Dark
Light

[Guest Post] Sukses di Indonesia: “Mobile” dan “Social”

2 mins read
June 16, 2011

Guest post kali ini ditulis oleh Qonita Shahab, peneliti di bidang UX yang sebelumnya menekuni bidang IT. Hobi musik dan fotografi mendukungnya dalam merancang prototipe sistem interaktif. Sejak memulai riset dalam bidang teknologi persuasif, Qonita mempelajari lebih banyak tentang psikologi sosial dan penggunaan teknologi secara komunal.

Pentingnya memahami struktur geografis negara Indonesia sehubungan dengan perkembangan jaringan internet baru saya sadari ketika pada tahun 2003 saya bertemu dengan pekerja infrastruktur IT dari Korea. Saat itu, Korea (selatan) sudah sebagian besar saling terhubung melalui broadband, sementara di Indonesia akses internet dari rumah (dial-up) masih mahal pun tidak memadai, sehingga sebagian besar pengguna internet mengaksesnya dari warnet atau tempat kerja.

Kata mereka, “Satu-satunya jalan untuk membuat Indonesia saling terhubung adalah dengan wireless connection, karena terlalu mahal untuk membuat wired connection di negara kepulauan yang begitu luas ini.” Walaupun saat itu sedang masa suram teknologi wireless karena sulitnya perijinan dari pemerintah, saya terus mengingat kata-kata itu.

Tak perlu menunggu satu dekade, teknologi telekomunikasi saat ini memungkinkan perangkat wireless seperti ponsel untuk melakukan komunikasi data dengan kecepatan memadai. Ketika Facebook memulai layanan versi Lite di akhir 2009, di saat itu pula dimulai peningkatan besar-besaran pengguna Facebook di Indonesia (tertinggi di Asia per Februari 2010). Diikuti oleh kemunculan penyedia layanan mobile internet GSM/CDMA berbentuk USB stick, maka koneksi wireless di Indonesia juga merambah pengguna laptop maupun desktop di rumah-rumah.

Walaupun demikian, secara ekonomis bagi masyarakat Indonesia ponsel masih lebih terjangkau dibanding komputer. Dengan ponsel paling sederhana dan sistem layanan lewat SMS, aplikasi versi mobile lebih banyak diakses daripada versi desktop. Dengan peningkatan kemampuan daya beli kelas menengah dan perkembangan teknologi prosesor, memori, dan layar ponsel (smartphone), mengakses internet lewat ponsel menjadi lebih disukai dibanding beberapa tahun yang lalu. Sampai di sini saya melihat perkembangan aplikasi ponsel di Indonesia yang masih memiliki banyak ruang untuk berkembang, sehingga inilah salah satu faktor sukses aplikasi berbasis internet di Indonesia.

Ada satu faktor lagi yang menunjang kesuksesan aplikasi berbasis internet di Indonesia, yaitu budaya masyarakat Indonesia. Menurut Geert Hofstede, Indonesia adalah salah satu dari negara-negara yang memiliki sifat individualisme terendah, bahkan lebih rendah daripada rata-rata Asia. Dengan kata lain, budaya masyarakat Indonesia adalah kolektivis (komunal). Kehidupan sosial masyarakat Indonesia mementingkan hubungan-hubungan jangka panjang, loyalitas, dan kekeluargaan.

Jika menurut Robin Dunbar, otak manusia hanya memungkinkan manusia berhubungan dengan kira-kira 150 orang saja, maka masyarakat Indonesia yang begitu komunal mempunyai definisi teman bahkan keluarga yang tidak dibatasi oleh kemampuan otak. Karena masyarakat Indonesia cenderung berinteraksi bukan di tingkat individu melainkan di tingkat kelompok, maka otak bisa berinteraksi melampaui 150 individu (ekstrimnya: 150 kelompok).

Kita bisa melihat dari maraknya penggunaan aplikasi-aplikasi berbasis jaringan sosial, contohnya Facebook dan Twitter. Aplikasi yang tidak dikembangkan oleh bangsa Indonesia ini justru memiliki pengguna terbesar (Twitter) dan terbesar kedua (Facebook) dari Indonesia. Kedua aplikasi ini memungkinkan pengguna berinteraksi dengan ribuan orang jika diinginkan. Sifat komunal masyarakat Indonesia memungkinkan perkembangan jumlah pengguna kedua aplikasi ini begitu pesat karena kecenderungan mengikuti apa yang diikuti oleh orang lain dari kelompok yang sama.

Fungsi kedua aplikasi ini juga menunjang lebih jauh lagi sistem interaksi “getok tular” ini, karena begitu mudah untuk menyebarkan informasi dengan cara sederhana (interaksi dengan sedikit klik dan mengetik). Sampai di sini, saya melihat fungsi jaringan sosial menjadi faktor sukses juga bagi aplikasi berbasis internet untuk masyarakat Indonesia.

[sumber gambar: gettyimages/95752805]

Previous Story

NawarTrus.com Puts Every E-commerce Model Under One Roof

Next Story

Belum Ada Produk Pengembang Indonesia di Ovi Store yang Capai 1 Juta Unduhan

Latest from Blog

Don't Miss

Niko Partners: Pertumbuhan Industri Game Indonesia di 2023 Melambat

Game menjadi salah satu industri yang justru tumbuh selama pandemi
Meta sedang siapkan chatbot AI untuk produk-produknya

Meta Segera Luncurkan Chatbot AI dengan Banyak Kepribadian

Sejak ChatGPT diluncurkan November tahun lalu, chatbot AI terus menjadi