Dark
Light

Cerita Perjalanan Kegagalan Zenc Labs dalam Pengembangan Produk

2 mins read
December 13, 2017

Founder & CEO Zenc Labs, François Wouts, memiliki cerita menarik tentang liku-liku perjalanannya dalam membangun startup. Cerita ini diangkat karena memiliki beberapa pembelajaran penting yang dapat menjadi pertimbangan bagi pembaca yang berniat untuk pivot dari pekerjaan profesional yang sudah dimiliki saat ini dan membangun sebuah startup.

François sendiri sebelumnya sudah memiliki karier yang cukup nyaman di Google, dengan berbagai fasilitas penunjang dan pendukung yang ia sebut sangat mencukupi untuk kesehariannya. Termasuk gaji yang nilainya tidak kecil, karena ia menjadi salah satu staf di tim pengembangan. Namun setelah tiga tahun di Google, akhirnya memutuskan untuk keluar.

Dua tahun sebelum keluar François mencoba belajar tentang startup, dari program YCombinator dan para pendiri yang sudah menuai kesuksesan. Ia memahami betul bahwa startup sangat erat dengan kegagalan, eksekusinya harus sempurna. Sebagai orang yang memiliki kompetensi teknis, François juga mencoba menyerap berbagai ilmu lain, termasuk desain dan pemasaran dari rekan-rekannya sebelum benar-benar memulai startup.

Pentingnya melakukan validasi ide, karena berkaitan dengan prospek bisnis

Pada akhirnya bulan Maret 2017 François resmi keluar. Dan salah satu gagasan ide yang coba divalidasi ialah mengembangkan sebuah alat yang dapat membantu developer menjadi lebih produktif, dengan menghadirkan IDE yang memudahkan developer untuk coding. Sebagai seorang pengembang ia tahu betul tentang isu-isu personal seorang developer. Gagasan prototipe itu pun coba terus dieksplorasi.

Akhirnya sebuah IDE bernama Modular berhasil dikembangkan, dengan mengedepankan kemampuan agar para developer fokus dalam penulisan kode berdasarkan modul pengembangan. François cukup bangga dengan karya tersebut, karena dinilai akan merevolusi cara developer dalam mengembangkan aplikasi. Dan setelah tiga bulan berjalan akhirnya prototipe tersebut memiliki fungsional dan antarmuka yang cukup lengkap. Namun ada satu hal yang dilupakan François, selama tiga bulan pengembangan produk ia sama sekali tidak berbicara dengan calon pengguna.

François tersadar bahwa yang ia pikirkan baru di satu sisi saja, menciptakan produk yang bagus. Namun tidak memiliki rencana bisnis apa pun dengan produk tersebut. Bahkan ketika dipikirkan sebagai sebuah alat yang gratis, produk tersebut ternyata masih terlalu rumit untuk menjadikan hidup pengembang menjadi lebih mudah. François merasa gagal sebelum benar-benar meluncurkan produk tersebut.

Terlepas dari kegagalan tersebut, François mempelajari banyak hal, baik dalam teknis pengembangan maupun unsur lain terkait pembuatan bisnis. Salah satunya ia menyadari bahwa suasana hati adalah ukuran yang tidak bisa benar-benar diandalkan. Artinya keyakinan saja tidak cukup, harus benar-benar diukur dengan kondisi pasar yang ada.

Temukan permasalahan yang benar-benar dihadapi oleh pengguna

Modular akhirnya diujicobakan ke salah satu teman François yang juga seorang pengembang, dan jawabannya tidak tertarik. Namun dari pertemuan dengan rekannya tersebut akhirnya François justru menemukan sebuah permasalahan, yakni tentang kebutuhan sebuah sistem sederhana untuk mengelola server berbasis Amazon Web Serives (AWS). Kebanyakan pengembang tidak memiliki banyak waktu untuk mengatasi kompleksitas AWS, dan umumnya yang dilakukan ialah mendelegasikan ke DevOps paruh waktu.

Dan ini adalah babak baru lahirnya Zenc Labs, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Modular dihentikan, dan sebuah aplikasi untuk DevOps layanan AWS segera dikembangkan. Sebagai alumni dari Google, François cukup kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan pengembangan di AWS, bisa dipelajari namun membutuhkan waktu ekstra. Usahanya pun berhasil, sebuah prototipe kembali dilahirkan, dan rekannya tadi diminta untuk menjadi penguji.

Beberapa umpan balik diberikan, namun solusi yang ditawarkan akhirnya diterima, dan dianggap akan bermanfaat. François memutuskan untuk mempublikasikan prototipenya ke kanal sosial yang dimiliki. Benar saja banyak masukan, terutama terkait UX, dan itu menjadi sebuah materi menarik untuk optimasi layanan. Hingga akhirnya kini petualangan startupnya dimulai, dan rencana bisnis yang solid pun sudah didefinisikan dengan produk barunya tersebut.

Melawan ego untuk terus berfokus pada tujuan awal yang sudah terdefinisi

François turut menyampaikan, di tahap ini ketika ia sudah memiliki rencana yang matang bukan berarti tanpa tantangan. Masih ada ego yang perlu dilawan, karena di tengah perjalanan ada perasaan yang memaksa untuk berhenti mengerjakan produk yang dikerjakan sekarang ini. Ketika bertemu masalah baru, juga egonya meningkat ingin mencoba pivot lagi. Namun François sadar betul, untuk tetap fokus menyelesaikan apa yang sudah dimulai, dan kali ini sudah tervalidasi.

Previous Story

iMac Pro dengan Prosesor 8-Core dan 10-Core Resmi Dipasarkan Mulai 14 Desember

Next Story

Synaptics Mulai Rakit Sensor Sidik Jari di Layar, Samsung Bisa Jadi yang Pertama

Latest from Blog

Don't Miss

Indigo Impact Report 2021

Laporan DSInnovate: Dampak Program Inkubator dan Akselerator untuk Ekosistem Startup Indonesia

Menurut data terbaru yang dirangkum laporan e-Conomy SEA 2021, ekonomi
Jefrey Joe berbagi pengalamannya dalam membantu founder mencari dan mengeksekusi model bisnis

Mengupas Serba-Serbi Model Bisnis pada Startup

Startup tak melulu bicara soal merealisasikan ide menjadi sebuah produk.