Kehadiran inovasi digital seringkali dianggap “gangguan” untuk sektor tradisional, namun pendekatan yang diambil TokoPandai justru sebaliknya. Sektor tradisional tetap dapat dapat terbantu mengembangkan bisnisnya lewat platform digital tanpa harus terganggu dengan bisnis hariannya.
TokoPandai merupakan platform digital supply chain hasil kolaborasi antara Valdo Group dan Astrum. Platform ini memungkinkan prinsipal produk, distributor, dan toko-toko tradisional skala UKM melakukan transformasi bisnis, dari pendekatan berbasis manual menjadi digital.
“TokoPandai ingin meningkatkan kemampuan dan kompetisi toko-toko skala kecil menengah dengan membuka akses mereka dengan stakeholders melalui cara digital,” terang Presiden Direktur Valdo Group Reza Valdo Maspaitella, kemarin (16/10).
Ia menerangkan TokoPandai berkolaborasi dengan prinsipal FMCG dan bank untuk menciptakan ekosistem buat toko tradisional saat ingin membeli produk yang mau dijual. Pemilik toko hanya perlu memesan lewat aplikasi dan pembayarannya bisa langsung dilakukan dari sana.
Dalam tahap awal, TokoPandai menggandeng Unilever dan Bank Mandiri sebagai mitra perdana. Jadi setiap pemilik yang ingin menyediakan stok barang dari Unilever bisa langsung memesan dari aplikasi. Kemudian membayarnya lewat dompet elektronik yang disediakan Bank Mandiri.
“Unilever kami ajak untuk jadi mitra pertama karena secara brand mereka sudah sangat kuat dan produk-produknya yang kita pakai sehari-hari. Berikutnya kami akan undang prinsipal lainnya dari industri FMCG untuk bergabung.”
Tak hanya permudah suplai barang, TokoPandai juga menggabungkan unsur inklusi keuangan dengan membantu pemilik toko untuk merekap invoice mereka sebagai catatan keuangan. Nantinya catatan tersebut bisa dipergunakan saat ingin mengambil pinjaman dari bank atau institusi lainnya.
“Pembiayaan itu bisa mereka pakai untuk mengembangkan usahanya. Selama ini mereka kesusahan dalam mencari pinjaman karena tidak ada pencatatan yang baik. Kami ingin toko yang bergabung punya bisnis yang sustain.”
Masuk dalam regulatory sandbox
Sebelum resmi dihadirkan ke publik, TokoPandai terpilih sebagai startup masuk ke dalam uji coba regulatory sandbox Bank Indonesia pada kuartal pertama 2018. Reza menuturkan sejak saat itu, konsep bisnis TokoPandai diuji betul-betul oleh BI karena mengandung unsur fintech.
Sebelumnya, perusahaan juga melakukan proof of concept yang dimulai di Yogyakarta pada kuartal kedua 2017. Memulainya dari satu distributor Unilever dengan 30 toko tradisional.
Setelah hampir sembilan bulan masuk ke regulatory sandbox, akhirnya BI memberi restu operasi untuk TokoPandai dan dapat segera berekspansi ke seluruh Indonesia.
Rencana berikutnya, TokoPandai akan agresif menggandeng prinsipal lainnya di industri FMCG agar bermitra dengan perusahaan, setidaknya ada tambahan tiga sampai empat prinspal lagi yang bergabung. Jumlah toko UKM yang bergabung diharapkan sampai tahun ini bisa tembus di angka 15 ribu dari posisi saat ini sekitar 300 toko.
“Fokus tahun ini kita sempurnakan engine dari TokoPandai agar tahun depan bisa lebih banyak merekrut toko UKM. Harapannya tahun depan minimal bisa jutaan toko.”
Tak hanya itu, TokoPandai juga berencana menambah layanan untuk toko UKM agar dapat menjual berbagai produk digital. Sehingga pada akhirnya mereka bisa memperoleh tambahan penghasilan saat bergabung ke aplikasi.
“TokoPandai ingin persiapkan mereka sebagai agen Laku Pandai yang dapat menerima berbagai channel pembayaran agar mereka bisa mendapat penghasilan tambahan,” pungkasnya.