Dark
Light

Aruna dan Revolusi Digital di Industri Kelautan Indonesia

3 mins read
February 9, 2017
Pendekatan digital dinilai dapat optimalkan industri perikanan dan kelautan Indonesia / Pixabay

Aruna dan PasarLaut (bagian dari Aruna) menjadi salah satu startup yang mengawali debut di sub-sektor ekonomi kelautan. Dalam sebuah kesempatan, DailySocial mewawancara Co-Founder dari Aruna Farid Naufal membahas tentang potensi di industri maritim dan bagaimana strategi bisnisnya dalam menangani industri terkait di Indonesia dengan pendekatan digital.

Mengawali perbincangan, Farid memaparkan beberapa data tentang potensi sumber daya laut di Indonesia yang belum dioptimalkan. Data tersebut ia kutip dari pemaparan Prof. Rokhim Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia periode 2001-2004. Nilai industri kelautan di Indonesia bisa mencapai lebih dari $1 triliun.

Khusus untuk perikanan sendiri, data dari Worldfish Assosiation dan Kementerian menyebutkan bahwa nilai dari perdagangan ikan di Indonesia mencapai $5,3 miliar, dengan pertumbuhan industri sebesar 8,91% per tahun, terbesar dari sektor lain di Indonesia. Saat ini juga masih di peringkat pertama di Asia Tenggara untuk nilai dan jumlah ekspor komoditas laut, bersaing dengan Thailand.

Ekonomi kelautan belum memberikan dampak optimal kepada para pelakunya

Melihat keadaan tersebut, Co-Founder Aruna Farid Naufal Aslam, Indraka Fadhlillah, dan Utari Octavianty berpikir seharusnya besarnya potensi tersebut mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Setidaknya taraf hidup nelayan lebih sejahtera dan daerah pesisir pun tergolong ke tatanan daerah maju. Faktanya jika merangkum dari data Badan Pusat Statistik (BPS) penghasilan rata-rata nelayan per bulan hanya sebesar Rp 1,1 juta.

Kecilnya pendapatan untuk membuat peminatnya pun derastis turun, dalam 10 tahun terakhir jumlah nelayan berkurang hingga 50%, menjadi hanya sekitar 800 ribuan di seluruh Indonesia. Selain itu tingkat konsumsi ikan nasional pun bila dibandingkan dengan negara (maju) lain masih rendah, Indonesia masih ada di kisaran 40 kg per kapita per tahun.

“Kami melihat hal tersebut bisa terjadi salah satunya karena masalah konektivitas informasi antara titik produksi, dalam hal ini sentra-sentra nelayan, dengan pasar dan industri yang tidak maksimal,” ujar Farid.

Keadaan di lapangan, nelayan kesulitan mencari pembeli selain dari para pengepul yang ada di daerahnya saja. Dampaknya bargaining power mereka sangat lemah, dan harga sering kali dikendalikan oleh pengepul dan tengkulak. Begitu juga sebaliknya, para pembeli ikan skala besar (pemborong) kesulitan mencari persediaan ikan yang mereka perlukan, karena minimnya informasi ke berbagai daerah produksi perikanan Indonesia. Sehingga tidak jarang mereka juga dipermainkan oleh “middle-man” yang mengambil keuntungan karena memiliki informasi persediaan ikan tertentu.

Teknologi informasi dan internet diyakini menjadi jawaban

Aruna melihat teknologi informasi dan internet bisa membantu memecahkan permasalahan ini. Untuk itu ada dua hal yang dilakukan Aruna sebagai realisasi dari solusi permasalahan tersebut. Pertama dengan mendigitalkan data di sisi nelayan dan membuatnya bisa diakses secara real-time setiap hari. Dan kedua membuka akses data tersebut kepada siapa saja, terutama pihak yang berkepentingan memajukan industri perikanan (pemborong hasil laut hingga konsumen biasa).

“Untuk yang pertama kami membuat aplikasi bernama eTPI, versi digital dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), sebuah platform manajemen data untuk pengelola TPI dan koperasi nelayan yang berada di pesisir Indonesia. Aplikasi ini memiliki fitur sesuai dengan proses bisnis yang terjadi di TPI dan Koperasi Nelayan seperti pencatatan hasil tangkap (inventory), aplikasi kasir (point of sales), pencatatan data nelayan, akuntansi dll,” jelas Farid.

Dengan aplikasi tersebut Aruna ingin membantu pengelola TPI dan Koperasi bisa mengelola datanya secara lebih efisien. Adanya data digital juga memungkinkan untuk dilakukan integrasi dengan platform online agar bisa diakses siapa saja.

Farid melanjutkan, “Untuk yang kedua, saat ini kami membuat portal PasarLaut.com, untuk membantu menghubungkan potensi nelayan di daerah langsung dengan industri dan pelaku jual beli ikan dalam skala besar. Data-data yang kami tampilkan di PasarLaut.com merupakan data-data yang kami peroleh langsung dari aplikasi eTPI, sehingga kami bisa menampilkan data potensi sesuai dengan kondisi real yang ada saat itu.”

Aruna ingin menjadi bagian revolusi di bidang ekonomi kelautan

Tim Aruna

Tiga pendiri Aruna mengaku memiliki spesialisasi berbeda. Ketiganya bertemu lantaran berkuliah di jurusan dan universitas yang sama, yakni Manajemen Bisnis IT di Telkom University. Farid Naufal Aslam memiliki latar belakang dalam pengembangan teknologi digital dan e-commerce, Indraka Fadhlillah memahami operasional karena berasal daerah pesisir sehingga tahu persis keadaan di wilayah tersebut, dan Utari Octavianty juga berasal dari sebuah daerah pesisir di Balikpapan yang dipercaya mengurus berbagai hal terkait pemasaran dan finansial.

Awalnya mereka mendapat ide untuk membuat platform e-commerce untuk hasil laut dan perikanan untuk diikutsertakan dalam berbagai perlombaan, dan beberapa kali menang. Dan dari situlah ketiga co-founder tersebut akhirnya memutuskan untuk terus mengembangkan idenya sampai sekarang, didukung dengan masuknya beberapa rekanan dan anggota tambahan tim. Saat ini tim Aruna berjumlah 8 orang.

Sejalan dengan visinya, tahun 2017 ada beberapa yang ingin dicapai oleh Aruna. Secara garis besar mereka berencana meluncurkan platform trading yang lebih lengkap untuk para pelaku di industri perdagangan perikanan, berkaca dari pengalaman bertransaksi selama ini. Di sisi cakupan wilayah, Aruna berencana melakukan ekspansi (menambah jumlah partner koperasi/TPI) ke daerah lain dengan potensi perikanan besar. Hal tersebut diharapkan mampu meningkat jumlah transaksi yang ada, sehingga bisa meningkatkan revenue.

“Dari progress di Q4 tahun 2016 lalu kami mendapatkan total inquiry lebih dari 3500 ton pemesanan ikan dalam jumlah besar, namun kapasitas koperasi kami hanya mampu menyuplai 100 ton per bulannya. Sehingga diharapkan dengan adanya tambahan mitra, terjadi peningkatan jumlah transaksi melalui platform kami,” ujar Farid.

Target pangsa pasar Aruna adalah segmen B2B, bisnis yang memesan ikan dalam jumlah besar. Jumlah minimal pembelian yang kami layani adalah 100 kg untuk sekali transaksi melalui portal PasarLaut.com.

“Posisi Aruna sebagai perusahaan digital yang sangat dekat bisnis riil perdagangan perikanan di Indonesia. Sebenarnya ada beberapa model revenue stream yang bisa kami jalankan saat ini agar bisnis ini bisa sustainable ke depannya, tapi saat ini yang kami gunakan adalah sebagai perantara antara pihak koperasi dengan pembeli akhir. Kami mengambil transaction fee dari setiap trading yang terjadi dengan rata-rata fee sebesar 10%,” pungkas Farid.

Previous Story

Flipboard 4.0 Lebih Mudahkan Pengguna untuk Menyusun Minat Akan Konten

Next Story

Belajar Menjadi Pemimpin Startup dari Tiga CEO Sukses Kelas Dunia

Latest from Blog

Don't Miss

Startup pengembang teknologi imersif Arutala memproduksi aplikasi berbasis teknologi Virtual Reality (VR), Augmented Reality (AR), Mix Reality (MR), PC Simulator, hingga 360° Video untuk berbagai sektor bisnis

Komitmen Arutala Percepat Implementasi Teknologi Imersif untuk Bidang Edukasi

Sebelum istilah metaverse ramai dibicarakan, banyak pihak yang skeptis dengan
Jajaran founder VCGamers / VCGamers

VCGamers Dapat Pendanaan 37,3 Miliar Rupiah, Hadirkan Platform Social Commerce dan NFT untuk Game

VCGamers merupakan sebuah platform social commerce untuk pemain game. Baru-baru