Stroke adalah salah satu musuh paling menakutkan bagi umat manusia. Tidak terhitung setiap tahunnya berapa korban yang meninggal akibat stroke. Mereka yang beruntung dan selamat pun biasanya tetap harus menderita kelumpuhan.
Apa penyebab stroke? Jika Anda belum pernah tahu, serangan pada otak ini terjadi akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah di otak. Sel-sel otak kemudian rusak atau bahkan mati karena kekurangan pasokan darah dan oksigen, menjadikan korbannya lumpuh tak berdaya.
Stroke memang mematikan, tetapi ada banyak cara untuk paling tidak mengurangi resiko meninggal di tempat kejadian. Salah satunya adalah dengan memonitor gelombang otak (brainwave), seperti yang dilakukan oleh lima teknisi Samsung yang berasal dari divisi smartphone dan mesin cuci raksasa teknologi Korea Selatan tersebut.
Di bawah naungan Samsung Creativity Lab (C-Lab), mereka menciptakan alat pendeteksi stroke bernama Early Detection Sensor & Algorithm Package (EDSAP) yang masih dalam wujud prototipe. Alat ini terdiri dari dua bagian, yakni sebuah headset dan sebuah aplikasi untuk perangkat mobile.
Info menarik: e-Dura, Teknologi Implan Tulang Belakang Baru Bagi Penderita Lumpuh
Headset tersebut bukan sembarang headset. Ia dibekali dengan seabrek sensor yang akan merekam ‘arus listrik’ yang dihasilkan otak. Aplikasi mobile yang ada kemudian akan memanfaatkan algoritma untuk menganalisa gelombang otak. Satu menit kemudian, pengguna akan diberi peringatan terkait peluang terjadinya stroke.
Sensor-sensor milik EDSAP diklaim unik jika dibandingkan dengan sensor gelombang otak lain yang ada di pasaran. Sensor EDSAP dapat memonitor dan menganalisa gelombang otak jauh lebih cepat – peralatan serupa di rumah sakit umumnya memerlukan waktu sekitar 15 menit.
Untuk algoritma aplikasinya, tim EDSAP memadukan segudang data gelombang otak yang diambil dari pasien-pasien stroke, artificial intelligence dan sejumlah software pengolah sinyal. Salah satu software yang digunakan adalah Peak & Slope Detection untuk menganalisa fluktuasi dan pergerakan gelombang otak.
Wujud headset sendiri sebenarnya bukan suatu keharusan. Tim kreatif ini memanfaatkan material sejenis karet yang secara teori bisa diaplikasikan menjadi perangkat lain selain headset.
Sebagai contoh, sensor yang sama dapat disematkan ke dalam bingkai kacamata. Dengan demikian pengguna dapat terus mengenakannya, dan di saat yang sama terus memonitor gelombang otaknya.
Info menarik: OKU Adalah Dokter Kulit Pribadi dalam Genggaman Anda
Dasar pemikiran yang membuahkan EDSAP sejatinya bisa diterapkan untuk memonitor organ lain, jantung misalnya. Untuk sekarang, kombinasi headset dan aplikasi mobile ini juga dapat menganalisa pola tidur dan stres.
Ke depannya EDSAP juga butuh waktu yang lama sebelum bisa merambah konsumen secara umum. Sederet pengujian medis harus dijalani EDSAP pada tahap awalnya ini.
Pun demikian, dari sini kita bisa melihat bagaimana sebuah aplikasi mobile dapat mengolah informasi yang sedemikian kompleks demi melakukan tugas yang amat mulia, yakni menyelamatkan nyawa manusia.
Semoga ke depannya semakin banyak sosok-sosok jenius yang hatinya tergerak seperti kelima teknisi Samsung ini – bukan hanya memaketkan kombinasi accelerator, gyroscope dan barometer dengan aplikasi mobile menjadi sebuah fitness tracker, yang kemudian terkadang hanya dipakai untuk bergaya oleh konsumennya.