namun lebih pada apa yang perangkat tersebut bisa lakukan.

Dengan Asha 303, saya pikir Nokia telah melakukan sesuatu yang benar. Ponsel ini mungkin tidak memiliki fasilitas BlackBerry Messenger tetapi selama ponsel ini bisa digunakan untuk mengakses Facebook, Twitter, WhatsApp, musik, dan bahkan Angry Birds dengan lancar, perangkat ini telah berhasil menutupi sebagian besar kebutuhan konsumen ponsel Indonesia. Ponsel ini bahkan memiliki peta lokal yang bisa diunduh ke kartu memori telepon.

Sekarang masalahnya tinggal meyakinkan konsumen bahwa dengan harga sekitar $160, mereka dapat melakukan apa yang smartphone, dengan harga lebih mahal, dapat dilakukan.

Loyalitas merek

Salah satu manajer bertanya mengapa pemilik iPhone tampaknya begitu terikat pada perangkat mereka, mengapa mereka begitu loyal kepada iPhone. Bagi saya, jawabannya terletak tidak hanya pada perangkat keras iPhone. Apple tidak diragukan lagi telah membuat berbagai gadget yang paling diinginkan di planet ini. Apple hanya membuat segelintir model dan mereka membuatnya dengan baik. Mereka juga mengelilingi produknya dengan ekosistem konten yang tak kalah baik.

Apple juga memiliki reputasi puluhan tahun dalam membuat produk berkualitas tinggi, bahkan sering kali memberikan fasilitas yang lebih dari pada janji yang mereka berikan. Meskipun Apple bukan tanpa kekurangan, tetapi kelalaian yang ada belum bisa dikatakan mengurangi reputasi baik perusahaan ini di mata pelanggan baru.

Setengah dari produk Mac dibeli oleh orang-orang yang baru memiliki produk Apple, hampir ¾ iPad 2 dibeli oleh mereka yang belum memiliki iPad, dan iPhone tetap mendominasi penjualan smartphone yang dijual di seluruh dunia, selain itu iPod juga menjadi pilihan sebagai alat untuk memainkan musik portabel standar selain smartphone.

Semua orang di industri tahu bagaimana Apple beroperasi (jika tidak, mereka harus) dan semua pemain utama mencoba untuk meniru, sebagian besar tidak berhasil karena ada banyak detail yang perlu diperhatikan secara seksama. Sejauh ini para pesaing Apple masih gagal untuk mengeksekusinya. Eksekusi ekosistem ini sangat penting karena jika gagal akan menyebabkan kerugian sanat besar ketika konsumen menyadari apa yang terjadi.

Kembali ke pertanyaan tentang loyalitas merek, sebuah laporan dari GfK menemukan bahwa 84% dari pemilik iPhone akan tetap pada pilihannya dibandingkan dengan 60% dari pemilik Android dan 48% dari pemilik BlackBerry.

“Ruang bagi pemilik merk untuk menarik pelanggan dari pesaing telah berkurang dan imbalan yang tertinggi akan jatuh pada mereka yang dapat menciptakan pengalaman pengguna yang paling harmonis dan mengembangkan loyalitas merek,” kata GfK.

Di seluruh wilayah negara-negara kaya dan negara-negara maju, ekosistem dominan iPhone dapat mengikat pelanggan, namun di negara-negara berkembang, dengan konektivitas internet mobile yang lambat dan iTunes Store yang belum menyediakan musik, ada kesempatan besar bagi pemain lain untuk mengambil peluang ini, memimpin dan membangun fondasi yang kuat.

Nokia Indonesia memiliki peluang untuk mengambil kesempatan ini, hanya perlu cukup pintar untuk menempatkan dirinya secara strategis dan membuat gerakan yang benar. Lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

4 Comments

  1. iTunes Store di beberapa negara -termasuk Indonesia- memang belum menyediakan musik.

    *OOT dikit* Kayaknya di Indonesia tingkat penjualan RBT lebih tinggi dari penjualan digital single/album ya? atau bahkan album fisik juga? Buat didengerin orang lain rela bayar, tapi kalo buat didengerin sendiri malah download bajakan. Lucu..

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Semakin Marak Online Marketplace Milik Bank, Bank Mega Dukung Lojai.com

Next Story

Rekap Dailylicious Minggu Ini

Latest from Blog

Don't Miss

Apple-Merilis-Final-Cut-Pro-11,-Bawa-Lebih-Banyak-Fitur-AI

Apple Merilis Final Cut Pro 11, Bawa Lebih Banyak Fitur AI

Final Cut Pro X, software pengeditan video profesional yang sangat

Try Galaxy Ajak Pengguna Smartphone Non Samsung Merasakan Kecanggihan Galaxy AI

Sejak kemunculannya, aplikasi Try Galaxy memang menjadi terobosan bagi para