Pekan lalu, Jumat (2/9), Presiden RI Joko Widodo beserta rombongannya menyempatkan diri untuk mengunjungi kantor pusat Alibaba Group di Hangzhou, Provinsi Zhejiang, Tiongkok. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan Presiden dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di lokasi yang sama.
Presiden ditemani istri dan sejumlah menteri, seperti Sri Mulyani (Menteri Keuangan), Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informasi), Retrno Marsudi (Menteri Luar Negeri), Luhut Pandjaitan (Menko Maritim), Enggartiasto Lukito (Menteri Perdagangan), Pramono Anung (Sekretaris Kabinet), dan Thomas T Lembong (Kepala BKPM). Misi Jokowi adalah mencari cara memajukan UMKM lokal.
Sebelum membahas kegiatan Jokowi, coba lihat lagi betapa besarnya bisnis Jack Ma. Nama Jack Ma sudah tersohor dan sering muncul dalam pemberitaan, terkait perusahaannya yang kini sudah menggeliat merambah ke berbagai sektor industri, Alibaba.
Alibaba pertama kali didirikan pada 1999. Setelah merangkak dari bawah, kini Alibaba menjadi perusahaan terbuka yang melantai di New York Stock Exchange pada September 2014 dengan ticker BABA.
[Baca juga: Tembus IPO di Angka $ 25 Miliar, Alibaba Ukir Sejarah Baru Dunia]
Alibaba melaporkan pendapatannya pada kuartal II 2016 naik 59% menjadi 32,2 miliar Yuan secara year-on-year (yoy) dibandingkan tahun lalu. Pertumbuhan Alibaba didongkrak oleh performa pengguna mobile naik dua kali lipat menjadi 17,5 miliar Yuan, sementara jumlah pengguna aktif mobile naik 39% per bulannya.
Alibaba kini memiliki 427 juta pengguna aktif bulanan dengan rata-rata intensitas penggunaan membuka aplikasi naik menjadi tujuh kali dalam sehari. Menurut direksi Alibaba, tingkat pengguna mobile dengan aplikasi yang tinggi turut membantu perusahaan dalam memonetisasi basis pengguna.
Alibaba Group memiliki 10 anak usaha yang bergerak di berbagai bidang. Ada AliExpress sebagai e-commerce untuk pasar global, Alipay sebagai sistem pembayaran, Taobao sebagai mobile marketplace, dan lainnya. Mengguritanya bisnis Alibaba turut membuat harta Jack Ma jadi melimpah, tercatat pada 2014 mencapai $23 miliar atau sekitar 297 triliun Rupiah.
Perusahaan raksasa tersebut kini menggiring China ke panggung global setara dengan pemain kelas kakap lainnya seperti eBay dan Amazon. Dengan peluangnya yang begitu besar, Jokowi semakin tertarik untuk menggiring Jack Ma bersama Alibaba-nya untuk membantu UMKM lokal.
During Pres. Widodo's visit to HQ today, Ma accepted an offer to be an economic advisor to the Indonesian govt. #G20 pic.twitter.com/si0XTkHN3p
— Alibaba Group (@AlibabaGroup) September 2, 2016
Ada kesamaan misi yang dimiliki Jokowi dan Jack Ma, yakni ingin sama-sama memajukan UMKM lewat pemanfaatan teknologi. “Mereka (Jack Ma dan Jokowi) memiliki pandangan yang sama terhadap UMKM yang harus diberdayakan dengan memanfaatkan teknologi,” ujar Rudiantara dalam pemberitaan.
Sebelumnya, sudah ada upaya yang dilakukan antara pemerintah Indonesia dengan Tiongkok. Salah satunya, saat Thomas Lembong masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan, telah melakukan kerja sama dengan Alibaba lewat platform Tmall yakni Inamall (sebelumnya bernama Taobao Mall).
[Baca juga: Pantaskah Pemerintah Bersama Alibaba Group Meluncurkan E-Commerce Inamall?]
Namun, sambung Rudiantara, produk yang masuk ke dalam Inamall masih tertentu dari perusahaan skala besar, misalnya Indomie, kopi Kapal Api, kopi Luwak White Coffee, Extra Joss, dan produk lainnya.
Rudiantara berharap kunjungan ini bisa memperluas segmen produk UMKM agar bisa dipasarkan ke pasar Tiongkok. “Pertama masuk pasar Tiongkok lewat Tmall, kemudian UMKM bisa masuk ke Ali Express untuk pasar internasional.”
Perlu langkah antisipasi
Ada hal yang lain yang lebih menarik mencuat dari agenda Jokowi, Jack Ma menyetujui tawaran Jokowi menjadi penasihat ekonomi untuk Pemerintah Indonesia. Posisi Jack Ma saat ini juga sebagai ketua satuan tugas pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) di B20, sebuah badan perumus kebijakan di bawah G20.
Rudiantara meyakini dengan hadirnya Jack Ma diharapkan Indonesia bisa menarik perhatian lebih besar di pasar global. Terlebih, pemerintah kini sedang merampungkan roadmap e-commerce yang dibuat oleh 10 kementerian yang dipimpin Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian.
Kemudian muncul pertanyaan. Dari berbagai nasihat yang nantinya dilontarkan oleh Jack Ma, apakah dapat memicu konflik kepentingan? Saat ini Alibaba sudah resmi mengakuisisi Lazada. Lazada pun kini termasuk salah satu platform e-commerce B2C terbesar di Indonesia. Alibaba pun kini sudah memasuki pasar Indonesia lewat AliExpress.
Dampak lain yang bisa muncul berhubungan dengan peta persaingan pemain e-commerce lokal. Saat ini yang dibutuhkan oleh pelaku e-commerce dan marketplace lokal adalah produk yang dapat dijangkau konsumen dari berbagai pelosok daerah.
Apakah pemerintah bisa menjamin bila Jack Ma benar-benar dianggap bisa membantu Indonesia, bisa mencegah ombak pengusaha Tiongkok yang bakal datang untuk mencoba peruntungan di Indonesia? Jack Ma, sebagai penasihat e-commerce Indonesia, barang tentu memahami kunci dan arahan untuk menguasai pasar Indonesia.
Banyak yang mengatakan Indonesia adalah pasar yang sangat menarik untuk digarap karena jumlah populasinya mencapai 250 juta orang dengan tingkat penetrasi internet yang belum separuhnya.
Bila nantinya Jack Ma memiliki agenda tersendiri, dikhawatirkan bukannya memajukan perusahaan dan pengusaha lokal malah memperkeruh situasi. Seluruh potensi yang bisa merugikan Indonesia, dengan hadirnya Jack Ma di jajaran penasihat, harus segera bisa diantipasi secara dini agar nantinya tidak kebablasan.