Indonesia tengah merasakan tingkat pertumbuhan yang signifikan dalam hal pengguna perangkat mobile, terutama smartphone. Hal tersebut telah membuka banyak peluang bagi para pengembang untuk menjangka konsumen melalui aplikasi dengan ciri khasnya sendiri. Fenomena tersebut telah menumbuhkan pandangan yang menganggap era peramban mobile telah berakhir dan perannya telah digantikan oleh aplikasi mobile.
Pertumbuhan teknologi yang pesat telah merubah gaya hidup digital kebanyakan masyarakat untuk mulai beralih ke mobile. Hal tersebut telah membuka banyak peluang baru, terutama di dunia pengembangan aplikasi untuk perangkat mobile. Saking kencangnya pertumbuhan aplikasi mobile, ada pihak yang mengkhawatirkan terjadinya mobile bubble economy.
(Baca juga: Mobile Apps Bubble Economy)
Selain itu, ada juga paradigma yang berkembang di masyarakat seperti apps for everything. Ini memunculkan suatu anggapan di tengah masyarakat bahwa peramban mobile telah mati, meski ia termasuk dari app itu sendiri.
Namun, tak demikian anggapan dari VP Product & Product Manager Opera Mini Christian Uribe.
Uribe mengatakan:
“Peramban mobile [sejatinya] hanya [seperti] aplikasi lain, tetapi dapat menjadi [aplikasi yang] sangat pribadi. Itu [peramban mobile –red] adalah pintu gerbang untuk semua konten yang ada diluar sana. Saya [sebenarnya] suka dengan aplikasi yang [memiliki fungsi] khusus atau [untuk] konten tertentu, tetapi peramban memungkinkan Anda untuk dapat mengakses konten apapun itu di luar sana. Jadi ya, peramban mobile belum mati.”
Basis pengguna loyal yang masih ramai
Uribe menambahkan berdasarkan Opera Mobile State of Mobile Advertising Q2 disebutkan bahwa di negara-negara P4 (Indonesia, India, Filipina, dan Vietnam) lebih dari 76 persen pengguna mengakses internet melalui perangkat mobile. Kelompok ini dipimpin oleh Indonesia, yang diperkirakan ada 93 persen dari pengguna internet dapat mengakses web melalui perangkat mobile.
Data lain yang memperkuat keyakinan Uribe adalah data basis pengguna peramban Opera Mini dan Opera for Android. Opera mengklaim bahwa saat ini ada lebih dari tiga puluh juta penduduk Indonesia yang menggunakan Opera Mini untuk mengakses internet. Sedangkan Opera for Android angkanya diklaim mencapai satu juta pengguna.
“Ini membuat Indonesia menjadi market terbesar kedua kami [Opera Mini-red] setelah India,” ujar Uribe.
Dampak tidak langsung optimasi situs Startup
Pertimbangan lain Uribe adalah berdasarkan perdebatan panjang perihal mengembangkan aplikasi mobile atau sebuah situs yang responsif, baik itu untuk desktop maupun mobile. Apa yang diutarakan Uribe pun tak jauh berbeda dengan yang pernah kami bahas sebelum ini dengan topik yang sama.
(Baca juga: Saat Dihadapkan Pilihan Membuat Aplikasi Mobile atau Situs yang Responsif)
Uribe mengatakan, “Membuat sebuah web berbeda dengan membuat aplikasi yang prosesnya bisa lebih panjang. […] Melalui sebuah web yang responsif, startup dapat menjangkau audience yang lebih luas. […] Saran saya untuk startup adalah, buat web yang responsif terlebih dahulu untuk engagement pengguna yang luas baru setelah itu mengembangkan aplikasi mobile.”
(Baca juga: Ketika Situs Responsif Lebih Unggul Pemanfaatannya Ketimbang Aplikasi Mobile)
Lebih jauh, Uribe juga mengungkapkan bahwa dengan membuat website yang responsif, startup juga dapat mengefisiensikan dana di awal pertumbuhan mereka dibanding bila langsung mengembangkan aplikasi mobile. Berlandaskan hal tersebut, Uribe yakin secara tak langsung hal ini akan berdampak pada keberlangsungan hidup peramban mobile.
Mengoptimasi dan menghadirkan inovasi fitur pada peramban mobile
Layaknya sebuah aplikasi mobile lain, Opera juga menghadirkan beberapa inovasi dalam peramban mobile mereka. Ini tak lepas dari fakta yang tak dapat ditampik bahwa kini mereka harus berhadapan dengan aplikasi mobile yang jumlahnya terus bertambah.
Contoh dari beberapa inovasi yang dihadirkan oleh Opera adalah fitur kompresi data pada peramban mobile Opera for Android dan Opera Mini mereka. Ada juga Opera Max yang dapat bantu menghemat penggunaan paket data. Uribe sendiri melihat ini sebagai keunggulan Opera, khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki infrastruktur jaringan yang belum merata.
Uribe mengatakan, “Di Indonesia masih banyak daerah yang sulit mendapatkan koneksi data yang stabil. […]Sementara itu, pengguna perangkat mobile masih banyak yang membeli perangkat [ponsel] dengan harga di kisaran 25-60 dolar yang biasanya memiliki kapasitas penyimpanan rendah. […] Mereka itu yang terbantu [dengan fitur kompresi data] juga dengan penyematan web-apps ketimbang harus memasang aplikasi.”
Utilisasi Opera Mini sendiri, menurut Uribe, saat ini masih didominasi oleh pengguna feature phone ketimbang pengguna ponsel pintar. Uribe juga mengungkap bahwa Opera Mini lebih diposisikan sebagai alat untuk memperluas penetrasi pengguna Internet melalui peramban mobile di Indonesia.