Dark
Light

Pencapaian dan Target Layanan Kursus Bahasa Asing SquLine

2 mins read
December 20, 2016
CEO SquLine Tomy Yunus Tjen dan CTO SquLine Yohan Limerta dalam acara peresmian kerja sama dengan Aki no Sora / DailySocial

Lama tidak terdengar kabarnya, layanan kursus bahasa asing online SquLine berencana untuk bergerak lebih banyak di tahun 2017 setelah menerima pendanaan pada April 2016 silam. Rencananya, di kuartal kedua 2017 nanti SquLine akan meluncurkan aplikasi mobile, berharap bisa menambah satu bahasa asing tiap tahun, dan bekerja sama dengan lembaga bahasa asing yang ada di Indonesia. Hari ini SquLine meresmikan kerja sama mereka dengan Aki no Sora untuk menghadirkan kursus bahasa Jepang.

Bertempat di D.Lab SMDV, Jakarta, hari ini (20/12) SquLine mengumumkan kerja sama mereka dengan Institut Kebudayaan dan Bahasa Jepang Aki no Sora. Lewat kerja sama ini, SquLine melengkapi layanan kursus bahasa asing mereka sebelumnya yang sebelumnya mengakomodasi bahasa Mandarin dan bahasa Inggris.

CEO SquLine Tomy Yunus mengatakan, “Besarnya minat dan antusiasme dari murid-murid kami di Indonesia mendorong kami untuk terus melebarkan langkah […] dengan meluncurkan program kursus online bahasa Jepang sebagai tambahan dari kursus online […] yang sudah berjalan selama ini. […] Kami berkolaborasi dengan Aki no Sora yang memiliki tenaga pengajar profesional bahasa Jepang sehingga akan dapat memberikan layanan belajar […] yang berkualitas kepada pengguna SquLine.”

Perubahaan yang terjadi dan beberapa pencapaian SquLine sejak awal beroperasi

SquLine adalah startup yang bergerak di sektor teknologi yang didirikan pada tahun 2013 oleh Tomy Yunus Tjen dan Yohan Limerta dengan layanan kursus yang saat itu hanya fokus pada bahasa Mandarin. Seperti kebanyakan startup lainnya, di awal operasionalnya, SquLine juga kerap menemui banyak kendala. Tommy menceritakan bahwa di tiga bulan pertama mereka beroperasi, SquLine hanya mampu merengkuh tiga puluh pengguna saja.

Keadaan tersebut mendorong Tomy untuk melakukan riset kecil melalui Google Search dan menemukan bahwa bahasa Mandarin, pasar yang mereka bidik, tidak memiliki pangsa pasar yang besar. Menurut Tomy, 90 persen pencarian untuk kursus bahasa asing adalah untuk bahasa Inggris dan 10 persen sisanya terbagi pada bahasa Jepang, Korea, dan Mandarin yang memiliki porsi paling besar.

Dari hasil riset inilah SquLine memutuskan untuk meluncurkan kursus bahasa Inggris di awal tahun 2015 yang pada akhirnya menjadi titik balik mereka. Puncaknya, di April 2016 SquLine berhasil mengamankan pendanaan Pre-Seri A.

“Ini jadi titik balik SquLine, karena dari tahun 2014-2015 kami mengalami growth lebih dari 150 persen [dari sisi revenue dan pengguna]. Di tahun 2015 juga kami masuk ke GEPI Incubator dan bertemu dengan mentor yang sangat support SquLine sehingga kami dibimbing menjalankan startup dengan benar. Akhirnya [SquLine] mendapatkan pendanaan di awal tahun 2016,” ujar Tomy.

Kondisi internet Indonesia yang kian membaik pun menjadi salah satu pendorong SquLine menjadi lebih mature di tahun 2016 ini. Tomy pun mengklaim bahwa kini SquLine berhasil merangkul puluhan ribu pengguna terdaftar dengan lebih dari 1000 di antaranya adalah pengguna berbayar dari negara-negara seperti Indonesia, Amerika Serikat, Filipina, China, Jepang, dan Korea Selatan.

SquLine juga telah berhasil menjalin kerja sama eksklusif dengan enam lembaga pendidikan bahasa asing dengan Aki no Sora sebagai lembaga yang paling baru digandeng.

Rencana dan target SquLine di 2017

Di tengah-tengah geliat startup teknologi yang kian memanas, sektor pendidikan sebenarnya menjadi salah satu sektor yang paling tenang saat ini. Belum banyak pergerakan yang terjadi bila dibandingkan dengan sektor lainnya seperti e-commerce, on-demand services, fintech, atau properti yang dikabarkan akan kembali naik di 2017 nanti.

Namun, menurut Tomy, ini merupakan hal yang wajar dan bila berkaca pada Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan. Tomy juga optimis bahwa dalam 5-7 tahun ke depan sektor pendidikan akan mulai menunjukkan geliatnya. Agar tidak ketinggalan, Tomy pun berjanji untuk tetap berjuang di jalan pendidikan ini.

Sebagai langkah awal, Tomy mengungkapkan bahwa di tahun 2017 SquLine menargetkan untuk meluncurkan aplikasi mobile berbasis Android. Hal ini demi memudahkan pengguna dan pengajar untuk saling terhubung ketika harus bertatap muka secara online yang saat ini masih menumpang melalui platform seperti Skype, Google Hangouts, hingga LINE. Target lainnya yang ingin dicapai adalah untuk bisa menambahkan satu kursus bahasa asing baru di SquLine setiap tahunnya.

Namun, yang menarik adalah target jangka panjang dari SquLine. Tomy mengungkap bahwa mulai dari 2017 ia ingin membuka kemungkinan agar SquLine bisa masuk ke sekolah-sekolah, perusahaan-perusahaan besar.

“Di 2017 ini kami ada beberapa strategi di tim untuk masuk ke sekolah-sekolah atau perusahaan-perusahaan besar. Itu yang akan menjadi fokus. […] Goal-nya untuk sekolah agar bisa menjadi pengganti guru asing yang didatangkan dari luar negeri. Di awal, mungkin masuknya menjadi ekstrakulikuler dulu. Jadi, [di 2017] kami akan coba approach institusi-institusi pendidikan yang ada di Indonesia,” tandas Tomy.

Previous Story

Five Tips to Becoming a Productive Remote Worker

Next Story

Siap-Siap “Diusik” Era Digital

Latest from Blog

Don't Miss

Gelar Pameran Teknologi Edukasi, Organisasi SEAMOLEC Tanda Tangan MOU dengan MODA

Salah satu fokus yang ingin dicapai pada pameran Smart City
DailySocial mewawancarai Norman Ganto dari Progate Indonesia / DailySocial

[Video] Pelokalan Dorong Pertumbuhan Platform Edtech Progate di Indonesia

DailySocial bersama Country Manager Progate Indonesia Norman Ganto membahas bagaimana