Dark
Light

Belajar dari Ekosistem Startup Tiongkok

4 mins read
June 23, 2016
Echelon Asia Summit menggelar diskusi panel tentang hal apa yang bisa dipelajari dari ekosistem startup Tiongkok

Negara Tiongkok tidak bisa lepas dari bahasan ketika membicarakan tentang ekosistem startup. Negara ini jadi salah satu negara yang bisa dijadikan rujukan, baik untuk perkembangan teknologi, pasar, pola investasi dan tren behavior konsumen. Teknologi dan perkembangan solusi yang ditawarkan startup di sana dianggap lebih maju beberapa tahun dari beberapa negara di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Lalu apa yang bisa dipelajari dari perkembangan tren teknologi yang ada di sana? Sebuah diskusi panel di acara Echelon Asia Summit mencoba membahas hal tersebut. Panel diisi oleh Partner Linear Venture Harry Wang,
Managing General Partner Integral Investment Group Peter Cheng, dan Head of Global Partnerships & Marketing TechTemple Coco Sun, Menjadi moderator dalam ajang ini adalah Founding Director Startups Greater Asia / Corporate Attorney, Carr & Ferrell Christina Hsiang.

Pendapat tentang wilayah Asia Tenggara

Asia Tenggara dipandang sebagai area yang paling menjanjikan. Coco Sun memberikan pendapat ini dan menambahkan bahwa kawasan ini adalah one of the best tetapi juga menyimpan kontroversi. Kondisi teknologinya masih ketinggalan 5-6 tahun dari Tiongkok. Indonesia juga tak luput dari komentar. Negara ini menyimpan peluang yang besar karena jumlah pengguna tetapi belum teruji visibilitasnya seperti di Tiongkok. Jadi masih meragukan untuk melihat startup yang akan sukses.

Peter Cheng memberi pendapat bahwa pasar Asia Tenggara menarik tetapi investor dari Tiongkok lebih tertarik ke pasar Amerika Serikat yang memang telah terbukti menghasilkan startup-startup berskala besar.

Pendapat ini tentunya bisa menjadi masukan bagi ekosistem startup di tanah air. Meski beberapa waktu ini muncul beberapa startup yang mendapatkan dana cukup besar dan melambungkan namanya untuk menjadi ‘kelas’ unicorn, namun kisah sukses dan startup yang menggunakan teknologi untuk benar-benar memecahkan masalah dan bisa dibawa scaling masih belum banyak terlihat.

Pola investasi yang berubah

Tidak hanya perkembangan teknologi dan layanan yang diberikan, pola investasi pun berubah di Tiongkok. Harry Wang menjelaskan bahwa dulu di Tiongkok kriteria untuk melakukan investasi fokus pada talent. Kriteria yang dilihat smart people saja, tetapi sekarang lebih ke big data dan smart learning. Tiongkok memiliki data yang terkumpul dalam jumlah besar, maka pengolahan data dan layanan yang memaksimalkan data ini akan menjadi incaran investor.

Meski demikian talent juga tetap menjadi faktor penting, yaitu talent yang memiliki kemampuan global. Faktor lain yang diperhatikan adalah ada tidaknya pasar yang disasar oleh startup tersebut.

Harry juga menyebutkan pandangan yang menarik tentang big data di Tiongkok. Dari sisi teknologi mereka cukup maju, tetapi lemah di sisi lain, misalnya cara meng-capture market yang ada.

Sedikit tentang kondisi teknologi di Tiongkok

Seperti yang disebutkan di atas, kondisi perkembangan atau kemajuan teknologi di Tiongkok lebih maju dari negara Asia lain, terutama Asia Tenggara. Lalu seperti apa sekiranya teknologi yang sedang berkembang di sana?

Peter memberikan sedikit penjelasan. Menurut dia di Tiongkok para pemain di industri TI sudah maju dari sisi teknologi, live streaming disebutkan lagi ‘hot’ meski pemainnya sudah cukup banyak yang terjun di area ini.

Menurut Peter, startup yang menghadirkan layanan vertical mobile enterprise adalah yang sedang diincar oleh investor saat ini. Kondisi ekonomi yang sedang menurun juga bisa menjadi peluang karena para pelaku bisnis membutuhkan optimasi dari sisi teknologi. Di sinilah startup bisa membuat pemecahan masalah dan menawarkan layanan mereka.

Menyinggung tentang pembahasan unicorn, Peter berpendapat bahwa sulit untuk mencari perusahaan yang mampu menjadi ‘one winner take all’ di Tiongkok. Bisa jadi kondisinya akan memunculkan beberapa unicorn di satu segmen layanan.

Menurut Peter pelajaran lain yang bisa dipetik adalah dengan skala konsumen yang besar, di Tiongkok startup bisa menyasar segmen niche dan tetap bisa sukses (menjadi besar) karena segmen yang niche di sana susah cukup besar untuk jadi target konsumen startup. Hal yang sama seharusnya bisa diterapkan di Indonesia.

Bagaimana startup Asia Tenggara bisa bersaing

Bahasan pertanyaan ini menarik untuk dicermati, terutama jika Anda sedang mengembangkan startup yang ingin memasuki pasar Tiongkok atau ingin mendapatkan investasi dari Tiongkok.

Coco mencoba melihat dari tren yang ada bahwa startup di Amerika Serikat cenderung mengarah ke IPO sedangkan di Asia Tenggara startup yang ada masih craving di area optimasi rencana bisnis. Coco memberi saran agar startup di wilayah ini melihat apa yang sudah sukses di negara yang lebih maju. Startup regional bisa melihat dari apa yang sudah sukses di Tiongkok.

Coco tidak menyukai istilah copycat karena meski layanan yang ada di Tiongkok atau di negara lain mirip dengan layanan yang sudah lebih dulu ada di negara maju, tetapi eksekusi yang ada tetap akan memiliki pendekatan lokal. Beberapa layanan Tiongkok yang mengambil ide dari layanan yang sudah jalan di Amerika Serikat bisa bertahan karena eksekusinya kental dengan nuansa lokal. Perusahaan Amerika Serikat cenderung akan go global, sedangkan di Tiongkok lebih melayani pasar lokal.

Copycat startup memang menyimpan kontroversi. Di satu sisi bisa memberikan dampak negatif (tidak ada inovasi, me too product), di sisi lain bisa juga memberikan dampak positif (transfer teknologi, uji pasar, proven business). Kondisi ini masuk dalam contoh yang diberikan Peter. Lima belas tahun terakhir ini startup Tiongkok banyak yang memulai bisnis dengan meniru produk startup Amerika Serikat, tetapi kemudian meningkatkannya dengan lebih banyak berinovasi. Beberapa contoh yang dikenal adalah layanan messaging WeChat dan platform pembayaran Alipay.

Cara mengembangkan ekosistem startup regional

Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dari sisi talent. Harry memberikan saran dengan membawa talent terbaik yang mengembangkan karier di luar region untuk kembali masuk ke region dan mengembangkan layanan dan teknologi.

Langkah seperti di atas sebenarnya sudah mulai terjadi di Indonesia. Beberapa anak bangsa yang sempat berkarier atau mengembangkan usaha di luar negeri kembali ke Indonesia untuk mendirikan atau bekerja di startup. Perkembangan seperti ini bisa memberikan sisi positif, misalnya sisi transfer knowledge, juga bisa membawa relasi yang didapatkan di luar region ke Asia Tenggara.

Saran untuk startup yang ingin masuk ke pasar Tiongkok

Pertanyaan dalam diskusi tentu saja menyinggung tentang saran apa yang bisa diberikan bagi startup Asia Tenggara untuk mengejar ketertinggalan dan saran yang cocok bagi startup untuk masuk ke pasar Tiongkok atau mendapatkan investasi dari investor Tiongkok.

Peter memberikan saran singkat tetapi cukup masuk akal. Ia menyebutkan bahwa jika ingin masuk ke Tiongkok bisa mencari partner lokal. Menurut dia jarang sekali startup/perusahaan/layanan yang masuk sendirian di Tiongkok dan sukses.

Sedangkan Harry menyebutkan bahwa startup bisa membawa informasi yang ada di luar Tiongkok untuk masuk ke pasar Tiongkok sebagai informasi untuk mengembangkan layanan. Ada beberapa teknologi yang sudah ada yang bisa digunakan tidak perlu dikembangkan dari awal. Berangkat dari sini, startup bisa mulai mengembangkan lebih lanjut layanan yang dihadirkannya.

Sedangkan Coco memberikan pendapat bahwa tipe investor asal Tiongkok memiliki mindset yang lebih agresif dan berpikir cukup pendek untuk menuju exit. Coco juga berpendapat bahwa investor yang paling pas untuk didekati adalah investor Tiongkok yang berbasis teknologi (memiliki latar belakang teknologi atau yang mengerti teknologi – Ed).

Coco menyebutkan adanya kurang komunikasi yang terjadi antara pelaku startup Asia Tenggara dan Tiongkok. Jarang ada yang mau masuk ke pasar Tiongkok dari Asia Tenggara. Ia menambahkan harus lebih banyak partnership antara kedua kawasan ini.

Previous Story

BBM Video Hadir di Platform Android, iOS dan BlackBerry 10 di Asia Pasifik

Next Story

Switch Alpha 12 dan Aspire S13 Pimpin Invasi Selusin Produk Baru Acer ke Pasar Indonesia

Latest from Blog

Don't Miss

Worlds 2021 Europe

LoL World Championship 2021 will be Hosted in Europe instead of China

Previously, according to a report by Upcomer, League of Legends
Ninjas in Pyjamas

Ninjas in Pyjamas Dilaporkan Segera Merger dengan Tim Tiongkok

Kejutan datang dari salah satu organisasi esports legendaris asal Swedia