Segmen B2G (Business-to-Government) banyak dikatakan kurang diminati oleh para pengusaha startup. Banyak mitos yang menyebut segmen ini kurang scalable, sustainable, tidak bisa diprediksi, hingga kurang menarik bagi investor dalam hal mencari pendanaan.
Namun mitos ini coba dijawab oleh CEO Qlue Rama Raditya yang hadir dalam #SelasaStartup pekan lalu (16/1). Sebagai startup yang cukup lama berkecimpung di segmen B2G dan cukup proven, Rama banyak memberi tips seputar B2G. Mulai dari strategi bertahan Qlue meski hanya fokus dengan bisnis B2G, juga mematahkan mitos-mitos yang sering beredar di segmen B2G.
“Tidak menjamin keberlangsungan bisnis dan skalabilitas”
Mitos ini, menurut Rama, bisa dipatahkan karena ketidakberlangsungannya bisnis dan skalabilitas sangat bergantung pada tipe klien yang Anda hadapi. Untuk itu, sama seperti tipe klien lainnya, Anda memerlukan model bisnis dengan penetapan harga yang tepat. Ini tujuannya untuk memastikan skalabilitas bisnis Anda sampai ke depannya.
Bentuk penetapan harga ini bisa dibuat per fase dan bisa dikomunikasikan sejak awal dengan klien. Maksudnya untuk menciptakan kerja sama yang berkesinambungan selama bertahun-tahun.
“Untuk kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta, kami pakai rencana per fase. Jadi pada 2014, kita ketemu dengan Pak Ahok (panggilan Basuki Tjahaja Purnama) rencana sampai 2020 mau implementasi apa saja. Ada fase-nya per tahun. Kita juga bisa tahu sampai 2020 nanti dapat uangnya berapa dari kerja sama ini,” terang Rama.
“Proses pembayaran sering menunggak”
Menurut Rama, justru mitos ini sudah tidak terjadi karena saat ini banyak pemerintah kota/provinsi yang menggunakan proses tender secara online. Untuk proses pembayarannya pun kepada setiap pemenang tender, sudah memiliki tanggal tertentu yang harus ditaati para petinggi daerah.
Pemerintah umumnya memiliki dua jenis kesepakatan pengadaan, buka tender atau lewat e-katalog. Rencana tersebut harus sudah disiapkan selama 6-9 bulan sebelum masa tender dimulai.
Kemudian setelah tender selesai dilaksanakan, pemerintah harus menyerahkan faktur bukti pembayaran pada tanggal 15 Desember setiap tahunnya. Proyek harus diserahkan sebelum jatuh tempo pada tanggal tersebut.
“Malah kalau memiliki klien dari pemerintah, potensi dibayarnya lebih jelas daripada dengan enterprise karena di setiap tanggal tertentu harus sudah dibayar.”
“Penuh dengan unsur korupsi”
Untuk mengatasi mitos ini, menurut Rama, sebaiknya pada langkah awal founder harus memastikan kepada diri sendiri agar tetap bersih dalam menjalani bisnis. Solusi yang bisa digunakan untuk mengurangi potensi terjadinya korupsi adalah memanfaatkan mitra enterprise yang berpengalaman dan dapat membantu menjual produk Anda.
Biarkan mereka yang menavigasi masuk ke ranah pemerintah dan tugas Anda adalah mendukung mereka dalam hal teknis dan administratif. Kemudian berikan diskon yang besar kepada mitra Anda, namun jangan pernah membiarkan mereka mematuk harga produk Anda.
Anda harus selalu siapkan risiko terburuk, kalau-kalau Anda didatangi pihak berwajib. Selama Anda bersih, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
“Investor tidak tertarik ke segmen B2G”
Khusus mitos ini, hanya akan terjadi bila Anda tidak berhasil meyakinkan mereka bahwa setiap tahunnya anggaran nasional pemerintah Indonesia mencapai US$165 miliar. Dari total tersebut, anggaran untuk TI mencapai US$4,5 miliar dan terus naik sekitar 10% tiap tahunnya.
Ketika Anda telah memastikan rencana bisnis berkelanjutan, terukur dan aman, investor tidak hanya tertarik dengan perusahaan Anda. Justru jalan menuju profitabilitas jauh lebih cepat.
“Ketika kami dapat investor, kami lebih menggunakan dananya untuk perluas akses ke pemerintah. Malah karena tahap awal kami banyak dipromosi secara gratis oleh gubernur, kami tidak mengeluarkan dana marketing. Sehingga dalam setahun sudah profit.”
Sejauh ini Qlue sudah bermitra dengan delapan pemerintah kota/provinsi, tujuh kementerian dan institusi, dan delapan perusahaan properti dan satu perusahaan infrastruktur utilitas.