Dark
Light

‘Tendang’ Flash Player, YouTube Kini Menggunakan HTML5 Secara Penuh

1 min read
January 29, 2015

Anda masih ingat dengan Adobe Flash Player? Jika iya, tentunya Anda juga masih ingat kalau dulunya YouTube membutuhkan Flash Player untuk bisa memutar video. Namun secara default, kini tidak demikian.

Empat tahun yang lalu, situs berbagi video terpopuler ini memang sudah menyediakan alternatif bagi konsumen yang tidak memiliki Flash Player pada perangkatnya. Alternatif tersebut adalah HTML5, sehingga mayoritas browser – termasuk halnya browser milik perangkat mobile – dapat menjalankan video di YouTube.

Pada masa itu, HTML5 dinilai belum bisa menandingi performa Flash Player. Salah satu alasannya adalah tidak adanya dukungan Adaptive Bitrate (ABR) pada HTML5. Bagi yang tidak tahu, ABR memungkinkan YouTube untuk menyesuaikan kualitas video yang diputar dengan koneksi internet kita secara otomatis. Singkat cerita, ABR dirancang untuk mengurangi waktu buffering yang dibutuhkan.

 

Info menarik: Kini Anda Bisa Menyaksikan Video YouTube Secara Offline

 

Selang empat tahun kemudian, YouTube kini memakai HTML5 sebagai satu-satunya platform pilihan pada sejumlah browser populer, seperti Chrome, Internet Explorer 11, Safari 8, dan versi beta dari Firefox. Keputusan ini diambil karena HTML5 jauh lebih fleksibel ketimbang Flash Player, dimana perangkat seperti smart TV atau streaming box akhirnya bisa mengakses video-video di YouTube tanpa diperlukannya aplikasi khusus.

Selain fleksibilitas, masih ada beberapa kelebihan lain dari HTML5. Yang pertama adalah fungsi MediaSource Extensions yang memungkinkan para console gamer untuk melakukan live streaming dari sesi bermainnya. Hal ini cukup penting, mengingat situs berbagi video bertemakan game seperti Twitch terbukti cukup populer di kalangan konsumen.

HTML5 kini juga sudah mendukung penuh fungsi ABR. Berdasarkan data dari YouTube, ABR telah mengurangi waktu buffering sebanyak 50 persen secara global dan 80 persen pada wilayah-wilayah dengan jaringan internet yang amat sibuk.

Dari segi kualitas video, HTML5 memanfaatkan codec VP9 yang sanggup menyajikan video dalam resolusi lebih tinggi dengan rata-rata pengurangan pemakaian bandwith sebesar 35 persen. Fungsi seperti ini juga tidak kalah krusial mengingat ke depannya video-video beresolusi 4K atau HD 60 fps akan semakin membanjiri YouTube.

Kelebihan terakhir HTML5 adalah kehadiran API (Application Programming Interface) fullscreen yang memungkinkan konsumen YouTube untuk menikmati video secara fullscreen dalam tampilan standar HTML – tidak memerlukan extension atau add-on tambahan.

 

Info menarik: YouTube Music Key, Layanan Berbayar dari YouTube

 

Kemajuan platform HTML5 ini rupanya bukan hanya hasil garapan YouTube saja. Situs berbagi video seperti Vimeo juga merupakan salah satu kontributor terhadap pengembangan HTML5, tidak ketinggalan pula perusahaan lain seperti Microsoft dan Apple yang turut berkontribusi atas evolusi HTML5.

Akhir cerita, tampaknya tidak lama lagi kita harus benar-benar berpamitan dengan Adobe Flash Player. Eksistensinya kini hanya dibutuhkan saat kita berkunjung ke beberapa situs tertentu yang dilengkapi dengan konten interaktif.

Saat mengakses YouTube sendiri, HTML5 memang terasa jauh lebih ringan dan tidak memerlukan resource yang besar pada perangkat. Ini merupakan langkah yang tepat bagi YouTube dalam memajukan perkembangan dunia internet.

Sumber: YouTube Engineering and Developers Blog via The Verge.

Glenn Kaonang

Gamers, proud daddy, entering web3 with critical mindset.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Setelah WhatsApp, Giliran WeChat Hadir di Desktop Windows

Next Story

Virtual Shopping Town Popazop Tawarkan Pengalaman Baru Berbelanja Online

Latest from Blog

Don't Miss

Fitur baru Shorts

Kejar TikTok, YouTube Tambahkan Fitur-Fitur Baru Ini di Shorts

YouTube membuat pengumuman melalui release note terbaru mereka, yang berisi
Google pakai AI untuk hasilkan deskripsi YouTube Shorts

Google Pakai AI untuk Hasilkan Deskripsi YouTube Shorts Secara Otomatis

April lalu, Google melebur dua divisi artificial intelligence-nya, DeepMind dan