Dark
Light

[Guest Post] Membangkitkan Generasi Y yang Produktif

2 mins read
July 4, 2011

Editorial: Generasi Y, yang kini sedang ada di bangku kuliah, bekerja di sebuah perusahaan atau sedang mengembangkan bisnis akan memegang peran penting dalam perkembangan industri dalam kurung waktu 5-10 tahun ke depan, Josep William Widjaya sebagai bagian dari universitas (dosen) memliliki pandangan menarik atas kondisi ini dan juga pendapat tentang bagaimana membangkitkan generasi Y untuk bisa menjadi generasi yang produktif.

Anda seorang Generasi Y? Iya, jika Anda terlahir di antara tahun 1980 hingga 1995, dan paling tidak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

  • Anda lebih mudah menerima perubahan, karena lebih ‘open minded’ dan berkeinginan tinggi untuk belajar segala hal baru.
  • Anda lebih percaya diri untuk tampil di depan forum dan mengemukakan pendapat.
  • Anda selalu terkoneksi secara online melalui komputer, laptop, smartphone atau media elektronik lainnya untuk bekerja atau berkomunikasi dengan sesama.
  • Anda tidak terlalu suka hal-hal yang detail dan menganggap bekerja di Starbucks Café sambil minum kopi itu hal yang biasa.
  • Anda mempunyai semangat yang luar biasa untuk sebuah ide dan inovasi.

Singkat kata Generasi Y adalah generasi yang tumbuh seiring dengan berkembangnya komunikasi massa dan internet.

Jika kita perhatikan lebih lanjut, maka generasi Y saat ini adalah orang-orang yang saat ini sedang duduk di bangku kuliah atau sedang merintis dan mengembangkan usaha ataupun sedang bekerja di sebuah perusahaan untuk meniti karir.

Saya setuju dengan pendapat banyak orang bahwa generasi inilah yang menjadi tulang punggung dan memegang peranan penting dalam menjadi penentu perkembangan industri di dalam waktu 5 -10 tahun ke depan di sebuah negara.

Hal ini juga akan terjadi di Negara kita sendiri Indonesia, yang saat ini juga sedang mengalami perubahan yang besar, perubahan itu antara lain ditandai oleh 4 pilar besar yaitu:

  1. Pendapatan perkapita di Indonesia yang menyentuh US $3.000 (spending power).
  2. Jumlah ponsel yang mendekati populasi, dan 50% di antaranya mempunyai kapasitas mengakses jejaring sosial.
  3. Menguatnya gejala freemium dalam bisnis.
  4. Munculnya generasi baru yang cepat berubah karena terhubung satu dengan yang lainnya.

Keempat pilar ini berpengaruh pada perilaku konsumen (consumer behavior) dan perilaku bisnis (business behavior) dan menjadi penopang kegiatan kewirausahaan di Indonesia.

Bagaimana seorang generasi Y memanfaatkan peluang ini? Ini mungkin menjadi sebuah pertanyaan yang sama sulitnya dengan pertanyaan ‘jackpot’ di TVshows “Who wants to be a millionaire?”, sependapat dengan Wiku, saya percaya jawabannya tidak mudah, karena dibutuhkan sebuah research dan strategi yang jitu, karena jawabannya tentu tidak hanya berupa sebuah ide saja, tetapi bagaimana ide itu bisa dieksekusi dan bisa memberikan sebuah bisnis model yang baik.

Terlepas dari kemampuan skill seorang ketika ingin mendirikan sebuah usaha atau startup, saya percaya bahwa kemampuan untuk melihat celah, memanfaatkan peluang dan fakta apa yang terjadi dan sedang dibutuhkan di Indonesia dan mengeksekusinya adalah hal yang tidak kalah penting dalam membangun sebuah startup.

Hal-hal semacam ini yang mungkin tidak banyak dimiliki ketika seseorang baru saja menyelesaikan kuliahnya. Sehingga banyak juga mahasiswa yang baru lulus untuk mencoba mencari pengalaman bekerja terlebih dahulu sebelum membangun sebuah usaha. Dan tentu saja hal ini bukanlah keputusan yang salah.

Di kampus tempat saya mengajar, seringkali saya mendorong para mahasiswa saya bukan hanya untuk mengikuti kompetisi dan acara-acara seputar update teknologi tetapi juga berbagai seminar, acara, atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan startup dan “How to be an Entrepreneur”. Sehingga mereka tidak hanya memiliki kemampuan secara skill saja, tetapi juga diperlengkapi akan pengetahuan bisnis aspeknya. Dan sebenarnya hal-hal inilah yang akan memacu dan memotivasi seseorang untuk berkembang untuk menjadi seorang “pioneer” yang produktif.

Salah satu acara yang secara rutin diselenggarakan di kampus saya adalah sebuah event bejudul “CEO Speaks” di mana para pimpinan perusahaan kelas atas di industri boleh membagikan pengalamannya dari segi bisnis, strategi, dan menajemen sehingga bisa memimpin dan membawa perusahaannya menjadi sukses dan berkembang.

Sebagai penutup, saya akan kembali lagi mengajukan pertanyaan “Apakah Anda Generasi Y yang ingin bangkit dan menjadi produktif?”

Perlengkapilah terus diri Anda dan mari kita bergandeng tangan bersama-sama demi membangun negeri kita tercinta ini.

Josep William Widjaja adalah dosen di Bina Nusantara International University. Selain memiliki hobi membaca majalah atau berbagai buku yang berkaitan dengan dunia IT dan mendengarkan musik jazz, ketertarikan Josep adalah pada implementasi IT dalam bisnis dan pemasaran, web and mobile development, jaringan/infrastruktur.

4 Comments

  1. “The reason this won’t turn into a second Bubble is that the IPO market is gone. Venture investors are driven by exit strategies. The reason they were funding all those laughable startups during the late 90s was that they hoped to sell them to gullible retail investors; they hoped to be laughing all the way to the bank. Now that route is closed. Now the default exit strategy is to get bought, and acquirers are less prone to irrational exuberance than IPO investors. The closest you’ll get to Bubble valuations is Rupert Murdoch paying $580 million for Myspace. That’s only off by a factor of 10 or so.” –Paul Graham, source:  http://www.paulgraham.com/web20.html 
    Dan apa yang Anda maksud “Anda tidak terlalu suka hal-hal yang detail dan menganggap bekerja di Starbuck Cafe sambil minum kopi itu hal yang biasa.” ???
    Apa Anda bercanda???
    Saya rasa alasan kenapa mahasiswa menjadi medioker itu karena : mereka tidak suka hal-hal mendetail.
    Dan mereka nurut saja sama teman2nya di chat/status yang juga malas dengan detail…
    Saya kira semua kesuksesan datang dari melihat gambaran besar dan bekerja pada detail.

  2. Sebenarnya itu relatif, tergantung dan kembali pada diri orang masing-masing. Tapi memang sebagian besar ya.
    Maaf, tapi mengapa tidak sekalian dijelaskan mengapa namanya “Generasi Y”?

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Sources: KapanLagi Soon To Be Acquired *UPDATE*

Next Story

RIM Resmi Buka API Untuk Blackberry Messenger

Latest from Blog

Don't Miss

Web3 penulis

Kepenulisan dan Penulis dalam Blockchain

Nawala dan portal informasi tertulis kian menjadi sarana distribusi informasi
Playground Web3 platform

Playground Hadirkan Platform untuk Menemukan Proyek dan Game Web3 Terpercaya

Meski kerap menjadi topik pembicaraan dalam setahun terakhir, tren Web3