Resmi sudah, BlackBerry bukan lagi produsen hardware. Fokus utamanya kini ada pada pengembangan software, seperti yang disampaikan oleh CEO BlackBerry, John Chen, dalam laporan keuangan terbarunya belum lama ini.
Sederhananya, keputusan ini diambil karena BlackBerry terus merugi setiap tahunnya, dan nilai kerugiannya mencapai angka ratusan juta dolar. Dengan menghentikan produksi smartphone dan hardware secara keseluruhan, setidaknya BlackBerry bisa menghemat modal yang tersisa untuk berkonsentrasi pada bidang keahliannya, yakni software yang berfokus pada aspek keamanan serta solusi enterprise.
Namun sebelum Anda mengucapkan selamat tinggal, perlu dicatat bahwa ke depannya Anda mungkin masih akan menjumpai smartphone dengan label BlackBerry di bodinya. Hal ini dikarenakan keputusan BlackBerry untuk meng-outsource produksi hardware ke sejumlah mitranya dengan sistem lisensi.
Pergeseran ini sebenarnya sudah bisa kita rasakan di Indonesia, dimana baru-baru ini dibentuk sebuah PT baru bernama BB Merah Putih yang merupakan joint venture antara BlackBerry dan Tiphone. BB Merah Putih pada dasarnya adalah pemegang lisensi software dan layanan BlackBerry, serta hak untuk memproduksi hardware BlackBerry berbasis Android di tanah air.
Singkat cerita, mantan raja smartphone asal Kanada tersebut akhirnya menyerah setelah menghadapi persaingan sengit di ranah kekuasaannya dari berbagai pabrikan lain. Kendati demikian, brand dan image BlackBerry yang masih cukup kuat memungkinkan mereka untuk terus ‘hidup’ meski mereka tak lagi terlibat dalam produksi hardware.
Perihal software, terbukti bahwa BlackBerry Messenger masih memiliki puluhan juta pengguna aktif di Indonesia. Tidak jarang kita menjumpai pedagang online yang lebih memilih mencantumkan pin BBM-nya ketimbang nomor ponsel, dan aplikasi BBM sendiri sempat menduduki posisi pertama di App Store maupun Google Play selama beberapa bulan.
Sumber: FoneArena. Gambar header: BlackBerry Passport via Pixabay.