Mengarungi samudera e-commerce Indonesia sejak tahun 2012, layanan e-commerce fashion perempuan PinkEmma terlihat tidak lagi aktif beroperasi dan baru-baru ini mengganti halaman depannya dengan halaman “under renovation“. Dengan tidak lagi menerima order sejak Januari dan kanal media sosialnya tak lagi aktif sejak akhir Desember, ada apa dengan PinkEmma? Apakah mereka menjadi korban “keganasan” persaingan di segmen e-commerce berikutnya?
Menyasar segmen fashion perempuan, PinkEmma sempat menjadi primadona di kalangannya. Namun memasuki tahun keempat bisnisnya, tim kami justru menemukan bahwa kanal media sosial utama PinkEmma seperti Facebook, Twitter, dan Instagram-nya tak lagi aktif sebagai mana biasanya. Pembaruan terkini dilakukan pada bulan Desember 2015 silam, sedangkan pertanyaan soal order yang belum dikirim tidak lagi dijawab.
Di bulan Januari, meskipun masih menampilkan katalog berbagai produk, tak ada lagi tombol untuk melakukan pemesanan. Kini, halaman depan diganti dengan status “under renovation” tersebut.
Persaingan di segmen fashion perempuan memang sangat ketat. PinkEmma bersaing dengan Zalora, 8Wood, BerryBenka, Hijabenka, HijUp, dan masih banyak lainnya. Hadir pula layanan khusus mobile marketplace, seperti Shopee, Lyke, dan terakhir Coral yang membuat kondisi semakin pelik.
[Baca juga: Produk Fashion adalah Segmen yang Paling Sering Dibeli Pembelanja Online Jabodetabek]
Keriuhan seperti ini yang akhirnya membuat Moxy dan Bilna melakukan merger, dan mengubah entitas menjadi Orami, supaya tetap relevan di segmen ini.
Survei Telkomsel MSight di bulan Agustus 2015 menunjukkan produk fashion (khususnya fashion perempuan) adalah segmen paling populer di kalangan online shopper di kawasan Jabodetabek, diikuti gadget & produk elektronik dan kegiatan travel (hotel dan tiket pesawat).
Lantas, apakah PinkEmma akan tutup dan tak lagi mewarnai dinamika industri e-commerce Tanah Air? Berdasarkan keterangan yang DailySocial peroleh dari Co-Founder PinkEmma Winda Rezita, PinkEmma memastikan telah menutup kantor layanannya di Jakarta dan memusatkan operasionalnya kembali ke Bandung, tempat kebanyakan produknya dibuat, tetapi Winda tidak menjelaskan lebih jauh kapan PinkEmma akan kembali beroperasi dan inovasi seperti apa yang ingin dihadirkan.
Dalam tiga bulan terakhir, sudah ada beberapa layanan e-commerce yang menutup layanan, diakuisisi, atau merger untuk tetap relevan. Konsolidasi jelas tak terelakkan di vertikal ini. Semoga PinkEmma tidak mengikuti jejak Rakuten yang baru saja menutup operasional layanannya di Indonesia.
Inovasi atau pivot apa yang bakal dilakukan PinkEmma? Apakah mereka masih bisa bangkit dengan kreasi baru di tengah-tengah persaingan di segmen ini? Kita tunggu saja pembaruan berikutnya.
–
Michael Erlangga berkontribusi dalam pembuatan artikel ini