Setelah merilis Lytro Immerge menjelang akhir tahun kemarin, produsen kamera berteknologi light field itu kembali menyasar para pembuat film profesional lewat inovasi terbarunya: Lytro Cinema.
Lytro Cinema pada dasarnya merupakan kamera dengan spesifikasi luar biasa canggih yang didukung oleh teknologi light field. Penjelasan singkat soal light field sendiri bisa Anda baca di artikel tentang Lytro Immerge sebelumnya.
Seberapa fenomenalkah kamera ini? Utamanya, ia sanggup menjepret foto berformat RAW dalam resolusi 755 megapixel dan video beresolusi 40K. Yup, bukannya typo, tapi memang benar 40K, dengan kecepatan hingga 300 fps. Begitu luar biasanya, satu detik hasil rekamannya saja bisa memakan kapasitas 400 gigabyte.
Namun berkat teknologi light field, jumlah data yang luar biasa besar itu bisa dimaksimalkan oleh para pembuat film pasca perekaman. Kalau memindah fokus pasca pemotretan sudah bisa dilakukan oleh kamera maupun smartphone yang ada sekarang, Lytro Cinema memungkinkan penggunanya untuk mengubah variabel lain seperti shutter speed, depth of field, dan bahkan sampai dynamic range sekalipun.
Hal ini dimungkinkan berkat kemampuan Cinema dalam mengumpulkan informasi yang amat lengkap dari pancaran cahaya yang ditangkap. Setiap pixel yang tertangkap memiliki properti warna dan arah pergerakannya sendiri sampai letak persisnya di dalam ruangan secara tiga dimensi.
Dengan demikian, pembuat film benar-benar tak perlu ambil pusing soal parameter-parameter di atas selagi proses syuting berlangsung. Semuanya bisa diubah-suai selesai merekam, bahkan frame rate-nya pun bisa diganti saat tengah mengedit hasil rekaman.
Lebih istimewa lagi, Lytro Cinema dilengkapi dengan fitur bernama Depth Screen. Fitur ini sejatinya memungkinkan pembuat film untuk menciptakan suatu adegan dengan special effect tanpa menggunakan green screen sama sekali.
Seperti yang kita tahu, selama ini studio-studio Hollywood banyak mengandalkan layar hijau guna mengganti latar dengan grafik buatan komputer. Dengan Cinema, latar yang direkam dapat dengan mudah dihilangkan dan diganti dalam proses editing, selagi masih mempertahankan wujud sang aktor secara penuh.
Tentunya diperlukan komputer yang amat perkasa dan server yang istimewa untuk bisa menyimpan dan mengolah semua data berukuran masif ini. Untuk itu, Lytro juga bakal membundel perlengkapan pendukungnya, mulai dari software sampai jaringan cloud.
Sejauh ini Lytro belum berencana memasarkan Cinema secara langsung. Awalnya mereka hanya akan menyewakan Cinema ke tangan pembuat film yang membutuhkan. Biaya sewanya sendiri dimulai di angka $125 ribu, sudah mencakup hardware dan software-nya.
Sumber: TechCrunch dan Lytro.