Belakangan ini industri game di Indonesia makin menggeliat, salah satunya disebabkan ramainya kompetisi e-sport yang diselenggarakan oleh berbagai pihak. Namun kondisi ini belum dibarengi dengan bantuan pemerintah yang masif untuk melindungi pengembang game lokal dalam serbuan asing.
Pendanaan hingga kini masih menjadi isu utama yang dihadapi para pengembang game dalam mengembangkan idenya yang penuh dengan faktor X. Padahal, itu adalah cara memperpanjang nafas sebelum game yang dibuat jadi hit.
Menghadapi kondisi ini, mungkin kita bisa melihat dari apa yang pemerintah Australia lakukan dalam melindungi industri game di sana. DailySocial beserta rekan media lainnya diundang Kedutaan Besar Australia untuk mengikuti Digital Indonesia Media Visit dan mengunjungi The Arcade, sebuah coworking space yang didedikasikan khusus pengembang game indie di Australia.
Dijamu langsung CEO The Arcade Ceri Hutton dan Communication & Strategy Officer GDAA (Asosiasi Pengembang Game Australia) Melissa Lancuba, mereka berdua menceritakan sejarah awal industri game di Australia mulai bangkit dan kehadiran coworking space sebagai ekosistem untuk pengembang game.
Bantuan pemerintah
Hutton menjelaskan secara singkat perkembangan industri game di sana, Australia pernah menjadi negara sasaran utama untuk pekerja outsource gaming sebelum krisis ekonomi global. Perusahaan publisher besar seperti Activision pun termasuk salah satu pelanggannya.
Namun ketika krisis ekonomi terjadi, banyak publisher angkat kaki dari Australia. Ini menyebabkan 60% industri game hampir kolaps karena tidak ada sumber penghasilan. Namun di sinilah titik munculnya komunitas game indie.
“Karena indie, jadi mereka harus bergantung satu sama lain untuk saling membantu saat mau merilis game buatan sendiri. Komunitas ini terbangun cukup kuat hingga sekarang,” terang Hutton, Senin (27/11).
Kehadiran The Arcade sejak 2013 turut menjadi pendorong untuk menggalakkan komunitas game indie. Menurutnya, kini ada banyak pengembang yang bermunculan dan berasal dari berbagai latar belakang.
Ada yang sekadar hobi, masih jadi mahasiswa, ada yang sudah bekerja di perusahaan game bertahun-tahun, dan lainnya. Komunitas yang ingin dibangun lewat The Arcade adalah komunitas yang inklusif, tumbuh bersama-sama lewat diskusi dan kerja sama.
Buktinya terlihat dari lokasi The Arcade yang ditempati saat ini. Hutton mengaku ini adalah lokasi kelima. Luasnya sampai lima kali dari lokasi sebelumnya, mampu menampung hampir 200 tenant dan 39 studio game aktif.
Lokasi ini, sambungnya, salah satunya berkat bantuan pemerintah Australia lewat dana hibah untuk para pengembang game. Program ini selalu ada tiap tahunnya dan sudah berlangsung sekitar lima tahun belakangan.
Hutton mengaku, kalau tidak ada bantuan dari pemerintah, The Arcade tidak bisa tumbuh eksponensial dari sebelumnya. Jumlah dana hibah yang diberikan pemerintah tergantung kebutuhan para pengembang, sehingga tidak menentu.
Program dana hibah ini, salah satunya dilakukan oleh pemerintah negara Victoria lewat Creators Fund sebesar AU$20-50 ribu.
Rumah untuk pengembang game
Sebenarnya coworking space khusus game di Australia tidak hanya The Arcade, ada juga yang berlokasi Sydney dan Tasmania. The Arcade tidak hanya menampung pengembang game indie, tapi juga industri kreatif lainnya. Di antaranya adalah industri film dan musik, seperti Yorks Studio.
Bahkan ada juga agensi khusus menangani game, sebab industri game itu bukan hanya berbicara soal memproduksi game, tapi juga bagaimana menjualnya ke pasar.
The Arcade menawarkan koneksi internet yang cepat dengan jaringan kabel fiber berkecepatan 300 Mbps. Internet menjadi isu yang cukup serius di Australia.
“Perangkat lainnya seperti laptop atau software itu disediakan sendiri oleh masing-masing tenant. Tapi fasilitas penting di sini adalah orang-orangnya, banyak profesional yang bisa bantu pemula untuk merintis game mereka.”
Beragamnya pengembang game dalam satu tempat diharapkan dapat memicu terjadinya kolaborasi antara satu sama lain. Banyak peluang yang bisa dikolaborasikan. The Arcade juga rutin mengadakan seminar untuk meng-upgrade pengetahuan atau kegiatan sosial para anggotanya.
Salah satu penghuni The Arcade adalah Mighty Games (pengembang game Crossy Road), League of Geeks (pengembang game Armello), Mountains Studio (pengembang game Florence), dan masih banyak lagi.
Kondisi di Indonesia
Hutton belum menunjukkan minat untuk mengembangkan layanannya ke Indonesia. Kendati demikian, dia melihat bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk industri game.
Menurut Hutton, salah satu koleganya pernah bertemu dan membantu komunitas game di Bali. Di sana memiliki komunitas yang cukup solid, meski Bali bukan kota besar seperti Jakarta.
Cerita singkat Hutton memberikan gambaran bahwa dana hibah dari pemerintah memberikan dampak yang sangat positif terhadap pengembangan industri game di Australia. Orang di sana kini lebih ekspresif dalam mengembangkan idenya dan berkolaborasi dengan yang lainnya untuk memajukan game indie.
Pemerintah, melalui Bekraf, telah menginisiasi Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) sejak dua tahun lalu untuk membantu pelaku ekonomi kreatif di sektor kuliner, fesyen, kriya, serta aplikasi digital dan game (AGD).
Pekerjaan rumah ke depannya adalah memberikan perhatiannya ke industri game supaya lebih masif lagi, sebelum game lokal terkena imbas terjangan pemain asing.