Bisnis adalah sesuatu yang terukur, dapat dikalkulasi dan memiliki rumusan untuk setiap pengukurannya. Di startup digital, pada dasarnya pengukuran (metrik) yang digunakan sebagai patokan standar capaian tak berbeda dengan bisnis, hanya saja pendekatannya kadang perlu disesuaikan dengan karakteristiknya. Pemahaman tentang metrik bisnis diperlukan bagi pelaku startup untuk memahami kondisi bisnis yang sedang ia jalankan dan untuk menentukan strategi terbaik demi penguatan di lini bisnis yang membutuhkan.
Secara umum dalam sebuah bisnis startup digital ada dua kategori metrik utama, yakni (1) metrik bisnis dan finansial dan (2) metrik produk dan engagemement-nya. Dalam setiap kategori terdapat poin-poin yang mengacu pada pengukuran spesifik untuk masing-masing bidang. Hal ini membantu untuk mengetahui bagian mana yang bekerja dengan baik dan bagian mana yang perlu dibenahi dalam hal performa dan akselerasi.
Berikut ini adalah beberapa uraian tentang metrik bisnis yang diukur dalam sebuah startup digital.
#1 Kategori bisnis dan finansial
Kategori metrik ini berkaitan dengan siklus keuangan yang ada di dalam tubuh startup. Biasanya menentukan sehat dan tidaknya perjalanan startup tersebut secara bisnis. Metrik ini terdiri dari beberapa hal, di antaranya:
Banyaknya pemesanan (booking) dan pendapatan (revenue) menjadi salah satu pengukuran yang sering diacu untuk mengukur bagaimana performa bisnis dalam kaitannya dengan penerimaan konsumen terhadap layanan atau produk yang dijajakan. Keduanya hal yang berbeda. Pemesanan diartikan sebagai nilai kontrak antara perusahaan dan pelanggan. Ini mencerminkan kewajiban kontrak dari pelanggan untuk membayar perusahaan. Di sisi lain, pendapatan diakui pada saat layanan tersebut benar-benar diberikan atau disewakan selama masa berlangganan.
Kemudian ada juga istilah ARR (Annual Recurring Revenue) dan MRR (Monthly Recurring Revenue). ARR dan MMR adalah ukuran komponen pendapatan yang bersifat berulang, yang akan datang dengan sendirinya. Startup dapat membuat indikasi, apakah ARR dalam penjualan layanannya bertumbuh atau datar. Jika startup mengalami upselling atau cross-selling pelanggan, maka indikator metrik ini harus tumbuh, yang karena menjadi indikator positif untuk bisnis yang sehat. Untuk setiap keuntungan yang telah diprediksi pengukurannya melalui LTV (Life Time Value).
Gross profit (laba kotor) juga masuk dalam pengukuran di kategori ini. Pengukuran ini memberikan gambaran terhadap seberapa efektif arus pendapatan yang diraih oleh bisnis. Metrik ini mengukur tingkat efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksi, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. Semakin tinggi laba kotor, maka semakin baik pula bisnis dari sisi operasional.
[Baca juga: Istilah Finansial Yang Wajib Dicermati Pelaku Startup]
Terkait dengan kontrak bisnis ada yang disebut dengan TCV (Total Contract Value) dan ACV (Annual Contract Value). TVC adalah pengukuran total nilai sebuah kontrak, baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Sedangkan AVC adalah pengukuran nilai kontrak selama 12 bulan. Jika ACV mengalami peningkatan, ini akan menjadi indikasi yang mudah bahwa konsumen membayar lebih banyak terhadap produk yang ditawarkan. Artinya ada penerimaan yang baik terhadap fitur dan kemampuan produk yang disajikan.
Dalam bisnis maketplace seperti yang sedang booming saat ini di Indonesia, istilah GMV (Gross Merchandise Value) juga menjadi salah satu indikator metrik bisnis. Yakni total transaksi penjualan dari merchandise melalui marketplace dalam periode tertentu. Pengukuran GMV dilakukan untuk mengetahui apa yang konsumen sukai dalam marketplace. CAC (Customer Acquisition Cost) merupakan total biaya untuk mendapatkan sebuah kustomer yang disampaikan dalam per basis pengguna. Pengukuran metrik ini cukup beragam dan memiliki beragam bentuk.
#2 Kategori produk dan penerimaan
Metrik dalam kategori ini berhubungan dengan seberapa banyak pengguna atau konsumen produk dari sebuah startup. Pengukuran ini penting, dan memiliki keragaman kompleksitas. Mulai dari menghitung pengguna aktif, pertumbuhan bulanan, perputaran hingga burn rate. Berikut ini penjelasan singkat untuk masing-masing item:
Secara sederhana active users (pengguna aktif) didefinisikan sebagai pengguna terdaftar dan masih menggunakan layanan yang dilanggan. Pada praktiknya banyak indikasi spesifik yang menjelaskan status “aktif” tersebut seperti apa, sangat bergantung pada layanan. Biasanya juga diukur dari grafik tertentu dalam sistem yang telah dibubuhkan dalam panel administrator. Layanan satu dengan lainnya akan sangat berbeda dalam mendefinisikan pengguna aktif.
MoM (Month-on-Month) growth rate menjadi ukuran rata-rata pertumbuhan pengguna yang diukur dalam periode bulanan. Kadang dibandingkan dengan CMGR (Compunded Monthly Growth Rate), yakni pengukuran pertumbuhan secara berkala. Metrik ini membantu startup agar mempunyai patokan tingkat pertumbuhan yang dimiliki oleh perusahaan lainnya. Jika tidak hal ini akan cukup sulit untuk dibandingkan karena faktor ketidakpastian dan faktor lainnya.
[Baca juga: Tujuh Pertanda Konsumen Mulai Meninggalkan Perusahaan Anda]
Churn rate adalah persentase pelanggan (subscriber) dari sebuah layanan yang memutuskan tidak melanjutkan berlangganan. Ini dibutuhkan ketika startup ingin melakukan ekspansi, salah satu indikasinya harus memastikan bahwa maka growth rate dari perusahaan (atau jumlah konsumen baru yang berlangganan) harus melebihi churn rate-nya.
Burn rate merupakan tingkat di mana kas yang dimiliki berkurang. Terutama dalam perusahaan startup pada tahap awal, sangat penting untuk mengetahui dan terus memonitor burn rate mereka karena mereka akan gagal apabila kas perusahaan mereka habis dan tidak memiliki waktu mencari pendanaan tahap selanjutnya untuk perusahaan mereka. Sedangkan net burn adalah cara yang benar untuk menghitung uang kas yang dikeluarkan setiap bulan.